Menelisik Batas Seksualitas dalam Arca Indonesia

Menelisik Batas Seksualitas dalam Arca Indonesia

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA – "Jika ini hanya sekadar vagina, saya akan membentuk labia dan klitoris juga. Namun, ini juga merupakan lambang luka."

Klaim tersebut muncul dari mulut seniman Brasil Juliana Notari yang pada saat itu mempertahankan nilai-nilai dalam karya kontroversialnya, yaitu patung vagina raksasa setinggi 33 meter dan lebar 16 meter.

Menurutnya, vagina bukan hanya simbol seks, tapi juga interprestasi luka terbuka. "Ketika muncul, terbukalah interpretasi luas ke berbagai dimensi, termasuk eksploitasi bumi oleh kapitalisme," katanya.


Saat debat ini mengemuka, banyak warga Indonesia yang turut berkomentar. Beberapa di antaranya bahkan membahas berbagai artefak sejarah di Indonesia, artefak tersebut juga menunjukkan komponen hasrat seksual, namun sebenarnya memiliki makna yang luas.

Kala manusia modern memperkarakan erotisme dalam seni, nenek moyang Indonesia sudah membangun berbagai peninggalan seni dengan unsur seksualitas bermakna dalam. (iStockphoto/javarman3)

Tak usah jauh-jauh, ambil saja contoh Monumen Nasional. Kala membangun tugu tersebut, Presiden Sukarno berulang kali menggelar sayembara demi mendapatkan desainer yang benar-benar dapat mengakomodasi keinginannya memasukkan unsur lingga dan yoni.

Dalam ajaran Hindu, lingga (phallus) merupakan simbol kejantanan seorang pria. Sementara itu, yoni (vulva) adalah simbol perempuan atau kesuburan.

Saat proses pembangunan Monas, Sukarno disebut-sebut terinspirasi dari CandiSukuh, satu situs keagamaan Hindu diKaranganyar, Jawa Tengah. Candi tersebut merupakan salah satu situs dengan peninggalan arca lingga danyoni terbanyak.

Representasi lingga dan yoni dalam peninggalan sejarah Indonesia ternyata tersebar di berbagai pelosok. Tak hanya di situs-situs keagamaan, batu nisan berbentuk phallus juga dapat ditemukan di berbagai penjuru Indonesia, mulai dari Sumatra Barat hingga Nusa Tenggara Barat.

Di masa modern, simbol phallus juga dapat ditemukan di suvenir berbentuk penis dari Bali, atau yang biasa disebut lolok.

Dosen Antropologi Universitas Gadjah Mada yang berasal dari Bali, Pande Made Kutanegara, pun menyayangkan ketika simbol bermakna tersebut disalahartikan oleh turis luar Pulau Dewata.

Lebih jauh, ia juga menyayangkan ketika banyak pihak memandang miring temuan-temuan peninggalan sejarah yang mengandung unsur lingga dan yoni.

"Ini bukan porno. Lingga-yoni itu kan lambang kesuburan dan orang dulu yang memiliki relasi dengan alam sangat percaya dengan filosofi itu. Penampakan lingga-yoni itu kan pengharapan dan permohonan kesuburan, agar alam semesta gemah ripah loh jinawi," kata Pande.