Soal Nadiem, Fadli Zon Ingatkan Pendidikan Bukan Coba-coba

Soal Nadiem, Fadli Zon Ingatkan Pendidikan Bukan Coba-coba

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengkritisi penunjukan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, hal ini menegaskan riwayat kebijakan pemerintah yang spekulatif dan coba-coba dalam dunia pendidikan.

"Pendidikan kita butuh konsep dan pemikiran yang matang, bukan eksperimen-eksperimen spekulatif," kicaunya, dalam akun Twitter @fadlizon, Kamis (8/11/2019).

"Kita berharap, penunjukkan Saudara Nadiem sbg Menteri @Kemdikbud_RI bukanlah bagian dari prinsip coba-coba asal beda atau ganti menteri ganti kebijakan," ia menambahkan.


Fadli, yang merupakan anggota Komisi I DPR yang seharusnya mengurusi bidang pertahanan dan luar negeri ini, menilai Nadiem tak memiliki rekam jejak di bidang pendidikan mengingat latar belakangnya sebagai penggagas layanan transportasi daring Gojek.

"Masalahnya, Menteri Nadiem dianggap tak punya jejak di bidang pendidikan. Ia bukan berasal dari profesi pendidik, dan meskipun ia sukses di bidang lain, namun profesinya tak berkaitan langsung dengan bidang pendidikan," ujarnya.

Sebelum kasus Nadiem, Fadli mengingatkan soal riwayat kebijakan spekulatif pemerintahan dalam bidang pendidikan. Pertama, kebijakan Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang sempat mengubah nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Departemen Pendidikan Nasional.

Nomenklatur kebudayaan saat itu dihilangkan dan dimasukkan ke Departemen Pariwisata. Fadli menilai itu keliru karena secara filosofis pendidikan adalah bagian konstitutif, jika bukan integratif, dari kebudayaan.

Ia mengatakan kekeliruan konseptual itu baru dikoreksi pada periode kedua pemerintahan Presiden ke-6 RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kembali menggabungkan kebudayaan dan pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kedua, lanjutnya, kebijakan memecah kementerian pendidikan menjadi dua, yaitu yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah, dan yang menangani pendidikan tinggi.

Pemisahan itu, kata dia, justru membuat kebijakan pendidikan di Indonesia makin terpecah di banyak lembaga. Padahal sebelum ada pemisahan pun, manajemen pendidikan sudah tersebar di banyak sekali lembaga.

Ia mencontohkan Kementerian Agama yang sejak lama membawahi sekolah dan perguruan tinggi keagamaan. Begitu juga Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan sejumlah lembaga lain yang masing-masing mengelola lembaga pendidikan di bawahnya.

"Bisa dibayangkan, sesudah dipecahnya pendidikan tinggi menjadi kementerian sendiri, betapa banyaknya dapur kebijakan pendidikan di negeri kita. Sekali lagi, perubahan-perubahan itu dilakukan hampir tanpa kajian apapun," kata Fadli.

Sebelumnya, Nadiem sendiri mengaku sempat bertanya-tanya kepada Jokowi perihal penunjukannya sebagai Mendikbud. Pasalnya, ia sadar diri bukan berasal dari kalangan pendidik, tapi pengusaha aplikasi daring.

Berdasarkan perbincangan dengan Jokowi, Nadiem menilai pertimbangan pengangkatan itu adalah terkait peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM); hal yang biasa ia lakukan di perusahaannya.

"Saya sadar bahwa apa yang bisa kami lakukan di dalam perusahaan saya sebelumnya, dan di seluruh sektor teknologi di Indonesia yang luar biasa perkembangannya, itu sebenarnya bukan teknologi, tapi SDM yang mendukung inovasi itu," kata dia.

Terkait hal ini, Fadli sendiri menilai pendidikan nasional saat ini lebih butuh reformasi birokrasi alih-alih mengejar konsep yang canggih. "Sebab, sehebat apapun menterinya, jika birokrasi di bawahnya memble, pendidikan kita tak akan banyak bergeser," kata dia.**