Wacana GBHN Dihidupkan Lagi, Irmanputra Sidin: Capres Harus Ditetapkan MPR

Wacana GBHN Dihidupkan Lagi, Irmanputra Sidin: Capres Harus Ditetapkan MPR

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ahli hukum tata negara Irmanputra Sidin setuju Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dihidupkan kembali agar negara ini punya tujuan. Namun perlu dipikirkan cara mempertanggjawabkannya oleh presiden.  

Menurut dia, perlu ada indikator-indikator dengan memberi skor agar bisa melakukan penilaian terhadap pelaksanaan GBHN tersebut oleh presiden. Dia memisalkan bahwa pada tahun 2025 sektor pertumbuhan ekonomi politik dibuat nilainya dan indikatornya yang sudah ditetapkan. Di bidang ekonomi dengan indikator pertumbuhan ekonomi, dan begitu juga di bidang lainnya.

"Dari scoring ini kita bisa menilai apakah presiden yang kita pilih tersebut apakah bisa menjalankan perform yang bagus,  mencapai tujuan negara. Itu yang kita scoring," kata Irmanputra Sidin pada peluncuran buku Ketua MPR Bambang Soesatyo "Cegah Negara Tanpa Arah" di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (28/5/2021).


Dengan adanya GBHN tersebut jelas Irman, MPR yang mewakili 270 juta rakyat Indonesia memanggil presiden untuk mengevaluasi apakah sudah menjalankan GBHN sesuai dengan scoring yang sudah ditetapkan.

"Bayangan saya perlu dilakukan seperti itu, untuk kemudian MPR punya tools. MPR tidak hanya memikirkan oke kita buat PPHN. Harus memikirkan cara mempertanggungjawabkan GBHN yang dia sudah buat tersebut. Bisa tidak, tiap tahun MPR bertanya kepada presiden," kata Irman.

Jika dalam mengevaluasi itu, lanjut Irman, jika presiden tidak mencapai target yang ditetapkan dalam GBHN atau Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), maka MPR bisa memberhentikan presiden.

"Lalu kemudian pertanyaannya adalah, ketika GBHN kita buat, masih perlukah jabatan presiden dibatasi dua priode itu. Kita harus siap berdebat sampai di situ," kata Irman.

Menurut Irman, jika PPHN atau GBHN dibuka lagi, jangan berpikir takut MPR menjadi lembaga tertinggi negara karena itu hanya istilah politik saja. Sama juga dengan  presiden dibilang  pemegang kekuasaan.

"Itu hanyalah istilah politik saja, karena sebenarnya pemegang kekuasaan itu adalah ketua-ketua umum partai politik besar. Karena semuanya bisa diselesaikan melalui lobi-lobi ketua umum partai politik," kata Irman.

Irman kembali menekankan, jika GBHN dihidupkan, MPR akan multiplayer efek dan akan memainkan peran penting presiden harus bertanggung jawab terhadap GBHN yang dijalankan.

Dengan alasan itu pula, menurut Irman, maka pasangan calon presiden dan wakil presiden ditetapkan oleh MPR, bukan lagi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Partai politik hanya mengusulkan calon presiden dan wakil presiden.

"Jadi konvensinya itu di MPR. Bayangan saya seperti itu. Partai politik mengusulkan nama calon presiden,  silakan mereka berdebat di hadapan MPR,  nanti akan keluar nama minimal empat atau enam nama calon presiden. Inilah nanti yang dipilih menjadi pasangan calon presiden atau calon wakil presiden oleh MPR," jelas Irman.

MPR kata Irman, memilih orang yang siap untuk melaksanakan GBHN. Tidak seperti perdebatan selama beberapa periode sebelumnya, berdebat yang tidak pernah tahu apakah ini RPJP atau RPJM. Tiba-tiba orang saling menjatuhkan dengan istilah-istilah yang  baru didengar pada saat itu.

Tetapi orang berdebat bagaimana kamu bisa mencapai angka 9 yang disebut bapak Didin sebut pada sektor ini, saya kan begini dan begini, target saya dua tahun saya memerintah akan mencapai angka seperti itu, kita semua punya pegangan , kita pilihlah lagi dia.



Tags CAPRES