Sidang Lanjutan Kasus Penebangan 20 Pohon, LBH Pekanbaru: Orang Sakai Bukan Subjek Hukum

Sidang Lanjutan Kasus Penebangan 20 Pohon, LBH Pekanbaru: Orang Sakai Bukan Subjek Hukum

RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Sidang lanjutan terhadap masyarakat adat Sakai, Bongku Bin Jelodan kembali digelar. Agenda sidang hari ini adalah eksepsi atau penyampaian keberatan penasihat hukum terhadap surat dakwaan penuntut umum, Rabu (4/3/2020) di Pengadilan Negeri Bengkalis.

"Penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan tidak menguraikan kronologis ataupun perkara secara jelas sehingga mengakibatkan surat dakwaan penuntut umum kabur atau obscuur libel," jelas Pengacara Publik LBH Pekanbaru, Rian Sibarani.

Dalam dakwaan penuntut umum disebutkan bahwa Bongku Bin Jelodan saat melakukan penebangan pohon didatangi oleh sekuriti PT Arara Abadi yang sedang melakukan patroli rutin. Kemudian Bongku  dibawa ke Kantor Distrik 38.


"Sekuriti PT Arara Abadi bertindak seolah-olah kepolisian dengan menangkap terdakwa dan membawanya ke distrik 38. Setelahnya juga penuntut umum tidak menguraikan ke mana Bongku dibawa," tambahnya.

Dalam surat perintah penangkapan Polsek Pinggir No. Sprin-Kap/107/XI/2019/Reskrim pada 3 November 2019 diperintahkan kepada Indra Verenal, Yopi Ferdian, Juanda M. Marpaung, dan Enaldi Silalahi untuk melakukan penangkapan kepada terdakwa dan membawa ke Kantor Polsek Pinggir. Namun, pada dakwaan penuntut umum dijelaskan berbeda, yaitu yang melakukan penangkapan dan mengamankan terdakwa dari lokasi kejadian adalah sekuriti PT. Arara Abadi (Harianto Pohan) .

"Yang jadi pertanyaan, di mana Indra Verenal, Yopi Ferdian, Juanda M. Marpaung, dan Enaldi Silalahi, yang menangkap dan membawa terdakwa? Dari manakah terdakwa dibawa?" ucap Rian.

"Oleh karena itu produk penyidik berupa BAP terdakwa dibuat secara tidak sah (ilegal), sehingga penuntut umum yang menyusun surat dakwaannya berdasarkan produk penyidik yang ilegal dan dijadikan sebagai dasar pemeriksaan di muka pengadilan, haruslah dinyatakan tidak sah dan tidak dapat diterima," tambahnya lagi.

Selain itu, dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum terhadap terdakwa adalah error in persona yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab terdakwa sebagai masyarakat adat dan masyarakat tempatan bukan merupakan subjek hukum dalam UU No. 18 tahun  2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

"Kejahatan di dalam UU P3H merupakan kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi dan lintas negara. Sementara Bongku Bin Jelodan adalah masyarakat suku Sakai dan dalam pekerjaannya bertindak sendiri tanpa ada yang memerintah ataupun mengorganisir. Oleh karenanya terdakwa bukanlah subjek hukum yang dapat dipidana," tegas Rian.

Rian juga menambahkan, "Surat dakwaan yang tidak menjelaskan secara cermat, jelas dan lengkap atas fakta dalam dakwaan ke satu tersebut harus dibatalkan demi hukum, sebab bertentangan dengan Pasal 143 ayat (3) KUHAP."

Diketahui, Bongku Bin Jelodan merupakan warga RT 01 RW 02 Dusun Duluk Songkal, Desa Koto Pait Beringin, Kecamatan Tualang Mandau, Kabupaten Bengkalis. Ia menebang 20 batang pohon eucalyptus dan akasia milik PT Arara Abadi. Ia kemudian menjadi tersangka dan didakwa 3 pasal berbeda UU 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Dalam dakwaannya, penuntut umum menyebutkan bahwa terdakwa telah melakukan aktivitas perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri atau melakukan penebangan pohon tanpa izin pejabat yang berwenang.

"Penuntut umum tidak menjelaskan siapa pejabat yang berwenang tersebut?" tutup Rian.

Persidangan dipimpin oleh Hakim Hendah Karmila Dewi dan didampingi Hakim Anggota Aulia Fatma Widnola dan Zia Uljannah Idris.

Sidang selanjutnya akan digelar pada Senin, (9/3/2020) di Pengadilan Negeri Bengkalis dengan agenda tanggapan penuntut umum atas eksepsi.

 

Reporter: M. Ihsan Yurin