Jurus tak Tahu Sukarmis di Sidang Korupsi Hotel Kuansing

Jurus tak Tahu Sukarmis di Sidang Korupsi Hotel Kuansing

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Pengerjaan proyek 3 pilar di Kabupaten Kuantan Singingi, yakni pembangunan Pasar Modern, Universitas Kuansing dan Hotel Kuansing sejatinya dikerjakan oleh suatu Badan Usaha Milik Daerah. Hal itu sesuai dengan rekomendasi Direktorat Jenderal pada Kementerian Dalam Negeri, namun hal itu tidak dijalankan.

Belakangan, salah satu proyek itu bermasalah hingga bergulir ke pengadilan. Yaitu, pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing yang menjerat Fahrudin, mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR), sekaligus Pengguna Anggaran (PA) dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek itu.

Satu lagi, Alfion Hendra, yang merupakan mantan anak buah Fahruddin yang menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Tata Bangunan dan Perumahan di Dinas CKTR tahun 2015 dan selaku Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK). Keduanya kini berstatus terdakwa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.


Dalam sidang pembuktian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing menghadirkan anggota DPRD Provinsi Riau, Sukarmis. Dia dihadirkan sebagai saksi dalam statusnya sebagai mantan Bupati Kuansing.

Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Iwan Irawan, Sukarmis mengaku tidak mengetahui adanya pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing pada tahun 2015 lalu itu.

"Saya tahunya setelah ada masalah ini," ujar mantan Bupati di Kota Jalur dua periode itu pada sidang yang digelar pekan kemarin.

Kendati mengaku tidak tahu, dia kemudian mengatakan jika pengerjaan proyek itu diserahkannya ke Tim Anggaran Pemerintahan Daerah (TAPD). Yang di dalamnya terdapat unsur Sekretaris Daerah (Sekda), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas CKTR Kuansing.

"Ini semuanya saya serahkan kepada tim di pemerintahan dan OPD. Selebihnya saya tidak tahu," lanjut Sukarmis.

Keterangan politisi Partai Golongan Karya (Golkar) itu dinilai majelis hakim janggal. "Masa semuanya tidak tahu. Ini kan anda yang menunjuk Kadis CKTR Fahruddin selaku Pengguna Anggaran untuk pembangunan," cecar hakim.

Hakim lalu membacakan surat penunjukan terhadap terdakwa Fahrudin oleh dirinya selaku kepala daerah. Barulah Sukarmis membenarkan.

"Anda semua bilang tidak tahu, tapi semua tanda yang tanda tangani," kata hakim lagi.

Atas pernyataan itu, lagi-lagi Sukarmis menyatakan kalau dirinya telah menyerahkan pembangunan proyek 3 pilar ke Sekda, Bappeda, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Hal ini kemudian disesalkan majelis hakim.

"Itulah masalahnya. Anda terlalu percaya sama bawahan," lanjut Hakim Ketua.

"Itu kan rekom dari Ditjen (Ditjen pada Kemendagri,red). Kenyataannya kan tidak?," sambung hakim. Adapun rekomendasi Ditjen Kemendagri itu adalah proyek proyek 3 pilar harus dikerjakan oleh BUMD.

Majelis hakim lalu menyinggung keterangan saksi sebelumnya. Yakni, Zulkifli yang merupakan mantan Wakil Bupati Kuansing era Sukarmis. Dalam kesaksiannya, Zulkifli pernah mengatakan jika proyek 3 pilar tersebut itu tidak ada manfaatnya untuk masyarakat Kuansing.

Mendengar hal itu, Sukarmis langsung menjawab dengan nada tinggi. "Wakil Bupati saja hanya masuk kantor 1 tahun. Bagaimana dia mau diajak," tutur Sukarmis yang saat itu mengenakan setelan batik coklat lengan panjang dan celana hitam

Hakim kemudian membeberkan keterangan Zulkifli yang pernah mengatakan kepada Sukarmis bahwa proyek 3 pilar itu tidak bisa dilanjutkan. Hal itu dikarenakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing tidak menjalankan rekomendasi dari Ditjen Kemendagri.

"Saya menjadi ragu dengan keterangan Anda. Soalnya, Wakil Bupati saja dalam kesaksiannya pernah mengatakan kepada Anda bahwa proyek itu tidak bisa dilanjutkan, karena tidak menjalankan rekom Ditjen yang harus menggunakan BUMD," cecar hakim kepada Sukarmis. Mendengar hal itu, politisi berkacamata itu hanya diam seribu bahasa.

Sebelumnya dalam dakwaan JPU disebutkan, kedua terdakwa Fahrudin dan Alfion Hendra, dinilai telah melakukan atau menyuruh melakukan perbuatan melawan hukum. Kedua terdakwa juga dinilai memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.



Tags Korupsi