Jasa Pendidikan Bakal Kena PPN, Pengamat: Jangan Persulit Orang Mau Pintar

Jasa Pendidikan Bakal Kena PPN, Pengamat: Jangan Persulit Orang Mau Pintar

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Revisi Undang-undang Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan (KUPP), diketahui menghapus jasa pendidikan dari kategori tidak dikenakan PPN. Rencana ini menuai komentar dari Afrianto Daud selaku Dosen Universitas Riau.

"Itukan masih rencana rancangan revisi undang-undang, jadi artinya belum ada keputusan resmi dari pemerintah atau DPR. Cuma kalau kita ikuti wacana yang berkembang itu, memang kita harus mengingatkan pemerintah hati-hati, karena menghapus pendidikan itu dari objek yang bebas pajak sebelumnya," ucap Pengamat Pendidikan, Afrianto Daud saat dihubungi Haluan Riau, akhir pekan kemarin.

Afrianto menjelaskan, rencana baru ini bukanlah langkah yang matang, sebab ini berdampak buruk terhadap masyarakat yang sebelumnya dalam kehidupan serba sulit sejak pandemi. Jika pendidikan sekolah dikenakan pajak, ujung-ujungnya akan berimbas ke biaya sekolah dan memberatkan orang tua murid.


"Kalau bicara masa depan kita bicara sektor pendidikan. Nah untuk maju kita harus memberi kesempatan terhadap semua orang dan memang hak setiap orang untuk mendapat pendidikan yang bekualitas. Sebenarnya kewajiban negara bukan mempajaki. Jangan sampai orang mau pintar jadi makin sulit. Karena pajak biayanya dibebankan kepada anak murid atau orang tua," tegasnya.

Afrianto menambahkan, jika objek pajak untuk sektor pendidikan harusnya pendidikan yang ada unsur bisnis, bukan lembaga sekolah. Misalnya seperti bimbel atau tempat-tempat kursus dan itu cukup masuk akal. Karena, bimbel bukan hal yang utama, ini merupakan pilihan individu, kesadaran sendiri atas biaya yang akan dikeluarkan. Berbeda jika diterapkan di SD SMP SMA, ini bukanlah keputusan yang tepat. Jadi jangan sampai kebijakan ini makin membebani rakyat.

"Pemerintah harusnya kalau bisa lebih kreatif mencari pemasukan-pemasukan yang lain. Kalau dari sisi pajak ada semacam kontradiksi. Jadi orang-orang biasa malah dipajaki bahkan seperti sembako saja mau dipajaki. Padahal semuanya kebutuhan sehari-hari. Sementara barang mewah seperti mobil malah ada keringan. Rasanya tidak adil," ucapnya

Afrianto juga mengatakan, bahwa ini mungkin sebagai bentuk pemerintah untuk menambah pemasukan negara karena keadaan ekonomi sedang sulit. Tapi pemerintah sebaiknya harus mengkaji mana yang untuk dihilangkan dan mana yg tidak. Pendidikan bukanlah hal yang tepat jika dibebani objek pajak. Apalagi jika bicara pendidikan, ini merupakan tugas negara, kewajiban negara untuk menyelenggarakan pendidikan itu.

"Kita memang perlu mengingatkan pemerintah mumpung wacana dan kemudian dokumennya bocor ke publik, inilah saatnya masyarakat memberikan masukan. Nanti jika sudah keputusan dan sudah berlaku, artinya kita tidak bisa ngapa-ngapain, tidak bisa kritik. Inilah kesempatan masyarakat memberikan masukan dan saya pikir kita harus ingatkan pemerintah untuk hati-hati terkait sektor pendidikan ini. Karena ini hajat dasar hidup kita setelah makan dan minum," sambungnya.

Sedangkan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Riau, mengungkapkan konsep ini masih dalam proses mempelajari bagaimana rencana yang akan diterapkan pemerintah. Pihaknya belum bisa menyimpulkan sebab penyelenggaraannya belum jelas, entah itu ditujukan untuk swasta ataupun negeri.

"Kita emang baru dapat dari pemberitaan, tapi soal fixnya tentang konsep apa yang ada kita masih dalam proses mempelajari. Kita belum bisa mengevaluasi artinya belum bisa memberikan gambaran karena biar kita dapat informasi yang jelas dulu dan bagaimana konsep yang mau diterapkan oleh pemerintah. Objek yang bagaimana, apakah swasta ataukah negeri. Bagaimana pun kita harus pelajari," ucap Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Riau, Muhammad Syafi'i saat dihubungi Haluan Riau, Jumat (11/6).

Syafi'i juga mengatakan, untuk saat ini masih belum dapat menyimpulkan, karena ini informasi nasional dan PGRI juga sedang menunggu, paling tidak untuk ditelaah terlebih dahulu. Namun, pihaknya berharap apapun kebijakan pemerintah tetap harus mengedepankan kepentingan masyarakat banyak. Terutama pendikan merupakan layanan kepada masyarakat dan hak masyarakat juga.

Memang, jasa pendidikan sebelumnya tidak dikenai PPN tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang tidak Dikenai PPN. Dalam aturan tersebut, jasa pendidikan dihapus dari daftar jasa yang tak terkena PPN. Artinya, jasa pendidikan akan segera dikenakan PPN jika revisi KUP diketok.