Pemerintah Kaji Arti Khilafah Islamiah di AD/ART FPI

Pemerintah Kaji Arti Khilafah Islamiah di AD/ART FPI

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Pemerintah hingga kini masih mengkaji permohonan perpanjangan surat keterangan terdaftar (SKT) dari ormas Front Pembela Islam (FPI). Menurut Mendagri Tito Karnavian, permohonan FPI terkendala masalah anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART).

Izin ormas FPI saat ini ditandai dengan nomor SKT 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014. Masa berlaku SKT FPI tertanggal dari 20 Juni 2014 sampai 20 Juni 2019.

"Di AD/ART itu di sana disampaikan bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah Islamiah melalui pelaksanaan dakwah penegakan hisbah dan pengawalan jihad," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11).


Tito mengatakan, hal inilah yang sampai saat ini masih dikaji oleh Menteri Agama. Pasalnya, menurut Tito, pernyataan dalam visi misi FPI tersebut multitafsir.

"Kata-kata mengenai penerapan Islam secara kaffah ini teori teologinya bagus. Tapi kemarin sempat muncul istilah dari FPI mengatakan NKRI bersyariah. Apakah maksudnya dilakukan prinsip syariah yang ada di Aceh, apakah seperti itu?" ujarnya.

Tito pun membenarkan, bahwa para pengurus FPI telah membuat surat di atas materai mengenai kesetiaan terhadal negara dan Pancasila. Hanya saja, Kementerian Agama masih harus mengkaji surat itu lebih dalam.

"Kata-kata khilafahnya kan sensitif apakah biologis Khilafah Islamiah, ataukah membentuk sistem negara. Kalau sistem negara, bertentangan dengan prinsip NKRI itu," tuturnya.

Menteri Agama Fachrul Razi menyebut rekomendasi dari kementeriannya untuk FPI terkait perpanjangan SKT sebagai ormas sudah final. Kementerian Agama (Kemenag) memberikan dukungan agar SKT itu dapat terbit.

"Kami sudah mengkaji, kami sudah final, namun memang ada proses selanjutnya," kata Fachrul Razi di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11).

Fachrul menyatakan, Kemenag sudah mengkaji FPI terkait komitmennya terhadap Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, keputusan atas terbitnya SKT itu tetap berada di tangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Itu kan yang berikan Mendagri, Menag hanya memberikan rekomendasi dari aspek kami," ujar Fachrul.

Fachrul menyadari masih ada yang mengganjal dalam penerbitan SKT untuk FPI dari pihak Kemendagri. Salah satu poin yang masih dibahas Kemendagri adalah AD/ART yang memuat visi dan misi FPI menyebutkan kaffah dan khilafah. Namun, kata Fachrul, hal itu tidak menjadi masalah untuk Kemenag.

"Ya paham saya, masih menyebut itu, meskipun kami tanya penjelasannya, itu yang dimaksud beda dengan HTI (Hizbut Thahrir Indonesia), setelah kita baca berbeda dengan HTI," ujar dia.

Fachrul pun menyarankan kepada Mendagri untuk menjelaskan pada FPI poin yang menjadi ganjalan dan ketidakcocokan. Sehingga, FPI bisa mencocokkan apa yang menyebabkan keluarnya SKT terhambat.

"Mendagri mengatakan ada poin-poin yang masih diragukan, ya kita deal saja dengan dia (FPI), bisa enggak anda (FPI) mengubah ini jadi begini gitu. Jadi enteng-enteng ajalah kita menata hidup," kata Fachrul.

Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, kemarin menjelaskan alasan pemerintah masih terus mengkaji izin perpanjangan ormas FPI. Menurut Kiai Ma'ruf, Pemerintah masih ingin mendalami syarat-syarat yang dipenuhi, meski FPI telah menyatakan janji setia kepada Pancasila dan NKRI.

"Harus dilihat secara komprehensif tentu bukan sekadar pernyataan tapi benar enggak pernyataan itu, tentu harus didalami," ujar Kiai Ma'ruf saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (28/11).

Karena itu, pendalaman terus dilakukan agar tidak salah dalam memutuskan untuk memperpanjang izin FPI. Ma'ruf pun membantah jika Pemerintah dinilai mengulur waktu perpanjangan tersebut.

"Sehingga ketika mengambil keputusan sudah memikirkan semua aspeknya yah, artinya sudah yakin Pemerintah bahwa pernyataan itu sudah benar jadi perlu adanya pembahasan. saya kira itu bukan ditolak tapi masih di bahas," ujar Ma'ruf.


Syarat yang Belum Dipenuhi FPI

Ketua Bantuan Hukum FPI Sugito Atmo Prawiro menegaskan, kegiatan ormas tersebut tetap jalan terus meski SKT tak kunjung diterbitkan oleh pemerintah. FPI menjadikan putusan MK Nomor 82/PUU-XI/2013 sebagai pijakan bahwa ormas tidak wajib mendaftarkan diri kepada kementerian terkait. 

"Iya kami tetap jalan terus, dalam kegitan masyarakat kami jalan terus, amar maruf nahi munkar. Sebab keormasan itu tidak wajib didaftarkan ke Kementerian (dalam hal ini Kemendagri)," ujar Sugito ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (8/8).

Sugito melanjutkan, pendaftaran kepada kemendagri itu sifatnya hanya sukarela. Dia pun memahami jika batas waktu pemrosesan SKT tidak terbatas sebagaimana diatur dalam UU Ormas Nomor 16 Tahun 2017. 

"Memang benar tidak ada batas waktu. Akan tetapi walaupun menggantung, berdasarkan putusan MK Nomor 82/PUU-XI/2013  itu kan soal ormas tidak menjadi syarat wajib untuk didaftarkan, " tegasnya. 

Lebih lanjut, Sugito mengungkapkan, FPI sudah punya itikad baik untuk taat administrasi, taat hukum dengan mendaftarkan perpanjangan SKT-nya. Jika pada akhirnya SKT itu tidak dikeluarkan, maka pihaknya tetap berjalan terus sebagai organisasi.

"Kita tetap dalam naungan NKRI,  jadi engga ada masalah. Jadi kita hanya tinggal rekomendasi kemenag saja yang belum. Itu saja, " tuturnya.**