Anggota DPR PDIP: Jangan-Jangan yang Buat Omnibus Law Swasta

Anggota DPR PDIP: Jangan-Jangan yang Buat Omnibus Law Swasta

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Anggota Panitia Kerja Omnibus Law dari Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan mencurigai draf Omnibus Law Cipta Kerja dibuat oleh pihak swasta. Dia mempertanyakan soal masalah perizinan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, diambil alih pemerintah pusat.

Arteria mengatakan, alasan pemerintah mengenai perizinan itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Mau nanya saya sekarang, yang buat Omnibus ini sudah baca UU 23/2014 tidak? Jangan-jangan yang buat ini orang swasta," katanya saat rapat pembahasan RUU Omnibus Law di DPR, Selasa (4/8/2020).


Alasan pemerintah menyebutkan kewenangan pemerintah pusat didelegasikan ke daerah dinilai aneh. Karena di Omnibus Law disebutkan pemerintah pusat tak punya kewenangan hal tersebut.

Penjelasan pemerintah tentang peraturan daerah yang bermasalah yang harus dilimpahkan ke pemerintah pusat tak masuk akal jika diatur dalam Omnibus Law. Karena alasan itu sudah dielaborasikan ke dalam 13 pasal di dalam UU 23/2014.

"Jangan kita retorika macam-macam panjang lebar. Ini sudah ada di UU 23/2014 menjadi tujuan di omnibus. Makanya saya ingin pahami, yang mana yang kurang?" ujarnya.

Arteria juga menyinggung Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang harus mendapatkan persetujuan pusat. Dia mengatakan, pemerintah daerah harus menetapkan RDTR yang telah disetujui pemerintah pusat dalam jangka waktu satu bulan. Hal itu terdapat Dalam Bagian Ketiga RUU Cipta Kerja tentang Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan Pengadaan Lahan, RDTR harus disetujui oleh pemerintah pusat.

Anggota Komisi III DPR RI itu mengingatkan, pemerintah provinsi, kabupaten dan kota memiliki otonomi. Perubahan kewenangan itu dalam konteks tata ruang bertentangan dengan konstitusi. Penataan ruang bukan kewenangan pemerintah pusat.

Lebih lanjut, Arteria mempertanyakan apakah Presiden Joko Widodo mendapatkan informasi mengenai hal itu. Dia meminta jangan Omnibus Law menjadi akal-akalan pihak tertentu.

"Jangan jual-jual nama Pak Presiden. Jangan-jangan Pak Jokowi tidak tercerahkan dan tidak dijelaskan terkait hal ini," tegasnya.

Mendengar pernyataan itu, Ketua Baleg DPR sekaligus Ketua Panja Omnibus Law, Supratman Andi Agtas menilai tuduhan Omnibus Law bikinan swasta merupakan tuduhan serius dan harus diklarifikasi pemerintah. Supratman mengatakan naskah akademik RUU Cipta Kerja diserahkan langsung pemerintah ke DPR.

"Kalau bener bahwa ini adalah produk swasta bukan produk Presiden RI, ini berbahaya. Nanti tolong apakah betul ini menjadi apa yang disampaikan Arteria tadi. Itu berbahaya, kalau ternyata produk ini ternyata bukan produk pemerintah," tutupnya.