Pengamat Sebut Kesejahteraan Jadi Sebab Utama Karhutla

Pengamat Sebut Kesejahteraan Jadi Sebab Utama Karhutla

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Belakangan, Pemerintah Provinsi Riau mulai mengangkat narasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Salah satunya saat pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Indragiri Hulu, Senin(5/7/2021) lalu.

"Saya mengingatkan bahwa musim panas sudah tiba. Mohon dijaga daerahnya agar tidak terjadi karhutla,” ungkap Gubernur Riau, Syamsuar, saat pelantikan itu.

Pengamat Kehutanan sekaligus dosen Kehutanan Universitas Riau, Mardiansyah mengatakan salah satu penyebab karhutla terjadi karena masyarakat tidak sejahtera. Makanya hutan dan lahan dieksploitasi dengan cara dibakar.


"Kita tidak bisa serta merta menyalahkan masyarakat, menyalahkan publik ketika mereka melakukan pembakaran lahan, pembukaan lahan, perambahan kawasan hutan ketika yang mereka hadapi adalah untuk mengisi perutnya, untuk kesejahteraan hidupnya. Maka, itu jadi tanggung jawab pemerintah agar menghadirkan kesejahteraan kepada masyarakat," kata Mardiansyah, saat Webinar Alternatif Solusi Pencegahan Karhutla di Riau, pada Rabu (7/7) di Aula Universitas Muhammadiyah Riau.

Dia mengatakan, menghadirkan kesejahteraan, maka rakyat akan menganggap hutan bukan sesuatu yang harus dieksploitasi. Melainkan harus dijaga untuk kenyamanan bersama.

Mardiansyah juga mengungkapkan, perbandingan antara data pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan luas area karhutla di Indonesia pada 2015 - 2019. Ia menilai, ketika ada pertumbuhan ekonomi masyarakat pada tahun itu, maka tingkat terjadinya karhutla juga menurun.

"Namun, ini tidak berlaku untuk 2019 - 2021. Kenapa terjadi anomali ketika Covid-19 ini. Ketika ekonomi menurun, tingkat terjadinya karhutla juga menurun akibat adanya penurunan aktifitas manusia. Tapi dalam kondisi normal, ada kondisi yang kontradiktif antara pertumbuhan ekonomi dengan luasan kebakaran. Artinya apa, kita bisa melihat bahwa masyarakat kurang atau belum sejahtera, maka potensi terjadinya kebakaran akan semakin tinggi," ungkapnya.

Dia juga mengatakan pendekatan yang harus dilakukan untuk mencegah karhutla melalui kesejahteraan rakyat ini yaitu dengan cara menyelaraskan tindakan-tindakan pengendalian karhutla ke dalam pola hidup perilaku masyarakat, kemudian dengan meningkatkan produktivitas dengan sistem agroforestri, yaitu dengan cara memanfaatkan ruang dan waktu dalam waktu yang bersamaan.

Dengan pendekatan-pendekatan tersebut, masyarakat akan sadar bahayanya pembakaran hutan dalam pembukaan lahan.

Saat ini, dia menilai masyarakat masih terlalu mengikuti cara-cara instan. Ketika kabut asap dari karhutla muncul, masyarakat akan menganggap kesempatan bagi mereka pula untuk membuka lahan. Karena membuka lahan dengan membakar adalah cara yang paling murah.

"Ketika mereka merasakan manfaat itu, maka tekanan terhadap hutan dan kawasan hutan akan berkurang. Karena filosofi hidup kita yang paling sederhana yaitu, ketika perut sudah terpenuhi, hidup sudah sejahtera, maka kita tidak akan macam-macam lagi kepada hutan," pungkas Mardiansyah.

Mardiansyah menilai, seharusnya pemerintah menggaet semua pihak untuk mencegah karhutla dan mulai memberikan solusi kepada petani agar tidak membakar lahan. Karena, kebanyakan masyarakat yang membuka lahan dengan membakar merupakan masyarakat yang memiliki keterbatasan modal.

Salah satu petani sukses asal Siak, Herman, yang juga hadir pada webinar tersebut mengatakan saat awal mula bertani, juga membuka lahan dengan cara membakar. Karena keterbatasan modal, juga proses cepat dan tidak membutuhkan banyak biaya.

"Waktu itu belum ada larangan membakar. Jadi untuk mempersingkat dan keterbatasan modal, saya bakar saja lahan saya. Tapi tanpa kita sadari sebenarnya, membuka lahan dengan cara membakar tingkat kesuburan itu akan jadi singkat," ungkapnya.

Dari situ, dia ditawari oleh salah satu perusahaan untuk dibantu dan diberi pelatihan cara buka lahan tanpa dibakar. Setelah itu, dia tidak lagi membuka lahan dengan cara dibakar setelah mengetahui membakar lahan sama saja membakar unsur hara di dalam tanah. Yang berarti memperpendek usia kesuburan tanah. 

Herman berharap, pemerintah dan perusahaan dapat sama-sama memperhatikan petani dan membantu agar tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar. Sebab menurutnya, membuka lahan tanpa bakar memang membutuhkan modal tinggi.