Kawasan HL dan HPT

Makin Memprihatinkan

Makin Memprihatinkan

PASIR PENGARAIAN(HR)- Luas kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas di Kabupaten Rokan Hulu terus menyusut akibat makin maraknya aksi ilegal lahan, termasuk okupasi lahan.

Sesuai catatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Rohul, sisa kawasan HL Bukit Suligi dan HL Sei Mahato sekitar 20 persen. Menyusutnya dua kawasan hutan negara itu akibat tingginya praktik okupasi atau penguasaan kawasan hutan secara sepihak, tanpa prosedural.

Luas HL di Kabupaten Rohul awalnya sekitar 69.539,14 ha dan luas HPT sekitar 143.050,24 ha. Namun karena maraknya aksi ilegal lahan, luas HL makin menyusut. Seperti luas HL Bukit Suligi yang awalnya sekitar 23.731,29 ha kini tersisa sekitar 20 persen.

Hal serupa juga terjadi dengan HL Sei Mahato, luas awal 29.552,95 ha kini hanya tersisa sekitar 20 persen. Sementara, luas HL Sei Rokan yang awalnya sekitar 16.254,90 ha, kini telah berkurang sekitar 10 persen hingga 15 persen.

Sementara itu, hampir seluruh HPT di Rohul sudah dirambah oleh oknum. Masalah perambahan HL dan HP, diakui Anuar, telah dilaporkan oleh Dishutbun Rohul kepada Kementrian Kehutanan, namun sampai saat ini belum ditindaklanjuti.

"Illegal logging masih banyak, namun ilegal lahan sudah sangat mengkhawatirkan saat ini," kata Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Rohul Sri Hardono melalui Kabid Bina Usaha Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Dishutbun Anuar Sadat, Kamis (26/3).

Meski HL Bukit Suligi dan HL Mahato memprihatinkan, namun untuk HL Sungai Rokan di Kecamatan Rokan IV Koto masih terbilang bagus. Antara 85 persen hingga 90 persen kawasan hutan masih terjaga kelestarian hutan.

"Meski disana (HL Rokan) ada sedikit perambahan, namun kita tetap lakukan sosialisasi kepada masyarakat desa yang dekat kawasan hutan," jelas Anuar.

Dirinya mengharapkan, dari sosialisasi pemanfaatan dan pengelolaan kawasan hutan menjadi hutan desa dilakukan Dishutbun sejak 2012 silam di desa sekitar hutan, warga bermukim dekat HL dan HPT dapat menjaga kawasan hutan, sehingga sumber air terjaga.

Menurut Anuar, sesuai Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, kawasan hutan boleh dimanfaatkan oleh warga sekitar, namun pemanfaatan dan pengelolaan hutan harus prosedural.

Terlepas dari itu, sambung Anuar, kawasan Hutan Produksi (HP) di Rohul sudah dimanfaatkan perusahaan ditanami akasia, seperti PT Sumatera Silva Lestari (SSL) sekitar 9.000 ha, dan PT Bumi Daya Bentala (BDB) sekitar 19.000 ha.(rtc/esi)