Kejati Riau Siap Hadapi Praperadilan Yan Prana Terkait Kasus Korupsi di Bappeda Siak

Kejati Riau Siap Hadapi Praperadilan Yan Prana Terkait Kasus Korupsi di Bappeda Siak

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kejaksaan Tinggi Riau menyatakan kesiapannya menghadapi sejumlah upaya yang mungkin akan dilakukan Yan Prana Jaya Indra Rasyid untuk lolos dari jeratan hukum. Salah satunya melalui upaya hukum praperadilan.

Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau nonaktif itu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi anggaran rutin dan kegiatan di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2014-2017. Saat itu, Yan Prana menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak sekaligus Pengguna Anggaran (PA).

Dia dituding melakukan pemotongan atau pemungutan setiap pencairan yang sudah dipatok, yakni sekitar 10 persen. Yang dipotong itu adalah kegiatan yang bernilai Rp1,2 miliar hingga Rp1,3 miliar. Akibatnya, negara terindikasi mengalami kerugian sekitar Rp1,8 miliar.


Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat dengan pasal berlapis sebagaimana tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yakni, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal 12 huruf (e), Pasal 12 huruf (f) UU Tipikor, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Yan Prana ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (22/12/2020) lalu. Dia juga langsung ditahan oleh Jaksa dan dititipkan di Rutan Kelas I Pekanbaru.

Adapun alasan penahanan terhadap Yan Prana sendiri, sifatnya subjektif agar yang bersangkutan tidak mempersulit proses penyidikan. 

Sehari berselang, Denny Azani B Latief selaku penasehat hukum Yan Prana mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan. Dia menjamin Yan Prana akan kooperatif menjalani proses hukum yang menjeratnya.

Dalam permohonan itu, pihaknya juga melampirkan permintaan yang sama dari Gubernur Riau, Syamsuar.

Terkait permohonan itu, tim penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau telah menelaah dan memutuskan untuk menolak permohonan tersebut.

Yan Prana dimungkinkan untuk kembali mengajukan penangguhan atau pengalihan status tahanan dengan menambahkan jaminan uang dalam permohonannya. Terkait hal itu, Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, memberikan penjelasan.

"Kalau mengajukan jaminan uang itu diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah,red) Nomor 27 tahun 1983. Uangnya dititipkan ke pengadilan negeri," ujar Raharjo, Kamis (7/1/2020).

"Misalnya, PH mengajukan penangguhan penahanan. Berapa besarnya (uang jaminan) berdasarkan hasil kesepakatan antara penyidik dan PH. Kalau jaminan uang ini disetorkan ke pengadilan," sambung dia.

Lanjut Raharjo, penyidik telah melakukan proses penyidikan secara profesional. Termasuk dalam hal penetapan dan penahanan tersangka.

Dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, kata dia, penyidik diyakini telah mengantongi minimal dua alat bukti permulaan. Alat bukti itu berupa keterangan saksi, surat, keterangan tersangka, petunjuk, dan keterangan ahli.

"Dalam hal ini, penyidik menetapkan tersangka otomatis tidak semudah seperti yang dibayangkan. Kami sudah memenuhi mekanisme yang telah diatur dalam putusan MK (Mahkamah Konstitusi,red) terkait minimal alat bukti," terang dia.

"Jadi kami menetapkan tersangka sudah sesuai pertimbangan yang alat bukti cukup, bahkan lebih dari 2 alat bukti," lanjut Raharjo.

Dengan begitu, Raharjo mengatakan kesiapan penyidik jika Yan Prana mengajukan upaya hukum praperadilan terkait status tersangka yang disandangnya. "Kami siap seandainya ada gugatan praperadilan di pengadilan negeri. Otomatis tim penyidik siap menghadapi gugatan itu," pungkas Raharjo Budi Kisnanto.


Reporter: Dodi Ferdian
 



Tags Korupsi