Tambah Penghasilan di Masa Pandemi, Wanita Ini Produksi Gula Merah Sendiri

Tambah Penghasilan di Masa Pandemi, Wanita Ini Produksi Gula Merah Sendiri

RIAUMANDIRI.CO, INHIL - Tak membutuhkan waktu lama bagi seorang ibu rumah tangga (IRT) untuk membuat gula merah yang berbahan dasar air deresan kelapa atau yang warga Desa Bagan Jaya RT 014 RW 006 biasa menyebutnya air legeng, Kamis (26/8/2021).

Produksi gula merah menjadi salah satu pekerjaan yang ditekuni oleh para perempuan di desa yang terletak di Kecamatan Enok, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), selain mengolah kopra dan pinang.

Seperti salah seorang IRT, Dayah yang setiap paginya memproduksi air deresan kelapa yang diubah jadi gula merah. 


Untuk menghasilkan 50 kg gula merah, dirinya hanya membutuhkan waktu lebih kurang 3 jam saja.

"Setiap hari buatnya, bahan dasarnya air kelapa, nanti juga ditambah dengan campuran gula pasir," kata Daya sambil mengaduk bahan pembuat gula merah di tungkunya.

Pekerjaan ini dilakoni perempuan beranak dua itu semenjak pandemi Covid-19 melanda. Hasil penjualan gula merah buatannya itu dapat menambah pemasukan keuangan keluarganya.

Bukan tanpa alasan, pekerjaan itu memang harus dilakukannya agar bisa membantu meringankan beban suami yang kesehariannya berprofesi tukang panen sawit.

"Biar bisa nambah penghasilan, bisa nutup-nutup belanja dapur. Abang (suami) kerjanya di kebun sawit. Ini (produksi) semenjak pandemi Covid-19 inilah," terang perempuan 27 tahun itu.

Dalam sehari, Dayah bisa memproduksi 100 kg lebih. Namun, hasil itu bukan untuk dirinya semua. Dirinya harus berbagi dengan bos yang memberinya gula pasir sebagai bahan pembuat gula merah itu.

Misalnya, dirinya mendapat 100 kg gula putih dari bosnya. Dirinya harus mengembalikan 100 kg dalam bentuk gula merah, berapa sisa dari produksi dari pemakaian 100 kg gula pasir itu barulah menjadi haknya.

"Dalam 50 kg gula pasir yang dimasak itu tak menentu hasilnya, kadang bisa dapat 60 kg, kadang bisa kurang. Sisa dari pokoknya itu baru punya kita," terangnya.

Untuk 1 kg gula merah dihargai paling tinggi Rp13.400 dan paling rendah Rp11.400. Gula merah yang sudah jadi tidak langsung dijual, harus menunggu pengepul yang datang sekali seminggu.

"Alhamdulillah, penghasilannya bisa untuk belanja dapur, pekerjaan ini yang bisa dilakukannya di masa pandemi ini. Kita cuma memasaknya aja, bahan gula pasir kan dibantu bos, cuman kita menambah dengan air deresan kelapa aja," sambungnya.

Selain proses pembuatannya mudah, Dayah memilih memproduksi gula merah sebab mengingat kedua anaknya yang masih kecil butuh pengawasan dari orang tua. Jika dirinya memilih pekerjaan lain, khawatir tidak ada yang menjaga anaknya.

Dayah memulai pekerjaannya di pagi hari, sekira pukul 07.00 WIB. Sesudah menyalakan api tungku, ia langsung memanaskan kuali untuk memasak. Di pondok yang terbuka itu Dayah setiap hari bekerja.

Di kala menunggu kuali panas, saat itulah Dayah memperhatikan anak-anaknya, mulai dari memberi makan hingga belajar. Sambil menuangkan adonan ke dalam cetakan, dirinya juga bisa mengawasi anak-anaknya.

"Bekerja sambil mengasuh anak-anak lah, pekerjaan ini kan tak terlalu ribet kan. Cuma memasak adonan, lalu dituangkan ke cetakan. Sambil bekerja sambil mengasuh," katanya mengakhiri.



Tags Ekonomi