Sidang Kasus Karhutla PT SSS Pelalawan, Dua Petinggi Perusahaan Duduk di Kursi Pesakitan

Sidang Kasus Karhutla PT SSS Pelalawan, Dua Petinggi Perusahaan Duduk di Kursi Pesakitan

RIAUMANDIRI.ID, PANGKALANKERINCI - Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan menggelar sidang perdana kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di lokasi lahan milik PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS). Sidang dilaksanakan di Ruang Cakra PN Pelalawan, Pangkalan Kerinci, Kamis (12/12/2019).

Sidang tersebut langsung dipimpin Ketua PN Pelalawan, Bambang Setyawan, selaku Hakim Ketua, dan didampingi Hakim Anggota Joko Ciptanto dan Nurrahmi. Adapun agenda sidang adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marthalius dan Ray Leonardo dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pelalawan.

Terlihat duduk di kursi pesakitan Direktur Utama (Dirut) PT SSS Eben Ezer Lingga yang mewakili korporasi, dan Menager Operasional Alwi Omni Harahap sebagai terdakwa yang diduga bertanggung jawab atas kebakaran lahan seluas 150 hektare di areal perusahaan tersebut.


JPU dalam dakwaannya menjelaskan akibat kelalaian dan kurangnya peralatan serta minimnya tenaga pemadam Kebakaran (Damkar) mengakibatkan lahan 155,2 hektare yang merupakan Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUPB) milik PT SSS yang terletak di Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti hangus terbakar.

“Kebakaran akhirnya meluas akibat kurangnya tenaga damkar serta peralatan,” ujar Jaksa Marthalius, seperti dilansir haluanriau.co (jaringan Haluan Media Group).

Akibat dari terjadinya karhutla, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan melalui Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) melakukan pengecekan sarana dan prasarana (sapras) karhutla milik PT SSS.

“Disbunak hanya mendapati 2 regu damkar yang berkekuatan 20 orang yang tidak pernah dididik terkait penanggulangan bahaya karhutla,” lanjut Jaksa.

“Tidak itu saja seharusnya dengan luasan wilayah IUPB PT SSS sudah mempersiapkan 3 regu dengan jumlah minimal 45 orang beserta peralatan sarana dan prasarana (sapras) damkar yang memadai. Namun pada kenyataannya sapras yang dimiliki juga tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP),” sambungnya Jaksa Marthalius.

Kemudian PT SSS hanya mempunya tiga menara pemantau api dan dua di antaranya tidak sesuai SOP. Lalu embung yang seharusnya 10 buah hanya ada 4 buah.

“Seharusnya mereka mempunyai 11 menara pemantau api yang sesuai dengan SOP,” katanya lagi.

Dengan demikian PT SSS patut diduga telah melanggar Pasal 98 ayat (1) junto Pasal 116 Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Kemudian Pasal 99 ayat (1) junto Pasal 116 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lalu Pasal 108 junto Pasal 69 ayat (1) junto Pasal 116 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selanjutnya Pasal 108 junto Pasal 56 ayat 1 UU Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. Dan terakhir, Pasal 109 junto Pasal 68 UU Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan,” tegas dia.

Atas dakwaan itu, para terdakwa mengaku dapat menerima, dan menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.

Persidangan kemudian ditutup dan akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi dari pihak JPU.