Gubernur Riau Tetapkan Status Siaga Darurat Bencana Karhutla

Gubernur Riau Tetapkan Status Siaga Darurat Bencana Karhutla

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pemerintah Provinsi Riau akhirnya menetapkan status siaga darurat bencana Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tahun 2021, terhitung tanggal 15 Februari hingga 31 Oktober 2021. Status ini ditetapkan setelah 4 kabupaten-kota menetapkan status siaga darurat bencana Karhutla; Kota Dumai, Kabutan Siak, Pelalawan dan Bengkalis.

Penetapan status siaga darurat bencana Karhutla, disampaikan langsung oleh Gubernur Riau Syamsuar pada rapat koordinasi Karhutla secara virtual bersama kabupaten-kota, Senin (15/12/2021). Penetapan lebih dini status Karhutla ini untuk mencegah lebih luasnya Karhutla di wilayah Riau saat memasuki musim kemarau, dan telah terjadinya luas lahan yang terbakar di empat kabupaten-kota ini. 

“Di tengah bencana non-alam pandemi Covid-19 yang masih terjadi ini, potensi bencana lain masih mengancam di Provinsi Riau. Kita ketahui bahwa Riau adalah Provinsi yang rawan bencana kebakaran hutan dan lahan serta asap, dengan potensi gambut yang besar yaitu sekitar 54 persen dari total luas Provinsi Riau persen di Pulau Sumatera,” ujar Gubri Syamsuar.


“Pada Tahun 2020 kita berhasil menekan terjadinya karhutla menurun sampai 83,62 persen, dibandingkan tahun sebelumnya. Di awal tahun 2021 ini sudah muncul beberapa titik api yang tersebar di sejumlah kabupaten di Provinsi Riau yaitu, Kabupaten Siak, luas terbakar sebanyak 33 hektar. Kabupaten Bengkalis luas terbakar sebanyak 17,7 hektar. Kabupaten Rokan Hilir, luas terbakar sebanyak 5 Hektar. Dan Kota Dumai, luas terbakar sebanyak 0,01 hektar,” ungkap Gubri. 

Dijelaskan Gubri, bencana Karhutla sudah menjadi isu penting dan menghabiskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang cukup besar jumlahnya untuk penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap. Bencana karhutla dan kabut asap menimbulkan berbagai dampak baik di Provinsi Riau sendiri maupun di provinsi tetangga.

“Dampak kesehatan berupa timbulnya penyakit ISPA, pneumonia. Dampak pendidikan berupa sekolah yang diliburkan. Dampak ekonomi berupa lumpuhnya transportasi udara akibat ditutupnya bandara karena jarak pandang yang minim, hingga dampak sosial berupa dievakuasinya sekelompok masyarakat, akibat tempat tinggalnya sudah sangat berbahaya karena api sudah mendekat dan diselimuti asap tebal,” kata Gubri.