Nadiem Dicecar DPR Terkait UN, Balik Tanya soal Subjektivitas

Nadiem Dicecar DPR Terkait UN, Balik Tanya soal Subjektivitas

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dihujani kritik dan pertanyaan oleh anggota DPR terkait rencana menghapus ujian nasional (UN) saat rapat kerja bersama Komisi X, Kamis (12/12). Nadiem menjawab dengan melemparkan pertanyaan.

Salah satu kritik disampaikan anggota DPR Fraksi Gerindra Sudewo. Ia berpendapat Nadiem seharusnya jangan terburu-buru menghapuskan UN.

"Kenapa? Karena apa yang dirancang bahwa UN akan diubah jadi asesmen ini sesuatu yang belum teruji. Jangan sampai ada satu gagasan yang seolah-olah bagus tapi implementasinya justru lebih buruk dari UN," kata Sudewo kepada Nadiem dalam ruang rapat Komisi X di Kompleks DPR/MPR, Gatot Soebroto, Jakarta Selatan.


Sudewo mempertanyakan, jika UN dihapuskan sistem yang mengatur seleksi sekolah lanjutan akan seperti apa? 

Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang akan menggantikan UN juga dinilai harus bebas dari subjektivitas. Jika tidak jelas, ia khawatir akan muncul tindakan anarkis di lingkungan masyarakat.

"Masyarakat jadi curigaan kepada sekolah, menimbulkan anarkis. Kecemburuan ini bisa saja terjadi karena merasa anaknya pintar, baik, tapi nilai yang didapat tidak sesuai, tidak masuk sekolah favorit," kata Sudewo.

Dia mengatakan kritiknya ini bukan tidak berdasar. Ia menceritakan kisahnya ketika masih duduk di bangku SMP. Kala itu merupakan tahun pertama Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) dilangsungkan.

Sudewo mengatakan jika tidak ada Ebtanas, ia tidak mungkin bisa masuk ke SMA favorit di wilayah tempat tinggalnya dulu.

"Sebelum 1985 [sebelum ada Ebtanas] di tengah lingkungan saya, [dikatakan] anak ini bisa masuk SMA [favorit] karena unsur apa? Karena unsur uang. Karena ada akses. Bukan karena ini [otak]," cerita Sudewo.

Ia juga menyebutkan sejumlah permasalahan konkret yang masih dialami sekolah-sekolah di Indonesia. Seperti jumlah guru yang kurang hingga akses pendidikan yang belum rata.

"Jumlah guru saja kurang kok. Sesuatu yang tidak masuk akal. Jangan buat mimpi tapi susah dilaksanakan. Sumber daya manusia tidak memadai. Jangan buat kecemasan," tambahnya.

Menanggapi hal itu, Nadiem mengatakan seyogyanya tidak ada wujud tes yang bisa bebas dari subjektivitas. Kemudian Nadiem balik bertanya kepada anggota Komisi X.

"Jika Bapak Ibu melakukan asesmen di perusahaan, apakah Bapak asesmen dengan pilihan ganda? Iya atau tidak? Tidak, kan? Siapa yang jadi pemimpin dan lain-lain?" tanya Nadiem.

"Karena kita tahu kinerja dari holistik. Dari ide cemerlang tidak bisa dilakukan dengan pilihan ganda. Enggak ada tes baik yang objektif. Saya akan membela ini," tambahnya.**