Kemdikbud Bantah Ada Klaster Covid-19 Buntut Pembukaan Sekolah di Zona Kuning

Kemdikbud Bantah Ada Klaster Covid-19 Buntut Pembukaan Sekolah di Zona Kuning

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memberikan klarifikasi terhadap laporan adanya klaster Corona baru di sekolah di berbagai daerah. Menurut Kemendikbud, kasus konfirmasi COVID-19 yang ada tidak terjadi akibat pembukaan sekolah di zona kuning.

Dirjen PAUD-Pendidikan Dasar Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Jumeri mengatakan sejak Mendikbud Nadiem Makarim bersama kementerian terkait merilis pembukaan sekolah secara tatap muka untuk zona kuning, kementeriannya menerima laporan adanya klaster terkait COVID-19 di satuan Pendidikan.

"Dari pembukaan tatap muka yang kami rilis pada Jumat lalu tangal 7 Agustus lalu, ada laporan dari berbagai daerah bahwa akibat dari pembukaan sekolah tatap muka itu telah terjadi klaster-klaster baru di dunia pendidikan, di mana terjadi korban, seolah akibat dari pembukaan zona kuning ini telah menyebabkan kejadian yang dimaksud di lapangan," kata Jumeri dalam telekonferensi Bincang Sore Kemendikbud pada Kamis (13/8/2020).


Jumeri menegaskan tidak ada klaster baru di satuan pendidikan sejak Kemendikbud membuka sekolah tatap muka di zona kuning. Menurutnya, informasi adanya klaster Pendidikan akibat SKB 4 Menteri tentang Pembukaan Sekolah di Masa Pandemi COVID-19 tidak benar.

"Kami sampaikan untuk mengklarifikasi, memastikan bahwa informasi yang terjadi tumbuhnya atau timbulnya klaster baru di dunia pendidikan akibat SKB 4 menteri, relaksasi SKB 4 menteri, tidak benar," tegas Jumeri dalam paparannya.

Berikut paparan Jumeri per daerah:

Provinsi Papua

Jumeri menjelaskan ada sebanyak 289 peserta didik di Papua yang terpapar COVID-19. Menurut Jumeri peserta didik itu tidak terpapar Corona di bulan Agustus. Namun, mereka terpapar sejak bulan Maret hingga Agustus 2020.

"Nah pertama di papua, ada 289 peserta didik yang mengalami terpapar pandemi COVID-19. Nah ini rupanya perlu kita luruskan, kejadian di Papua ini bukan terjadi pada bulan Agustus. Tapi ini akumaulasi dari Maret sampai Agustus," ucap Jumeri.

Dari jumlah tersebut, Jumeri mengatakan mereka tidak terpapar COVID-19 di sekolahnya, melainkan di tempat lain. Lebih lanjut, dia mengatakan anak-anak itu terdiri dari rentang usia 0-18 tahun.

"Nah itu jumlah peserta didik anak usia 0-18 tahun yang terpapar COVID-19 dalam kehidupan sehari-harinya, tidak diskolahnya atau satuan pendidikannya.," ucap Jumeri.

Kota Balikpapan, Kalimantan Timur

Jumeri mengatakan di Balikpapan ada seorang guru yang terkonfirmasi COVID-19. Namun, ia mengatakan guru tersebut tidak terpapar COVID-19 di sekolah, melainkan terpapar dari tetangganya.

"Peristiwa lainnya yang terjadi di Balikpapan dulu, ada satu orang guru terpapar COVID. tapi itu terpapar dari tetangganya dan dia tidak dalam posisi ada di sekolah," kata Jumeri.

Jumeri juga mengatakan guru tersebut segera melakukan isolasi mandiri di rumahnya. Menurutnya, guru itu tidak melakukan kegiatan belajar-mengajar.

"Kemudian dia isolasi di rumahnya, tidak melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan di Balikpapan belum dilaksanakan pembukaan tatap muka," ucap Jumeri.

Kabupaten Rembang, Jawa Tengah

Jumeri mengatakan di SMK Negeri 1 Rembang juga ada guru-guru yang dinyatakan positif COVID-19. Namun, Jumeri mengatakan guru-guru itu terkena COVID-19 saat sekolah di sana belum melakukan pembelajaran tatap muka.

"Kemudian Rembang, itu terjadi di SMK Negeri 1 Gunem, itu juga di daerah pedalaman di Kabupaten Rembang. Ada guru-guru yang yang positif di sebuah sekolah, tetapi justru terjadi ketika KBM belum dimulai. Karena Jawa Tengah belum ada SMK yang membuka layanan tatap muka," kata Jumeri.

Menurut Jumeri, guru tersebut terpapar dari salah satu pejabat di kota tersebut. Dia menegaskan penularan tidak terjadi di satuan pendidikan.

"Nah penularan bukan dari satuan pendidikan tetapi dari unsur lain di Pemerintah Daerah. Karena ada pejabat daerah Rembang yang terkena COVID dan ini guru terpapar dari interaksi di situ. Bukan karena pada satuan Pendidikan," ucap Jumeri.

Pontianak, Kalimantan Barat

Di Pontianak juga terdapat 14 siswa SMA dan 8 guru SMA yang dinyatakan reaktif COVID-19. Jumeri menjelaskan data tersebut diperoleh usai pemerintah setempat melakukan tes Corona terhadap satuan Pendidikan yang hendak membuka sekolah tatap muka.

"Ini Gubernur Kalimantan Barat melakukan swab tes terhadap guru dan rapid test terhadap peserta didik. Hasilnya 14 peserta didik adalah reaktif dan 8 guru reaktif. Itu Dalam situasi persiapan membuka sekolah, artinya sekolah belum beroperasi. Sekolah belum buka tatap muka," jelas Jumeri.

Menurutnya, peristiwa itu merupakan contoh baik yang patut ditiru oleh pemerintah daerah lainnya. Dia berharap pemda lain dapat mengalokasikan anggaran guna melakukan tes terkait Corona terhadap satuan Pendidikan guna mempersiapkan pembukaan sekolah tatap muka.

"Ini contoh yang baik, yang bisa kita sebarkan kepada seluruh pemerintah daerah. bahwa pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk bisa melakukan swab tes kepada bapak ibu guru di sekolah maupun peserta didik. Nah jika diketahui ada yang reaktif maka pembukaan tatap muka di Pontianak ditunda. Belum sempat dibuka," ujar Jumeri.

Kota Tulungagung, Jawa Timur

Di Kota Tulungagung, Jawa Timur juga ada seorang siswa SD yang reaktif COVID-19. Setelah ditelusuri, Jumeri mengatakan siswi tersebut tidak tertular di sekolah.

"Kemudian peristiwa Tulungagung, itu sebuah SD di daerah pedalaman dan terpencil dan SD-nya itu belum buka tatap mukanya. Jadi kejadian reaktif pada siswa SD di Tulungagung sudah diklarifikasi bahwa siswa tersebut tidak sedang dalam belajar di sekolah," kata Jumeri.

Jumeri menjelaskan siswa di SD tersebut sempat kesulitan melakukan PJJ secara daring. Sekolah itu pun membuat kelompok belajar dengan jumlah maksimal 5 orang sehingga guru datang untuk memberikan pelajaran.

Jumeri menjelaskan ada satu siswa yang reaktif COVID-19. Menurutnya, siswa itu tertular dari orang tuanya yang berprofesi sebagai pedagang.

"Nah ada 1 peserta didik itu yang reaktif Positif itu tertular dari orang tuanya. Karena orang tuanya itu sering bepergian ke berbagai daerah karena orang tuanya pedagang. Dia punya kesempatan ke berbagai tempat kemudian tertular ke anaknya," jelas Jumeri.

Lebih lanjut Jumeri menjelaskan keempat anak lainnya sudah melakukan isolasi mandiri. Empat anak tersebut, menurutnya, telah dinyatakan negatif COVID-19.

"Empat siswa lain sudah isolasi, meskipun mereka dites tidak positif. Ya negatif. Ini kejadian di Tulungagung," tuturnya.