Vonis Mantan Sekda Riau Dianggap Terlalu Ringan, Jaksa Naik Banding

Vonis Mantan Sekda Riau Dianggap Terlalu Ringan, Jaksa Naik Banding

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Jaksa Penuntut Umum menolak vonis ringan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, terhadap terdakwa Yan Prana Jaya Indra Rasyid. Untuk itu, JPU menyatakan upaya hukum banding ke lembaga peradilan tingkat kedua.

Mantan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau itu dinyatakan bersalah melakukan dugaan korupsi di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak. Hanya saja, vonisnya sangat rendah dibandingkan tuntutan JPU.

Putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina, Kamis (29/7) kemarin. Saat itu sidang digelar secara virtual, dimana majelis hakim, tim JPU dan penasehat hukum terdakwa, berada di ruang sidang. Sementara Yan Prana sendiri berada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.


Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim menyatakan Yan Prana tidak terbukti melakukan dugaan korupsi pemotongan anggaran perjalanan dinas sebagaimana dakwaan kesatu primair JPU. Sehingga hakim membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut.

Kendati begitu, orang dekat Gubernur Riau Syamsuar tersebut dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan korupsi anggaran pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dan makan minum di Bappeda Siak tahun 2014-2017.

Hal itu sebagaimana tertuang dalam dakwaan pertama subsidair, yakni Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Untuk itu, Yan Prana dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun. Selain itu, hakim juga menghukum Yan Prana Jaya membayar denda Rp50 juta subsidair 3 bulan. Oleh hakim, Yan Prana tidak dibebankan membayar uang pengganti kerugian keuangan negara, kendati dinyatakan melanggar Pasal 18 UU Tipikor.

Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan JPU yang dibacakan pada persidangan sebelumnya. Dimana Jaksa menginginkan Yan Prana dihukum 7,5 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, dia juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2,8 miliar lebih subsidair 3 tahun penjara.

Menurut Jaksa, Yan Prana terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Hal itu sesuai dengan dakwaan kesatu primair.

Atas putusan itu, JPU kemudian menyatakan menolak dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru. "Iya, tim JPU mengajukan banding atas putusan tersebut," ujar Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Raharjo Budi Kisnanto, Senin (2/8).

Pernyataan banding itu diyakini telah disampaikan ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Saat ini, tim JPU tengah menyusun memori banding sebelum diserahkan ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru untuk diteruskan ke PT Pekanbaru.

"Dalam waktu dekat, memori banding akan diserahkan ke Pengadilan (Tipikor Pekanbaru)," pungkas Raharjo Budi Kisnanto.

Berdasarkan dakwaan JPU sebelumnya disebutkan, Yan Prana Jaya bersama-sama Donna Fitria (tersangka yang perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah) dan Ade Kusendang, serta Erita, sekitar Januari 2013 hingga Desember 2017 melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebesar Rp2.896.349.844,37.

Berawal pada Januari  2013, saat terjadi pergantian bendahara pengeluaran dari Rio Arta kepada Donna, terdakwa Yan Prana mengarahkan untuk melakukan pemotongan biaya sebesar 10 persen dari setiap pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas.

Donna Fitria sebagai bendahara pengeluaran, lantas melakukan pemotongan anggaran perjalanan dinas Bappeda Kabupaten Siak tahun anggaran 2013 sampai dengan Maret 2015 pada saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksanaan kegiatan.

Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat dalam Surat Pertanggungjawaban (SPJ) perjalanan dinas sebesar 10 persen. Uang yang diterima masing-masing pelaksana kegiatan, tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas.

Pemotongan anggaran perjalanan dinas sebesar 10 persen tersebut dilakukan setiap pencairan. Uang dikumpulkan dan disimpan Donna  selaku bendahara pengeluaran di brangkas bendahara, Kantor Bappeda Kabupaten Siak.

Donna, mencatat dan menyerahkan kepada terdakwa Yan Prana secara bertahap sesuai dengan permintaannya. Akibat perbuatan terdakwa Yan Prana, negara dirugikan Rp2.895.349.844,37.

Tidak hanya perjalanan dinas, dalam kasus ini  juga terjadi penyimpangan dalam mengelola anggaran atas kegiatan pegadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2015 sampai dengan TA 2017 dan melakukan pengelolaan anggaran makan minum pada Bappeda Siak TA 2013-2017.



Tags Siak