Deteksi Dini Gangguan Pendengaran

Deteksi Dini Gangguan Pendengaran

Oleh Dr Rizky Manurung

 

Setiap tanggal 3 maret diperingati sebagai Hari Pendengaran Sedunia (World Hearing Day) untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bagaimana mencegah gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran merupakan salah satu penyakit yang tidak mematikan namun cukup mengganggu dalam kehidupan. Seorang anak belajar berbicara berdasarkan pada apa yang didengar, sehingga gangguan pendengaran yang dialami sejak lahir akan mengakibatkan keterlambatan dalam berbicara dan kemampuan berbahasa, yang selanjutnya akan menyebabkan rendahnya kemampuan kognitif. Gangguan pendengaran juga dapat menimbulkan permasalahan mental bagi penderitanya. Oleh karena itu, pemeriksaan dini sejak bayi baru lahir sangatlah penting untuk mengetahui apakah terdapat gangguan pendengaran pada anak sehingga orang tua dapat segera mengambil langkah yang tepat untuk mengatasinya.
Salah satu dokter umum di Rumah Sakit Pekanbaru, dokter Rizky, menjelaskan bahwa gangguan pendengaran adalah keadaan dimana salah satu atau kedua telinga tidak dapat mendengarkan suara dengan baik. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai hal, misalnya bayi dengan riwayat infeksi intrauterin pada ibu (toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes), lahir dengan kondisi prematur, mendapatkan perawatan intensif yang lama pada saat lahir, kuning pada saat lahir akibat kadar bilirubin yang tinggi maupun faktor genetik. Biasanya, gangguan pendengaran pada anak sering terlambat disadari oleh orang tua. Padahal, dengan mengetahui secara dini komplikasi serius akibat gangguan pendengaran dapat dicegah.
Oleh sebab itu, dokter Rizky memberikan tips sederhana yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mendeteksi gangguan pendengaran khususnya pada bayi. “Bayi memiliki refleks yang disebut dengan refleks moro. Anda dapat membuat suara keras, apabila bayi anda tidak memiliki gangguan pendengaran, maka akan timbul gerakan tangan seperti hendak memeluk yang menandakan anak anda terkejut akibat suara yang anda buat”, kata dokter Rizky. Selain itu, orang tua juga dapat mengetes pendengaran bayi dengan cara memberikan suara dari belakang. “Apabila anak anda tidak memberikan respon, anda patut curiga bahwa terdapat masalah pada pendengaran anak anda”, tambahnya.
Namun, perlu diingat bahwa pemeriksaan sederhana yang disebutkan diatas sangatlah subjektif. Selain itu, pemeriksaan - pemeriksaan tersebut hanya dapat mendeteksi gangguan pendengaran berat, namun tidak dapat mendeteksi gangguan pendengaran ringan / sedang maupun gangguan pendengaran yang terjadi hanya pada satu telinga. Apabila dari tes sederhana tersebut anda curiga bahwa anak anda mengalami gangguan pendengaran, sebaiknya dilakukan skrining lebih lanjut dengan pemeriksaan OAE (Otoacoustic Emission).
Pemeriksaan OAE adalah salah satu cara skrining gangguan pendengaran. Tes ini menggunakan alat berbentuk headset, yang kemudian dapat mengukur getaran suara yang ada dalam liang telinga. Idealnya, OAE dilakukan saat bayi belum berusia satu bulan. “Bila hasilnya normal, anda dapat lega karena anak anda berarti tidak mengalami masalah dalam pendengarannya. Namun, apabila hasilnya tidak normal, sebaiknya anda kembali memeriksakan anak anda dalam waktu tiga bulan kedepan. Memang, untuk pemeriksaan ini, kami sebagai dokter umum harus merujuk anak anda ke dokter spesialis THT (Telinga, Hidung dan Tenggorokan)”, kata dokter Rizky.
Biasanya orang tua baru menyadari kalau anaknya memiliki gangguan pendengaran pada usia yang lebih lanjut, ketika anaknya sudah mengalami dampak lanjutan dari gangguan pendengaran, yaitu keterlambatan bicara. Oleh karena itu, jika anda merasakan gejala gangguan pendengaran pada anak anda, segera periksakan ke dokter di rumah sakit terdekat. Dokter akan melakukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab atas gangguan yang terjadi. Dengan demikan, gangguan pendengaran bisa diatasi dengan cepat dan tepat sehingga tumbuh kembang anak bisa berjalan dengan optimal.




Tags Kesehatan