Kisruh Data Penerima Bansos di Pekanbaru: Belajarlah dari Surat Al Baqarah 262-264

Kisruh Data Penerima Bansos di Pekanbaru: Belajarlah dari Surat Al Baqarah 262-264

RIAUMANDIRI.ID - Kisruh data penerima bantuan sosial (bansos) di saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Pemerintah Kota Pekanbaru menjadi persoalan baru di Ibu Kota Provinsi Riau ini. 

Awalnya, penerapan PSBB oleh pemerintah bertujuan untuk mencegah berkembangnya sekaligus memutus mata rantai Covid-19. Namun PSBB ini berdampak luas terhadap perekonomian masyarakat. Semuanya serba dibatasi. Lalu pemerintah mengalokasikan anggaran untuk penyaluran bansos, seperti sembako, kepada masyarakat terdampak Covid-19.

Sayangnya, niat baik pemerintah tidak bisa berjalan dengan lancar. Bukannya suasana kondusif yang terjadi, malah sebaliknya, masyarakat, terutama aparatur pemerintah terbawah, RT/RW, menolak pemberian sembako dari Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru. 


Penolakan ini cukup beralasan. Data warga calon penerima bantuan sembako yang diserahkan RT/RW hanya segelintir orang yang diakomodir. Bahkan ada juga warga yang menerima terkonsentrasi di satu komplek perumahan. Yang lebih aneh lagi, ada warga yang dari sisi ekonomi, sesungguhnya tidak pantas menerima, tapi malah mereka mendapat bantuan. Sementara, yang pantas dan berhak menerima dan datanya sudah diajukan RT/RW tidak mendapatkan bantuan tersebut.

Ini sungguh membuat kita miris. Padahal Pemko Pekanbaru melalui Dinas Sosial Kota Pekanbaru, dan Program Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Rukun Warga (PMBRW) yang dibentuk oleh Pemko sendiri, katanya sudah memvalidasi data penerima bantuan sosial.

Tapi kenyataannya? Justru terjadi malah sengkarut data. Tumpang tindih data penerima sembako ini tentu terjadi akibat buruknya kinerja tim validasi Pemko Pekanbaru sendiri, yakni Dinas Sosial Kota Pekanbaru dan PMBRW. Mereka tidak bisa membedakan mana warga yang telah menerima dan mana warga yang belum menerima Program Keluarga Harapan (PKH). Padahal data PKH tersebut merupakan data yang sudah ada di daftar penerima bantuan PKH dari Mensos. 

Sebenarnya kisruh ini berawal di saat pemberian sembako terdampak Covid-19, terhadap 15.625 KK, dan penolakan RT/RW terhadap sembako yang diberikan karena tidak sesuai dengan data yang diserahkan oleh RT/RW. Selain itu, dari validasi yang dilakukan oleh tim Validasi Pemko terhadap penerima, banyak warga yang mampu, seperti dokter, bidan, dan pegawai yang ikut menerima. Dan juga warga penerima PKH juga masuk dalam data yang sudah divalidasi oleh Dinsos Kota Pekanbaru, bersama sarjana pembantu PMBRW. 

Akibatnya Pemko Pekanbaru langsung mengambil langkah dengan memberikan tanda cat merah dengan bertuliskan "Keluarga Miskin Penerima Bantuan PKH", di dinding papan dan pintu, maupun di dinding batu rumah warga miskin. 

Bahkan Walikota Pekanbaru Firdaus MT bersama Wakil Walikota Ayat Cahyadi ikut langsung mengecat merah rumah warga miskin tersebut, agar tidak terjadi tumpang tindih penerima, yang tidak lain akibat anak buahnya yang tidak memvalidasi rumah warga miskin tersebut. 

Tulisan "Keluarga Miskin Penerima Bantuan PKH" bercat merah ini tentu menyayat hati orang miskin yang ada di Pekanbaru. Mereka hanya berharap belas kasih dan bantuan dari pemerintah agar bisa bertahan hidup dari hari ke hari, di tengah sulitnya perekonomian saat ini. Dan mereka sebenarnya juga tidak ingin menjadi orang miskin. Tapi sayangnya Pemerintah Kota Pekanbaru sendiri terkesan merendahkan masyarakat miskin, untuk menjaga imej agar tidak disalahkan terkait tumpang tindih penerima bantuan sembako. Ini terkesan mengorbankan masyarakat miskin. 

Bantuan PKH tersebut bukanlah bantuan dari Pemko Pekanbaru, tapi bantuan dari Pemerintah Pusat melalui Menteri Sosial. Di mana masyarakat miskin tersebut menerima setiap bulannya sebesar Rp150 ribu, dan hanya bisa ditukarkan untuk pembelian beras, telur dan gula, melaui e-warung. Namun mereka kembali merasa terhinakan oleh pemimpin mereka sendiri, dengan mencat merah rumah mereka. Dengan adanya tanda tersebut menandakan mereka tidak akan menerima bantuan sembako lagi di tengah wabah Covid-19. 

Padahal Menteri Sosial menegaskan bahwa, penerima sembako yang menggunakan APBD sendiri diperbolehkan memberikan kepada masyarakat miskin, dil uar bantuan sosial dari Mensos yakni penerima PKH. Di mana Mensos memberikan beras 100 ton kepada Pemko untuk dibagikan kepada masyarakat di luar penerima PKH. Tapi jika ada sembako dari Pemko, pemerintah membolehkan, di luar bantuan PKH. 

Ingat dalam Al Quran, surat Al-Baqarah (2) : 262. Yang artinya, “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Al- Baqarah (2) : 263. Yang artinya “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.

Al-Baqarah (2) : 264. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. 

Mungkin ayat dalam Al Quran ini, bisa menjadi pelajaran bagi Pemko Pekanbaru, untuk bisa menyadari apa yang telah mereka perbuat. Di mana secara tidak langsung, masyarakat miskin ini hatinya telah tersakiti dengan adanya tulisan bercat merah yang permanen dibuat oleh Walikota Pekanbaru dan Wakil Walikota Pekanbaru, bersama jajarannya. 

Masih ada cara lain yang bisa diberikan tanda agar tidak terjadi tumpang tindih penerima bantuan, yakni dengan membuatkan stiker kecil, atau dibuat dari seng kecil yang juga bisa ditempelkan di rumah warga, tentu dengan tulisan “Warga Penerima PKH dari Mensos”. Bukan dengan tulisan merah "Warga Miskin Penerima Bantuan PKH".

Atau di zaman yang canggih saat ini, Pemko Pekanbaru bisa mengentri data nama penerima sembako, melalui web resmi Pemko, bekerjasama dengan Mensos, dan Pemprov Riau. Sistem ini jelas, penerima sesuai dengan data nama penerima, by name by addres. Di saat ada bantuan baru, di luar penerima PKH bisa langsung tercatat di bank data Pemko. Namun sayang, tidak profesional dan buruknya kinerja di Pemerintahan Kota Pekanbaru menyebabkan kelalaian, dan mengorbankan warga miskin yang tidak bersalah. Semoga julukan Pekanbaru Kota Madani tidak tercoreng oleh peristiwa ini. ***


*Catatan Nurmadi, Wartawan Haluan Riau/Riaumandiri.id