Proses Penyidikan Dugaan Korupsi Proyek Permukiman di Inhil Belum Tuntas

Proses Penyidikan Dugaan Korupsi Proyek Permukiman di Inhil Belum Tuntas

RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU – Penyidikan dugaan korupsi dalam proyek permukiman kawasan transmigrasi di Desa Tanjung Melayu, Kecamatan Kuala Indragiri, Indragiri Hilir (Inhil) belum rampung. Masih ada kekurangan yang harus dilengkapi penyidik.

Itu diketahui dari hasil penelaahan berkas yang dilakukan Jaksa Peneliti beberapa waktu lalu. Adapun yang diteliti terkait kelengkapan syarat formil dan materil perkara yang ditangani penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.

"Berkasnya telah dikembalikan ke penyidik disertai petunjuk yang harus dilengkapi," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Muspidauan, Selasa (19/11/2019).


Menurut dia, P-19 itu disampaikan pada pekan lalu. Saat ini, kata dia, penyidik tengah melengkapi berkas perkara tersebut.

"Kini berkas perkara itu di penyidik. Mereka masih melengkapi petunjuk yang kita berikan," pungkas Muspidauan.

Ada empat orang tersangka dalam perkara tersebut. Mereka masing-masing berinisial J selaku Kuasa Pengguna Anggara (KPA), dan D selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau. Lalu, MS selaku rekanan dari PT Bahana Prima Nusantara (BPN), serta MSH selaku konsultan pengawasan dari CV Saidina Consultant.

Diketahui, perkara tersebut terjadi pada waktu Juli hingga Desember 2016 lalu. Dimana, dalam SPDP yang diterima pihak Kejaksaan, tempat kejadian perkara berada di Desa Tanjung Melayu, Kecamatan Kuala Indragiri, Inhil.

Berdasarkan data yang dihimpun, pengerjaan proyek itu menggunakan dana yang bersumber dari APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran (TA) 2016. Adapun organisasi perangkat daerah (OPD) yang mengerjakan proyek itu adalah, Disnakertrans Provinsi Riau.

Program Pengembangan Wilayah Transmigrasi masing-masing sebesar Rp24.018.503.200 dan Rp19.315.574.036 atau 80,41 persen realisasi tesebut di antaranya digunakan untuk pekerjaan pembangunan pemukiman penduduk sebanyak 146 unit dengan nilai sebesar Rp15.683.315.000.

Pengerjaan itu dituangkan dalam surat perjanjian (kontrak) antara KPA selaku PPK dengan PT Bahana Prima Nusantara Nomor 305/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 16 Agustus 2016. Nilai kontraknya, Rp16.229.895.000. Jangka waktu penyelesaiannya selama 120 hari kelender dan pada 25 Desember 2016 harus sudah selesai.

Namun, dalam proses pelaksaan pekerjaan, kontrak tersebut diubah. Dari Adendum I Nomor 2158/ADD.FINAL/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 3 November 2016, yaitu mengatur pengurangan pekerjaan sebesar Rp141.000.000 dan penambahan pekerjaan sebesar Rp1.710.342.000.

Sehingga mengubah nilai kontrak menjadi Rp17.799.201.000. Jangka waktu pelaksanaannya 150 hari kelender atau berakhir 13 Januari 2017. Kemudian pada Adendum II Nomor 2158/ADD.FINAL/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 22 Desember 2016, yaitu mengatur pengurangan volume pekerjaan dengan mengubah nilai kontrak menjadi sebesar Rp15.683.315.000. Pengurangan itu di antaranya adalah penyiapan lahan dari 368 hektare menjadi 160 hektare.

Pembangunan jalan desa sepanjang 2 kilometer dan jalan poros sepanjang 5 kilometer tidak jadi dilaksanakan sesuai dengan kontrak awal. Pengawas pekerjaan tersebut adalah CV Saidina Consultant. Nilainya sebesar Rp343.750.000. Proyek itu dinyatakan selesai sesuai dengan kontrak Adendum Nomor 2158/ADD.FINAL/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 3 November 2016.

Bahkan, telah diterima melalui serahterima pertama hasil pekerjaan (PHO) Nomor BA.455/DISNAKER TRANSDUK-PHO/2016 tanggal 19 Desember 2016. Tak hanya itu, pekerjaan telah dibayar sebesar Rp15.679.721.000 dengan tiga kali pembayaran pada 29 Desember 2016.



Tags Korupsi