Wacana Amandemen UUD 1945, Pangi Syarwi Chaniago Cium Aroma Amis

Wacana Amandemen UUD 1945, Pangi Syarwi Chaniago Cium Aroma Amis

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Pengamat politik yang Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago mempertanyakan siapa yang bisa menjamin jika amandemen terbatas UUD 1945 tidak ditunggangi untuk kepenting politik tertentu.

Ketika berbicara dalam diskusi bertema "Evaluasi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945 dalam Mencapai Cita-cita Bangsa", di Media Center Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/9/2021), Menurut Pangi, ketika amandemen pada awal reformasi dulu tujuannya untuk membatasi periode masa jabatan presiden tetapi berkembang kemana-kemana.

Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah itu, Pangi mengkhawatirkan wacana amandemen untuk membentuk Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) bisa ditunggangi untuk kepentingan politik tertentu.

Ipang, begitu dia akrab disapa, mencium ada aroma wangi dan amis dalam wacana amandemen sekarang ini. Aroma wanginya adalah memperkuat negara lewat PPHN dan memperkuat DPD RI karena kewenangannya antara ada dan tiada. Bau amisnya soal masa jabatan 3 periode.

"Siapa yang bisa menjamin nanti,  menggaransi tidak merembes ke pasal-pasal lain. Ini politisi ada yang tersirat dan ada yang tersurat. Lain kata lain di hati,  begitu sekarangnya," kata Ipang yang tampil sebagai narasumber bersama Wakil Ketua MPR (Demokrat) Syarief Hasan dan Wakil Ketua MPR (PPP) Arsul Sani.

Ipang mencontohkannya dengan UU Omnibus Law. Dulu hanya disebut haluninasi, ternyata menjadi UU. Begitu juga dengan UU lain seperti UI Minerba dan UU Pemilu.

Menurut Ipang, melihat kondisi sekarang bangsa saat ini bukanlah waktu yang tetap untuk melakukan amandemen. Apalagi untuk menambah masa jabatan presiden.

Bahkan Ipang mengancam akan ikut demo turun ke jalan jika agenda  amandemen itu adalah termasuk memperpanjang masa jabatan presiden.

"Kalau untuk menambah masa jabatan presiden saya langsung turun nanti aksi demo,  karena saya sudah rindu juga. Saya akan turun kalau ada penambahan masa jabatan presiden. Pertanyaannya, apakah itu mampu?  Kan belum tentu berhasil, karena  selama ini kan banyak yang goal juga undang-undang itu diam-diam," ujar Ipang.

Menanggapi keyakinan Wakil Ketua MPR Arsul Sani bahwa amandemen tak mungkin dilakukan oleh MPR periode sekarang ini, Ipang mengkhawatirkan ada skenario lain yang akan dilakukan, yaitu menunda Pemilu 2024 dengan alasan pandemi, pmilu biayanya besar, dan uang negara belum ada. Skenario ini diperkirakan akan mendapat dukungan dari anggota parlemen di Senayan.

"Inilah gratifikasi, presidennya setuju, DPR dan DPDnya juga setuju. Kan asik, tinggal 2027 kita dipilih lagi. Kalau gratifikasi konstitusional terjadi itu ngeri juga. Persekongkolan relasi antara eksekutif dengan legislatif mengkhawatirkan juga. Jangan-jangan ke khawatiran saya saja," ucap Ipang.