BOSDA Riau Naik 100 Persen, Anggaran SMAN/SMKN Jadi Rp1,5 Juta Per Siswa

BOSDA Riau Naik 100 Persen, Anggaran SMAN/SMKN Jadi Rp1,5 Juta Per Siswa

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mengusulkan dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) lebih kurang sebesar Rp443 miliar di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Riau tahun 2020.

Dana BOSDA tersebut mengalami kenaikan hampir 100 persen dari BOSDA 2019 yang hanya sebesar Rp250 miliar. Dengan anggaran sebesar itu diharapkan dapat mewujudkan pendidikan gratis tingkat SMA/SMK negeri tahun 2020, sesuai dengan janji Gubernur Riau Syamsuar.

"Anggaran BOSDA kita naik menjadi Rp443 miliar," kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Riau, Rudyanto, Ahad (15/9/2019).


Lebih lanjut Rudyanto menjelaskan, jika sebelumnya anggaran satu siswa Rp400 ribu pertahun, maka dengan peningkatan BOSDA itu tahun depan menjadi Rp1,5 juta.

"Artinya ada peningkatan lebih 300 persen untuk satu siswa SMA/SMK pertahun. Dari sebelumnya hanya Rp400 ribu jadi Rp1,5 juta," terangnya.

Kemudian Rudy menyampaikan, dana BOSDA itu didampingi BOSNAS. Dimana untuk BOSNAS satu siswa SMK sebesar Rp1,6 juta, dan SMA Rp1,5 juta.

Dengan begitu jika ditotal antara BOSDA dan BOSNAS, maka satu anak SMK biayanya Rp3,1 juta dan SMA Rp3 juta.

"Di Jawa Timur kan sudah menerapkan sekolah gratis tingkat SMA/SMK dengan biaya satu anak Rp3 juta, dan anggaran itu cukup. Buktinya sampai sekarang sekolah di sana masih jalan," cetusnya.

Atas peningkatan itu, lanjut Rudyanto, jika ada yang bertanya apa mungkin 2020 sekokah SMA/SMK negeri gratis? Maka menurutnya tidak ada yang tak mungkin sekokah gratis itu terwujud.

Sebab peningkatan dana BOSDA itu, sebut Rudyanto, sebagai komitmen Gubernur Riau mewujudkan sekolah gratis tingkat SMA/SMK negeri.

"Dan kami juga sudah diminta pak Gubernur untuk menghitung kebutuhan dalam menjalankan 8 standar kurikulum sekolah yang baik," tambah dia.

Ditanya apakah dengan BOSDA dan BOSNAS sudah bisa menutupi untuk sekolah gratis, Rudy mengatakan memang dalam aturan sejauh ini belum ada menetapkan standar minimum satu anak membutuhkan anggaran berapa dalam satu tahun.

"Makanya pihaknya juga tengah meminta sekolah untuk menghitung kebutuhan peserta didik pertahun berapa. Dengan begitu diharapkan kepala sekolah harus melihat lebih jernih, jadi harus bisa melakukan efisiensi anggaran dengan 8 standar kurikulum. Mana kebutuhan yang sesuai dengan standar itu yang diprioritaskan," paparnya.

Dia mencontohkan, misalnya biaya listrik antara sekolah di Pekanbaru dan Kampar dengan jumlah ruang belajar sama, kenapa di Kampar biayanya lebih murah.

"Jawabannya karena sekolah di Pekanbaru ruangan belajarnya pakai AC. Kenapa pakai AC? Selama ini uang bayar listriknya pakai uang komite. Sekarang kalau ada pembayaran listrik apakah orang tua mau bayar?," ujarnya.

"Termasuk tenaga kebersihan sekolah, misal sekolah A membutuhkan 15 orang. Kalau masalah kebersihan kenapa tidak memberdayakan siswa, ini kan mendidik anak untuk menjaga kebersihan," tukasnya.