Pengamat Pendidikan Soal SKB Tiga Menteri: Negara Bak Bunuh Nyamuk Pakai Meriam

Pengamat Pendidikan Soal SKB Tiga Menteri: Negara Bak Bunuh Nyamuk Pakai Meriam

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pengamat Pendidikan Universitas Riau, Afrianto Daud mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung (MA) mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri (Kemendikbudristek, Kemendagri, dan Kemenag) soal seragam sekolah. 

Keputusan itu diambil usai Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat mengajukan uji materi pada SKB yang mengatur penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan Pemda pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tersebut.

"Menurut saya keputusan MA tepat. Karena dari awal SKB tiga menteri itu kontroversial. Kalau kita lihat, aturan-aturan yang selama ini ada di (khususnya) Sumatra Barat itu kan tidak ada pemaksaan sebenarnya. Lebih ke kesepakatan antara sekolah dan wali murid. Juga, praktik ini sudah berjalan belasan tahun. Bukan hal yang baru. Selama ini ya tidak ada gejolak," ujar Daud kepada Riaumandiri.co, Minggu (9/5/2021).


Daud melanjutkan, "Dengan keputusan MA tersebut, negara berarti menghormati local wisdom (kearifan lokal). Karena kalau (khususnya) Sumatra Barat itu ada istilah 'adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah'. Artinya, mengimbau untuk mengenakan jilbab adalah bagian dari istilahnya Minangkabau itu. Apalagi kalau kita bicara dasar negara yang berketuhanan, tujuan pendidikan nasional yang juga menyebut imam dan takwa, sebenarnya tidak ada yang dilanggar." 

Namun, Daud mengkritik sekolah-sekolah yang diselenggarakan Pemda (sekolah negeri) yang memaksa siswa dan siswi memakai atribut keagamaan yang tidak sesuai dengan keimanannya. Contohnya, adalah siswi beragama Kristen yang terpaksa memakai jilbab. Menurut Daut, aturan seperti ini jauh dari kata tepat dan memang cenderung ke arah pemaksaan. 

"Kalau pemaksaan penggunaan atribut agama lain, itu memang tidak tepat. Cuma, di SKB itu kan sampai melarang sekolah untuk mengimbau anak didiknya menggunakan jilbab, nah itu kan kejauhan. Bagi saya, dengan SKB tiga menteri itu, negara ini bak membunuh seekor nyamuk dengan meriam. Kejauhan," katanya. 

Siswi Kristen yang terpaksa memakai jilbab bukan sekadar isapan jempol semata. Di Bangkinang, Riau, hal seperti ini lumrah terjadi. Siswi kristen di sekolah negeri terpaksa memakai atribut agama Islam karena mayoritas siswa dan siswinya adalah muslim. 

Dikutip dari laporan Bagus Pribadi, peraih program fellowship liputan yang diselenggarakan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), bekerja sama dengan Magdalene.co, pada Oktober 2019 lalu ia menuliskan hasil wawancaranya dengan beberapa siswi di Bangkinang. Hasilnya, para siswi Kristen tersebut mengaku telah memakai jilbab sejak sekolah dasar. 

"Saya sejak SD sampai sekarang memakai hijab di sekolah," ujar Theresia, siswi SMA 1 Bangkinang. 

Hal itu juga terjadi dengan Linda. Linda mengaku tidak tahu pasti soal peraturan pemakaian jilbab di sekolah, karena sudah dari dulu siswi yang beragama nonmuslim memakai jilbab. Ia sendiri sudah memakainya di sekolah sejak SMP.

"Walaupun saya Kristen, tetap pakai hijab di sekolah. Makanya saya waktu daftar sekolah di sini sudah pakai hijab, tahunya dari kakak kelas," kata Linda. 

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bangkinang, Hendra Yunal menolak diwawancarai oleh Bagus, dan mengatakan sama sekali tidak mengetahui permasalahannya.

Sementara Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Bangkinang, Djunaidi mengatakan, sekolah sama sekali tidak membuat kebijakan mengenai pemakaian jilbab bagi siswi nonmuslim. Katanya, siswi hanya mengikuti norma sosial yang ada di SMK Negeri 1 Bangkinang.

"Sesuai adat di sini, jadi siswi di sini mengikuti itu. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung,” ujarnya kepada Bagus.

Sementara, menurut Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, Mahkamah menilai SKB tersebut bertentangan dengan sejumlah pasal dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian juga melanggar UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

"Objek keberatan hak uji materi berupa SKB Nomor 2/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemda pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikabulkan," kata Andi seperti dilansir, Jumat (7/5/2021).

Oleh karena itu, Mahkamah memutuskan SKB tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Kemendikbudristek, Kemenag serta Kemendagri diperintahkan untuk mencabut SKB tersebut.