WHO Setujui Uji Klinis Obat Herbal untuk Covid-19
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Khusus negara Asia, pengobatan herbal ikut ditempuh sebagai alternatif penyembuhan pasien terinfeksi Covid-19.
Terkait upaya mencari pengobatan, akhirnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyetujui uji klinis herbal demi mengatasi penyebaran COVID-19. Laporan terbaru menunjukkan, lisensi WHO akan memungkinkan uji coba fase I/II dari obat-obatan herbal tertentu di beberapa bagian dunia. Bahkan pascamonitoring keamanan dan studi khasiat, peluncuran obat-obatan tersebut juga bisa dipercepat.
Laman Times of India melaporkan, WHO tergerak lebih serius menakar keunggulan dan tingkat keberhasilan yang terlihat dalam penggunaan bahan tradisional dalam menganggulangi wabah penyakit di masa lalu. Salah satunya penyakit Ebola.
Sementara terapi dan perawatan herbal tunduk kepada dukungan ilmiah, langkah terbaru ini membawa kita selangkah lebih dekat untuk memerangi krisis virus mematikan ini. Ada beberapa alasan mengapa herbal perlu menjadi rujukan.
Pertama, obat-obatan herbal sudah digunakan untuk melawan epidemi di masa lalu. Pengobatan herbal dan pengobatan alternatif telah teruji pada beberapa penelitian yang menunjukkan penggunaan profilaksis dari beberapa terapi dapat mempercepat pemulihan bahkan menurunkan tingkat keparahan.
Untuk Anda ketahui, oat-obatan herbal juga banyak digunakan selama krisis Flu Spanyol pada 1918 silam. Di Wuhan, China, yang menjadi awal penyebaran virus Corona, para dokter terus bereksperimen dengan pengunaan obat tradisional China atau TCM untuk mengatasi efek samping yang mengancam jiwa dari beberapa obat konvensional yang digunakan dalam pengobatan.
Obat-obatan China disetujui digunakan pada tahap awal untuk merawat pasien, termasuk penggunaan ramuan tradisional, seperti akar manis, jeruk pahit, dan banyak tumbuhan lainnya.
Alasan kedua, obat herbal dipuji karena penggunaan profilaksisnya. Percobaan paling menarik saat ini yang sedang dilakukan oleh DAILAB IIT Delhi dan Institut Nasional Sains dan Teknologi Industri Lanjutan (AIST) Jepang. Mengomentari susunan biokimia alami, para peneliti mengataka, sifat ashwagandha dapat digunakan untuk menargetkan enzim penyebab penyakit dan memecah protein, Mpro (Main protease), yang bertanggung jawab untuk replikasi dan penyebaran virus.
Ketiga, bahan herbal dapat membantu pengembangan vaksin. Sifat anti-virus yang sama juga telah diamati pada ramuan lain, Propolis Selandia Baru, yang dapat membantu memblokir dan melemahkan struktur virus.
Menariknya, perusahaan farmasi juga terjun ke III eksperimen tersebut. Grup seperti Medicago yang berbasis di Kanada dan perusahaan medis lain yang berbasis di Australia juga sedang bekerja mengembangkan vaksin nabati menggunakan bahan berbasis jamu yang kuat.
Terpisah, Deputi II Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Maya Gustina Andarini, mengatakan, dengan jamu produk herbal tergolong ramuan empiris, yang artinya sudah turun-temurun digunakan sejak zaman nenek moyang.
"Seperti temulawak, beras kencur, kunyit asam, itu kan semua ramuan-ramuan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang kita dan klaimnya pun klaim empiris. Kita melihat itu dari beberapa pustaka. Itu untuk jamu tidak perlu uji empiris, sebab kita sudah tahu mengenai keamanannya," ujarnya.