Menag Larang Cadar, PKB: Belajar Dulu Apa itu Radikalisme

Menag Larang Cadar, PKB: Belajar Dulu Apa itu Radikalisme

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yaqut Cholil Quomas meminta Menteri Agama Fachrul Razi untuk belajar serta mendalami terlebih dulu ideologi radikalisme dan terorisme ketimbang mengurusi gaya berbusana masyarakat yang menggunakan niqab atau cadar.

Hal itu ia katakan merespon Fachrul yang berencana melarang pengguna niqab atau cadar masuk ke instansi milik pemerintahan.

"[Menag] pelajari dulu itu, apa itu radikalisme, terorisme. Berhubungan nggak sama cara berpakaian orang? Kalau tidak berhubungan, ngapain sih bikin rencana aturan yang nggak perlu," kata Yaqut saat ditemui di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).


Lebih lanjut, Ketua Umum GP Ansor itu memandang bahwa radikalisme dan terorisme tak memiliki keterkaitan dengan gaya berbusana seseorang. Ia menilai radikalisme dan terorisme merupakan sebuah ideologi yang bisa tertanam dalam pemikiran masyarakat.

Melihat hal itu, ia menyarankan Menag untuk mengkaji terlebih dulu apakah kedua paham tersebut memiliki keterkaitan dengan gaya berbusana seseorang atau tidak.

"Menag urus soal ini dulu deh. Baru nanti kalau memang secara ideologi itu berkaitan antara radikalisme dan terorisme itu berkaitan dengan cadar, baru keluarkan peraturan itu," kata dia.

"Nah kalau kajiannya nanti nggak berhubungan gimana? Karena banyak orang yang pakai cadar itu moderat juga cara berfikirnya, bukan radikal," tambah dia.

Tak hanya itu, Yaqut menyarankan seharusnya Menag dapat saling menghargai budaya yang berkembang di tengah masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah budaya bercadar.

Menurutnya, cara berbusana bercadar hadir dari kebudayaan Arab. Ia lantas menyatakan bahwa banyak tokoh-tokoh keturunan Arab yang sudah berjuang untuk membuat Indonesia merdeka.

"Indonesia kan dimerdekakan salah satunya oleh ras Arab juga. Sah-sah aja dong kalau ada budaya Arab, ada budaya Cina, Jawa dan lainnya. Sebaiknya saling menghargai," kata Yaqut.**