Kadiskes Meranti Diancam Penjara Seumur Hidup atas Kasus Penyelewengan Alat Rapid Test

Kadiskes Meranti Diancam Penjara Seumur Hidup atas Kasus Penyelewengan Alat Rapid Test

RIAUMANDIRI.CO - Kepolisian Daerah Riau mendalami kemungkinan penerapan pasal lain terhadap Misri Hasanto. Dengan begitu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti itu bisa dijerat dengan hukuman yang maksimal hingga pidana penjara seumur hidup.

Misri Hasanto adalah tersangka dugaan korupsi berupa penyelewengan bantuan alat rapid test di Diskes Kabupaten Kepulauan Meranti. Misri sendiri telah dilakukan penahanan di sel tahanan Mapolda Riau sejak Jumat (17/9) kemarin.

Dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto mengatakan, saat ini penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau tengah merampungkan berkas perkara tersangka. Di antaranya, dengan pemeriksaan saksi-saksi yang jumlahnya puluhan orang.


"Sampai hari ini (kemarin,red) sudah kita lakukan pemeriksaan terhadap 40 saksi," ujar Kombes Pol Sunarto, Selasa (21/9).

Para saksi itu, kata dia, terdiri dari pegawai dan staf di Diskes Meranti, UPT Puskesmas di Meranti, dan staf Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Pekanbaru. Selain itu, penyidik juga telah meminta keterangan terhadap saksi ahli.

Lanjut dia, saat ini penyidik juga tengah mendalami kemungkinan diterapkannya pasal lain terhadap tersangka. Adapun pasal dimaksud adalah Pasal 3 pada UU Tipikor.

Dimana sebelumnya penyidik menjerat tersangka dengan Pasal 9, Pasal 10 huruf a UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidananya hingga 7 tahun penjara.

"(Dengan penerapan Pasal 3) Sehingga ancaman hukuman bisa lebih berat lagi, bisa seumur hidup," pungkas mantan Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) itu.

Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi mengatakan, penyidikan perkara ini masih terus bergulir, termasuk menelusuri dugaan keterlibatan pelaku lain dalam perkara ini.

"Tentu kita akan dalami lagi kasusnya," ujar Irjen Pol Agung belum lama ini.

Dijelaskan Kapolda, terungkapnya perkara ini berawal setelah pihak kepolisian mendapat informasi dari masyarakat terkait alat rapid tes yang diberikan Kementerian Kesehatan RI melalui KKP Kelas II Pekanbaru, kepada Diskes Meranti. Seharusnya alat rapid test ini diperuntukkan secara gratis, namun diduga dikomersilkan oleh tersangka dengan nilai Rp150 ribu bahkan lebih untuk setiap satu alatnya.

"Kita lakukan penyidikan atas perbuatan penggelapan barang negara untuk kepentingan pribadi. Kita temukan bantuan rapid test antigen sebanyak 3.000 alat yang diberikan oleh KKP diselewengkan, tidak didistribusikan," beber Kapolda.

"Antigen ini dikomersilkan kepada masyarakat yang membutuhkan, dimana tujuan hibah rapid test yang diberikan kepada dinas sudah disalahgunakan. Kita akan hitung nanti berapa kerugian negara. Dia mengomersilkan satu rapid tes dengan menarik dana Rp150 ribu bahkan lebih," sambung perwira tinggi Polri dengan dua bintang itu.

Agar tidak dicurigai, tersangka lalu menutupinya dengan membuat laporan pengalokasian palsu. Kasusnya dilakukan tersangka mulai September 2020 lalu hingga hingga Januari 2021. Yakni, bertepatan dengan penerimaan hibah rapid test oleh Diskes Meranti.

"Kita mendapat informasi dan datanya dari masyarakat, kemudian kita dalami karena kita tahu bahwa rapid test yang harusnya disimpan di fasilitas kesehatan ternyata tidak demikian. Dimana sebagian alat berada di klinik yang bersangkutan (Misri Hasanto,red)," ungkap mantan Deputi Siber pada Badan Intelijen Negara (BIN) itu.

Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ferry Irawan menambahkan, hibah yang didapat oleh Diskes Meranti ini tidak dilaporkan tersangka kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) setempat sebagai aset kabupaten.

"Tapi disimpan di kantornya sendiri, terus di kliniknya sendiri. Melakukan hal-hal yang untuk kepentingan pribadi," kata Kombes Pol Ferry.

Dijelaskannya, alat rapid test ini harga normalnya adalah Rp115 ribu. Oleh tersangka dijual sekitar Rp150 ribu. Bahkan ada pula yang dibuat semacam kerja sama dengan pihak lain.

"Memang tidak semua dia jual, ada yang betul-betul dia normalkan. Tapi yang jelas dia sudah melakukan manipulasi data, pemalsuannya itu," ucapnya.

Disinggung soal kerugian negara, mantan Wakapolres Metro Tangerang itu mengatakan, hal itu perlu dihitung. Sementara pengakuan tersangka, keuntungan digunakan untuk kepentingan pribadi.