Kritik PSBB dan Gelaran Pilkada, Dokter Tirta Sebut Covid-19 Ditunggangi Politik

Kritik PSBB dan Gelaran Pilkada, Dokter Tirta Sebut Covid-19 Ditunggangi Politik

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Lewat akun Instagramnya, Selebgram Dokter Tirta menumpahkan kegelisahannya terhadap penanganan Covid-19 di Indonesia dalam kapasitasnya sebagai tenaga medis.

Ia mengkritik pedas penanganan Covid-19 dengan langkah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) khususnya yang diterapkan di DKI Jakarta.

"PSBB Jakarta tapi jumlah positif per hari tetap ribuan. Ujung-ujungnya warga yang disalahkan. Udah ga makan. Disalah-salahin. Didenda pula. Saya kira PSBB beneran. Tapi yang dirazia cuma rumah makan dan lapangan," tulis keterangannya di akun Instagram @dr.tirta, Jumat (26/09/2020).


Menurutnya, denda yang diterapkan kali ini tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.

Tidak hanya itu, dokter nyentrik ini juga mempertanyakan larinya uang denda yang dikeruk petugas, apakah ke rakyat atau ke yang lainnya.

"Saya yakin saya juga bakal remuk. Cepat atau lambat. Entah secara ekonomi/kena covid juga," imbuhnya.

Di unggahan selanjutnya dengan format live Instagram, Dokter Tirta bicara panjang lebar selama satu jam lebih.

Disematkan pula di keterangan video live Instagramnya bahwa Covid-19 di Indonesia ditunggangi politik.

"Part 4.0 : covid ditunggangi politik. INI SALAH SATU LIVE YG TER FRONTAL YG PERNAH SAYA LAKUKAN," tulisnya memberi penjelasan.

Dokter Tirta menyebut, banyak kepala daerah yang tidak kompak dalam penanganan Covid-19, PSBB setengah-setengah, dan dendanya tidak jelas.

"Saya pegang bukti lengkap chat dan rekaman," tegas Dokter Tirta memperkuat pernyataannya.

Sayangnya, lanjut Dokter Tirta, instruksi yang jelas dari presiden tidak dijalankan dengan baik oleh kepala daerah.

Oleh sebab carut marutnya penanganan Covid-19 ini, ia pun menuliskan opini pribadinya sebagai tawaran solusi.

"Solusi dari saya: Tunda pilkada (bukan karena politik, tapi duitnya bisa buat rakyat miskin). Swab gratis di dki, jatim, bali, jateng jabar dan sulsel," ujarnya.

"Lupakan rapid test , batalkan aturan rapid as administrasi. Ikhlaskan saja. Toh angka positif akan meroket terus nantinya. Ga perlu membuat kebijakan setengah-setengah, dari awal sudah salah," tutupnya.