Singgung Efek Jera untuk Koruptor, ICW Kecam Nazaruddin Bebas

Singgung Efek Jera untuk Koruptor, ICW Kecam Nazaruddin Bebas

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Terpidana kasus korupsi yang merupakan mantan bendahara umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, ternyata sudah bebas dari Lapas Sukamiskin. Menanggapi itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam hal tersebut serta meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menganulir keputusan cuti menjelang bebas Nazaruddin.

"Sebagaimana diketahui bahwa terpidana kasus korupsi, Muhammad Nazaruddin, mendapatkan program cuti menjelang bebas sejak tanggal 14 Juni yang lalu. Menurut pengakuan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkum HAM Jawa Barat, mantan Bendahara Partai Demokrat ini juga memperoleh remisi sebanyak 49 bulan," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulis, Rabu (17/6/2020).

Kurnia mengatakan ada beberapa hal yang disorot ICW, mulai dari pemberian remisi hingga dugaan ketidakberpihakan Kementerian Hukum dan HAM dalam isu pemberantasan korupsi di Tanah Air. Terkait pemberian remisi terhadap Nazaruddin, ICW menilai hal itu bertentangan dengan undang-undang.


"Atas peristiwa ini, Indonesia Corruption Watch memiliki beberapa catatan. Pertama, pemberian remisi terhadap Nazaruddin telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 A ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 (PP 99/2012) secara tegas menyebutkan bahwa syarat terpidana kasus korupsi untuk mendapatkan remisi di antaranya adalah bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator, JC). Sedangkan menurut KPK, Nazaruddin sendiri tidak pernah mendapatkan status sebagai JC," ucap Kurnia.

"Kedua, pemberian remisi kepada Nazaruddin ini semakin menguatkan indikasi bahwa Kemenkum HAM tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi dengan mengabaikan aspek penjeraan bagi pelaku kejahatan. Sebab, berdasarkan putusan dua perkara korupsi yang menjerat Nazaruddin, seharusnya terpidana ini baru dapat menghirup udara bebas pada tahun 2024 atau setelah menjalani masa pemidanaan 13 tahun penjara," sambung Kurnia.

ICW khawatir hal-hal tersebut membuat pelaku kejahatan korupsi di masa mendatang tak jera. "Dengan model pemberian semacam ini, maka ke depan pelaku kejahatan korupsi tidak akan pernah mendapatkan efek jera," imbuh Kurnia.

Kurnia melanjutkan ICW pun menilai keputusan pemberian remisi kepada Nazaruddin seakan mengabaikan kerja para penyidik KPK yang telah berupaya membongkar praktik korupsi. ICW juga menyoroti kerugian negara yang diakibatkan tindakan korupsi Nazaruddin, yakni senilai Rp 54,7 miliar.

"Ketiga, keputusan Kemenkum HAM untuk memberikan remisi pada Nazaruddin seakan telah mengabaikan kerja keras penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi. Terlebih lagi, kasus Wisma Atlet yang menjerat Nazaruddin ini memiliki dampak kerugian negara yang besar, yakni mencapai Rp 54,7 miliar. Tak hanya itu, Nazaruddin juga dikenakan pasal suap karena terbukti menerima dana sebesar Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah. Bahkan aset yang dimilikinya sebesar Rp 500 miliar pun turut dirampas karena diduga diperoleh dari praktik korupsi," ungkap Kurnia.

Masih menurut ICW, tambah Kurnia, Kemenkum HAM semestinya mempertimbangkan temuan Ombudsman yang pada 2019 mendapati sel Nazaruddin lebih luas dibanding sel narapidana lainnya.

"Keempat, pada akhir tahun 2019 yang lalu Ombudsman sempat menemukan ruangan yang ditempati Nazaruddin di Lapas Sukamiskin lebih luas dibanding sel terpidana lainnya. Tentu jika temuan ini benar, maka semestinya Kemenkum HAM tidak dapat memberikan penilaian berlakuan baik pada Nazaruddin sebagaimana disinggung dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a PP 99/2012. Ditambah lagi poin berlakuan baik tersebut merupakan salah satu syarat wajib untuk mendapatkan remisi," ujar Kurnia.

Berdasarkan analisis tersebut, ICW meminta Menkumham Yasonna Laoly menganulir keputusan cuti jelang bebas Nazaruddin dan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi kinerja Yasonna.

"Untuk itu, ICW menuntut agar satu, Menteri Hukum dan HAM segera menganulir keputusan cuti menjelang bebas atas terpidana Muhammad Nazaruddin. Dua, Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Menteri Hukum dan HAM karena telah abai dalam mengeluarkan keputusan," tandas Kurnia.

Sebelumnya diberitakan Nazaruddin bebas setelah permohonan cuti menjelang bebas atau CMB yang diajukannya disetujui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Ditjen Pemasyarakatan (Pas).

Dalam penjelasan Ditjen Pas disebutkan ada salah satu pertimbangan mengenai status justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama. Namun, di sisi lain, KPK--sebagai penegak hukum yang menangani Nazaruddin--menyebutkan tidak pernah memberikan status JC.

"Narapidana atas nama Muhammad Nazaruddin telah ditetapkan sebagai pelaku yang bekerja sama (JC) oleh KPK berdasarkan: Surat Nomor R-2250/55/06/2014 tanggal 9 Juni 2014 perihal surat keterangan atas nama Muhammad Nazaruddin; Surat Nomor R.2576/55/06/2017 tanggal 21 Juni 2017 perihal permohonan keterangan telah bekerja sama dengan penegak hukum atas nama Mohammad Nazaruddin," kata Kabag Humas Ditjen Pas Rika Aprianti dalam keterangan tertulis, hari ini.



Tags Korupsi