Ada Uang Biaya Ritual Doa Keberhasilan di Kasus Suap-Gratifikasi Zulkifli AS

Ada Uang Biaya Ritual Doa Keberhasilan di Kasus Suap-Gratifikasi Zulkifli AS

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Zulkifli Adnan Singkah akhirnya menjalani sidang perdana, Kamis (1/4) kemarin. Adapun agenda sidang adalah mendengarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut Jaksa, Zulkifli AS diduga melakukan suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dalam APBN-P 2017 dan APBN 2018. Selain itu, dia juga disinyalir menerima gratifikasi dari sejumlah perusahaan.

Untuk dakwaan pertama, Tim JPU yang dipimpin Muhammad Nur Aziz menyatakan, perbuatan terdakwa terjadi pada medio 2016 sampai 2018. Saat itu telah terjadi pemberian uang secara bertahap yang dilakukan di sejumlah tempat di Jakarta.


Terdakwa memberikan uang secara bertahap kepada Yaya Purnomo selaku Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Uang juga diberikan kepada Rifa Surya selaku Kepala Seksi (Kasi) Perencanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik II, Subdirektorat DAK Fisik II dan Kasi Perencanaan DAK Non fisik.

"Uang diberikan sebesar sebesar Rp100 juta, Rp250 juta, Rp200 juta dan SGD35,000," ujar JPU di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru yang diketuai Lilin Herlina di dalam ruang sidang.

Dalam pengurusan DAK APBN 2017, terdakwa memerintahkan Marjoko Santoso selaku Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Daerah (Bappeda) Kota Dumai untuk pengurusan DAK melalui Yaya Purnomo. Atas perintah itu, Marjoko menemui Yaya di Hotel Aryaduta Jakarta, pada Agustus 2016.

"Saat itu Yaya bersama Rifa membicarakan pengurusan DAK untuk bidang pendidikan, jalan dan rumah sakit," lanjut Jaksa, dimana Zulkifli AS mendengarkan dakwaan itu di Jakarta melalui skema video teleconfrence.

Pada saat pertemuan itu, pengajuan usulan DAK APBN 2017 Kota Dumai dalam tahap belum diverifikasi oleh Kementerian Keuangan karena Pemerintah Kota (Pemko) Dumai belum memiliki admin tingkat nasional. Selanjutnya, Yaya dan Rifa memberikan kode admin kepada Marjoko.

Saat itu, Marjoko menyerahkan proposal berisi usulan DAK APBN 2017 sebesar Rp154.873.690.000 kepada Yaya dan Rifa untuk dilakukan analisa dan verifikasi.

Pertemuan kembali dilakukan pada September 2016. Ketika itu Zulkifli AS bersama Marjoko, bertemu Yaya dan Rifa di Jakarta. Yaya dan Rifa menyanggupi permintaan DAK APBN 2017 Kota Dumai.

"Syaratnya, ada biaya pengurusan sebesar 2,5 hingga 3 persen dari nilai pagu yang ditetapkan. Permintaan itu disanggupi oleh terdakwa," kata JPU.

Pada November 2016, Marjoko diperintahkan oleh Zulkifli untuk memberikan uang kepada Yaya dan Rifa sebesar Rp100 juta. Uang diserahkan di Bandara Sukarno-Harta, Tangerang, Banten.

Pemberian uang berlanjut pada Desember 2016 di Jakarta. Marjoko atas perintah terdakwa kembali memberikan uang kepada Yaya dan Rifa sebanyak Rp250 juta.

Dalam melancarkan tujuannya, Zulkifli melalui bawahannya juga melibatkan kontraktor untuk mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan. Pasalnya, DAK Pemko Dumai tahun 2016 mengalami kurang bayar sebesar Rp22.354.720.000.

Zulkifli memerintahkan Sya'ari selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Dumai untuk mencari pihak rekanan yang mampu menyiapkan komitmen fee untuk Yaya dan Rifa, agar DAK APBN-Perubahan 2017 Kota Dumai dapat diterima oleh Kementerian Keuangan.

"Selanjutnya Sya'ari memberitahu kepada terdakwa bahwa ada calon rekanan yang mampu menyiapkan komitmen fee. Calon rekanan itu adalah Arif Budiman dan Mashudi," sebut Jaksa.

Atas hal itu Sya'ari menyampaikan, paket pekerjaan yang bersumber dari APBN-Perubahan TA 2017 Kota Dumai, dengan perkiraan pagu anggaran sebesar Rp7,5 miliar, untuk Arif Budiman. Dengan catatan, ada komitmen fee sebesar Rp150 juta dan hal itu disanggupi Arif Budiman.

Untuk Mashudi diberi paket kegiatan pekerjaan yang bersumber dari APBN-Perubahan TA 2017 Kota Dumai dengan  perkiraan pagu anggaran sebesar Rp2,5 miliar. Syaratnya, komitmen fee Rp50 juta, dan Mashudi juga menyanggupinya.

Dalam perkara itu, Zulkifli AS dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b Jo Pasal 13 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

Selain itu, JPU juga mendakwa Zulkifli menerima gratifikasi sebesar Rp3.940.203.152. Uang tersebut diterimanya dari pemberian izin kepada perusahaan yang mengerjakan proyek di Kota Dumai dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemko Dumai.

"Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, terdakwa menerima uang terkait pemberian izin kepada perusahaan yang mengerjakan proyek di Kota Dumai dan Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan Pemerintah Kota Dumai," beber JPU.

Tindakan itu dilakukan pada 2016 dengan cara memberikan arahan kepada Hendri Sandra selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Dumai agar menyampaikan kepada perusahaan-perusahaan yang mengajukan izin pengerjaan proyek di Kota Dumai supaya melibatkan Yudi Antonoval dalam pengerjaan proyek.

Bahwa pada tahun 2017-2018, Yudi mendapatkan paket pekerjaan pada Pemasangan Pipa Gas pada Proyek Pengembangan Jaringan Distribusi Dumai (PJDD). Kemudian Zulkifli secara bertahap menerima uang dari Yudi sejak 2017.

Zulkifli juga menerima uang dari Rahmayani, Muhammad Indrawan, Hermanto, Yuhardi Manaf, Nanang Wisnubroto dan Hendri Sandra. Uang diperuntukkan kepentingan Zulkifli.

Dari dakwaan juga ada uang untuk biaya ritual doa keberhasilan Zulkilfi dan keluarganya, pembelian barang antik, pembalikan bata terkait pembangunan rumah Zulkifli di Jalan Bundo Kandung Pekanbaru.

"Sejak menerima uang Rp3.940.203.152, terdakwa tidak melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana dipersyaratkan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tegas JPU.

Atas hal itu, Zulkifli AS disangkakan dalam Pasal 12B Jo Pasal 11 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU  RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Atas dakwaan itu, terdakwa melalui Tim Penasehat Hukumnya mengaku mengerti. Dia juga menyatakan tidak keberatan atas dakwaan itu sehingga tidak akan mengajukan eksepsi.

Dengan begitu, sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian oleh JPU pada persidangan berikutnya.