Kesalnya Jokowi Soal Prosedur Penyaluran Bansos Tunai Berbelit-belit

Kesalnya Jokowi Soal Prosedur Penyaluran Bansos Tunai Berbelit-belit

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo beberapa hari ini menyoroti penyaluran bantuan sosial (bansos) tunai. Dia geram penyalurannya berbelit-belit dan begitu lambat untuk sampai ke penerima.

Jokowi pun kembali membahasnya dalam rapat terbatas dengan para menteri kemarin. Dia mengungkapkan prosedur penyaluran bansos tunai terlalu rumit.

"Kecepatan yang kita inginkan agar (penyaluran) bansos itu segera sampai di masyarakat, ternyata memang di lapangan banyak kendala dan problemnya, problemnya adalah masalah prosedur yang berbelit-belit," tegasnya saat membuka rapat terbatas virtual, Selasa (19/5/2020).


Jokowi menekankan saat ini adalah situasi yang luar biasa dan tidak normal. Oleh karena itu bansos baik dalam bentuk tunai maupun sembako dibutuh percepatan dalam penyalurannya.

Dia pun meminta agar penyaluran bansos dibuat sesederhana mungkin agar fleksibel dalam pelaksanaannya. Namun dia menekankan harus tetap akuntabel.

"Yang paling penting bagaimana mempermudah pelaksanaan itu di lapangan. Oleh sebab itu keterbukaan itu sangat diperlukan sekali," tambahnya.

Untuk pencegahan hal-hal yang tidak diinginkan, Jokowi mengusulkan penyaluran bansos agar didampingi KPK, BPKP, dan Kejaksaan.

"Kita memiliki lembaga-lembaga untuk mengawasi dan mengontrol agar tidak terjadi korupsi di lapangan," tegasnya.

Jokowi juga meminta agar menyelesaikan permasalahan data penerima yang tidak sinkron. Dia minta agar data penerima dibuat transparan.

Lalu apa sebenarnya yang menjadi masalah hingga penyaluran bansos tunai lamban?

Menurut versi Menteri Sosial Juliari Batubara perlambatan penyaluran bansos tunai terjadi di awal lantaran ada masalah dalam hal pendataan. Penyaluran data dari daerah mengalami kendala.

"Bahwa di awal-awal itu yang terjadi adalah kelambatan data dari daerah. Kelambatan data dari daerah ini diakibatkan banyaknya data-data yang dikirim dari kabupaten kota ke Kemensos itu tidak mewakili data-data yang dikirim dari desa," ujarnya dalam konferensi pers virtual usai ratas, Selasa (19/5/2020).

Dia menjelaskan, Kemensos sepenuhnya menyerahkan pendataan kepada pihak di daerah. Kemudian dari kelurahan ataupun desa mengirimkan datanya ke Dinas Sosial di tingkat kabupaten/kota.

Namun setelah data itu diterima oleh Kemensos, banyak terjadi penarikan kembali data yang sudah masuk oleh pihak kabupaten/kota. Ternyata banyak desa dan kelurahan yang merasa data yang sudah masuk ke Kemensos tidak sesuai.

"Jadi yang terjadi banyak kabupaten/kota yang menarik kembali. Data-data yang sudah dikirimkan ke Kemensos ditarik kembali, karena ternyata ada desa atau kelurahan yang keberatan. Karena mereka tahu bahwa data yang mereka kirimkan tidak sama dengan data dari Dinsos yang dikirimkan ke Kemensos," terangnya.

Dengan adanya penarikan data kembali oleh desa dan kelurahan untuk melakukan koreksi, akhirnya waktu untuk pendataan molor. Ujungnya penyaluran bansos tunai ikut molor.

Namun untuk mengatasi hal itu, Kemensos kini sudah menutup celah bagi desa dan kelurahan yang ingin menarik data. Mereka sudah tidak bisa lagi mengoreksi data.

"Kepada daerah-daerah sudah tidak ada lagi yang narik-narik data kemudian kirim data lagi. Ini mungkin dikarenakan beberapa program bansos yang bersamaan dari Kemensos ada, Kemendes ada, pemprov ada, pemkot/pemkab ada," tuturnya.

Meski begitu Juliari memaklumi hal itu. Menurutnya tidak mudah untuk membuat data yang akuntabel tapi juga dikejar-kejar waktu.

"Jadi mungkin di level bawah itu tidak mudah untuk melakukan pendataan. Kami pahami, karena juga harus akuntabel juga, tidak sembarangan memberikan data. Kalau hanya mengandalkan kecepatan saja tapi tidak harus akuntabel itu mudah. Ini kan harus cepat dan akuntabel, sehingga yang kami lakukan, kami sudah menyetop untuk data sehingga tidak bisa ditarik-tarik lagi datanya," tegasnya.