Terungkap Fakta Baru di Sidang Kasus Suap Bupati Bengkalis Nonaktif Amril Mukminin

Terungkap Fakta Baru di Sidang Kasus Suap Bupati Bengkalis Nonaktif Amril Mukminin

RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU – Fakta baru terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap dengan terdakwa Amril Mukminin, Bupati Bengkalis nonaktif yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (9/7/2020).

Dalam persidangan yang digelar secara virtual itu, Majelis Hakim diketuai Lilin Herlina berada di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, bersama Tim JPU dan Penasehat Hukum terdakwa.

Sementara Amril Mukminin berada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Pekanbaru. Proses sidang tersebut memanfaatkan teknologi video teleconference.


Fakta baru tersebut adalah adanya permintaan uang miliaran rupiah dari kalangan anggota DPRD Bengkalis kepada PT CGA sebagai fee atau komisi karena perusahaan tersebut memenangkan tender.

Hal itu sebagaimana diungkapkan saksi Abdul Kadir. Diakuinya, ada pertemuan yang pembahasan tentang fee sebesar 1,5 persen dari PT CGA. Hal itu, kata dia, berdasarkan arahan dari Ketua DPRD Bengkalis yang kala itu dijabat oleh Heru Wahyudi.

“PT CGA yang menjanjikan,” ungkap Abdul Kadir, seperti dilansir dari haluanriau.co --jaringan Haluan Media Group--.

Atas keterangan itu, Hakim Ketua membacakan BAP Abdul Kadir yang menerangkan bahwa uang kompensasi itu adalah permintaan anggota Dewan. Hakim Ketua Lilin Herlina juga mengingatkan Abdul Kadir ada ancaman pidana jika memberikan keterangan palsu di persidangan.

Terkait hal itu, Abdul Kadir merubah keterangannya. Diakuinya, fee merupakan permintaan dari kalangan legislatif di Kabupaten Bengkalis.

“Saat itu, PT CGA hanya sanggup memberi 1,5 persen. Sementara, anggota (Dewan) minta 2,5 persen dari nilai pekerjaan. Pada akhirnya kompensasi tetap 1,5 persen,” beber dia.

Setelah terjadi kesepakatan, Abdul Kadir mengaku dihubungi oleh Heru Wahyudi dan diperintahkan untuk menjemput uang kompensasi dari PT GCA melalui Triyanto.

“Uang itu diterima dari Triyanto (perwakilan PT CGA, red). Waktu itu (saya menghubungi Triyanto) mengatakan Rp1 miliar,” lanjut Abdul Kadir.

Uang itu dijemputnya secara langsung. Transaksi ini terjadi di parkiran depan Hotel Sabrina Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru. Namun, mengenai kapan uang tersebut diterima, ia mengaku, tidak ingat.

“Uang itu dibungkus dalam amplop warna putih. Isinya 50 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp500 juta. Uang itu, saya simpan di dalam mobil,” ujar Abdul Kadir yang juga pernah menjadi Pimpinan DPRD Bengkalis itu.

Keesokan harinya, dia bertemu dengan Heru Wahyudi di Pekanbaru. Saat itu, Abdul Kadir menyampaikan telah menerima uang dari PT CGA. Sedangkan, terhadap sisanya dijanjikan Tryanto akan diberikan di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

“30 ribu dolar Singapura diambil Heru Wahyudi. Sisanya 20 ribu sama saya,” tutur dia.

Selang beberapa hari kemudian, Abdul Kadir berangkat ke Batam untuk bertemu Triyanto dan mengambil sisa uang fee yang dijanjikan sebesar 50 ribu dolar Singapura. Begitu tiba di Bandara Hang Nadim, kata dia, dirinya dijemput dan menginap di Hotel Nagoya Hill.

“Uang itu diberikan Triyanto di hotel. Dari sana (Batam,red) saya langsung ke Pekanbaru untuk menjumpai pimpinan (Heru,red),” terang Abdul Kadir lagi.

Selanjutnya Heru Wahyudi memerintahkan dirinya untuk membagi-bagian uang 70 ribu dolar Singapura kepada anggota DPRD Bengkalis. Akan tetapi, hal itu tidak direalisasikannya setelah bertemu dengan anggota legislatif lainnya, Kadaerismanto, dan Indrawan Sukmana.

“Kaderismanto menyebutkan, apa yang kita lakukan salah, dan saya sadar. Saran beliau uang itu dikembalikan. Saya menyimpan uang itu dan menunggu untuk mengembalikan kepada orang yang tepat,” imbuhnya.

Terhadap keterangan itu, Lilin Herlina kembali membacakan BAP Abdul Kadir. Disana dia menerangkan, Indrawan Sukamana, dan Kaderismanto sepakat mengembalikan uang 70 ribu dollar Singapura kepada Tryanto. Namun, pengembalian uang tersebut setelah perayaan Idul Fitri 2018 lalu.

“Kalau saudara sadar, saat itu dikembalikan. Bukan 2 tahun kemudian. Saudara itu mengembalikan uang bukan karena sadar, melainkan karena (PT CGA) tidak memenuhi komitmen janji,” cecar Hakim Ketua.

“Iya, Yang Mulia,” jawab Abdul Kadir mengakui.

Kemudian, giliran JPU KPK yang mencecar Abdul Kadir dengan sejumlah pertanyaan. Salah satunya fee 1,5 persen yang diminta dari mana asalnya serta berapa jumlahnya. Akan tetapi, mantan pimpinan DPRD Bengkalis mengaku, tidak mengetahuinya.

“Jumlahnya saya tidak tahu. 1,5 persen itu dari angka (nilai kontrak proyek) yang ditetapkan,” tutur Abdul Kadir.

Dalam sidang ini hakim juga menghadirkan saksi lain, Indra Gunawan Eet, Heru Wahyudi, dan Zulhelmi.

Dua nama yang disebutkan terakhir juga pernah menjadi pimpinan DPRD Bengkalis.

Sementara seorang saksi lainnya, Syahrul Ramadhan, didengarkan kesaksiannya melakui video teleconference. Dia berada di Rutan Pekanbaru karena tengah menjalani hukuman dalam perkara yang lain.

Untuk diketahui, Amril Mukminin didakwa Jaksa pada KPK dalam perkara dugaan gratifikasi. Jumlahnya beragam. Ada yang Rp5,2 miliar, dan ada juga sebanyak Rp23,6 miliar lebih.

Uang Rp5,2 miliar, berasal dari PT Citra Gading Asritama (CGA) dalam proyek pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning. Sedangkan uang Rp23,6 miliar lebih itu, dari 2 orang pengusaha sawit. Uang dari pengusaha sawit itu diterima Amril melalui istrinya, Kasmarni. Ada yang dalam bentuk tunai, maupun transfer.

Pada persidangan sebelumnya juga terungkap kalau Amril Mukminin juga menerima uang ‘ketok palu’ pengesahan RAPBD Kabupaten Bengkalis TA 2013. Dalam RAPBD yang disahkan tahun 2012 itu, terdapat rencana pengerjaan 6 paket kegiatan multiyears, termasuk proyek pembangunan jalan Duri-Sei Pakning.

Adapun uang tersebut diterimanya langsung dari Jamal Abdillah yang kala itu menjabat Ketua DPRD Bengkalis. Selain itu, dia juga menerima uang dari Firzal Fudhoil, Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Bengkalis periode 2008-2014. Adapun totalnya mencapai Rp100 juta.

Baik Jamal Abdillah maupun Firzal Fudhoil dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan yang berlangsung secara virtual itu. Selain dua nama tersebut, juga terdapat seorang saksi lainnya. Dia adalah Abdulrahman Atan, yang juga merupakan anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014.

Atas perbuatannya, Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.



Tags Korupsi