Besok Pelantikan DPRD Riau, Pengamat: Anggota Dewan Harus Pro Rakyat dan Transparan

Besok Pelantikan DPRD Riau, Pengamat: Anggota Dewan Harus Pro Rakyat dan Transparan

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Sebanyak 65 orang anggota DPRD Provinsi Riau periode 2019-2024 akan dilantik pada Jumat (6/9) besok. Terhadap yang baru diharapkan dapat meningkatkan kinerja dibandingkan anggota Dewan periode sebelumnya yang dinilai masih standar.

Penilaian itu seperti disampaikan Saiman Pakpahan. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Riau (UR) itu mengatakan, terdapat tiga tugas dan fungsi anggota Dewan. Yakni, fungsi budgeting atau penganggaran, legislasi, dan controlling atau pengawasan.

Menurut dia, tidak ada hal istimewa yang dilakukan anggota Dewan sebelumnya dalam menjalankan ketiga fungsi tersebut.


Pertama, dia menyampaikan terkait fungsi budgeting yang disampaikan berjalan standar setiap tahun terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Fungsi budgeting itu ada di DPRD, karena APBD itu minta pengesahan karena mereka adalah penjelmaan dari masyarakat di Riau. Karena dalam mengesahkan APBD itu harus dilibatkan mereka sebagai lembaga yang punya otoritas politik," sebut Saiman.

Dalam kaitan dengan tugasnya itu, anggota DPRD sebelumnya dinilai Saiman, tidak mampu memperjuangkan aspirasi konstituennya, melainkan hanya mengikuti anggaran yang disodorkan pihak eksekutif dalam hal ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.

"Jika mau dielaborasi ke bawah, berapa banyak misalnya persoalan-persoalan kerakyatan, misalnya aspek kesehatan, pendidikan, infrastruktur, itu mereka perjuangkan di dalam APBD itu. Ini kan juga tidak kelihatan," sebut Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) UR itu.

"Harusnya alat ukurnya itu di situ. Perjuangannya mereka sebagai parlemen itu, mereka diharuskan selalu teriak memperjuangkan kepentingan masyarakatnya. Caranya, dia harus paksakan kepentingan masyarakat itu masuk dalam dokumen perencanaan pembangunan. Sehingga pembangunan di Riau terkait banyak aspek yang dibutuhkan masyarakat itu terpenuhi," sambung dia.

Dicontohkannya dalam bidang pendidikan. Berapa banyak ruang kelas baru yang diperjuangkan anggota Dewan masuk dalam APBD. Begitu juga dengan pembangunan dan perbaikan ruas jalan yang menurutnya masih banyak yang tak laik terutama di wilayah pesisir Riau.

Lalu, terkait fungsi legislasi yang dijalankan anggota Dewan sebelumnya dalam membuat suatu peraturan daerah (perda). Menurut dia, dalam tahun terakhir ini, anggota legislatif umumnya hanya membahas draf rancangan peraturan daerah (raperda) yang disodorkan pihak eksekutif. Sangat minim yang berasal dari inisiatif anggota Dewan.

Ini menunjukkan bahwa program studi banding yang dilakukan anggota Dewan baik dalam maupun luar negeri, tidak berguna.

"Ketika tidak kelihatan, jadi transparansinya anggota Dewan itu buruk, terutama pada kebijakan SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas,red) itu. Mereka ngapain setelah dari sana, lalu implementasinya seperti apa? Ini kan selalu dikritik oleh publik. Tapi tetap saja, anjing menggonggong kafilah berlalu," kata dia.

Diakuinya, memang ada anggaran perjalanan dinas untuk studi banding itu. Namun saat tidak terlihat hasil dari studi banding, anggota Dewan dinilai tidak punya sense of politic.

"Kalau mereka punya sense of politic, mereka harusnya menolak, meski secara legal birokrasi politik itu (studi banding,red) dibolehkan," tegas Saiman.

Berikutnya dari fungsi pengawasan. Ada sejumlah program dan kegiatan pembangunan yang menurut Saiman, lolos dari pengawasan legislatif. Salah satunya terkait pembangunan gedung instansi vertikal, seperti Mapolda dan Kejati Riau.

Dikatakan dia, untuk pembangunan dua kantor institusi penegak hukum itu berasal dari dana hibah yang bersumber dari APBD Provinsi Riau.

"Ada persoalan yang buat publik itu kebobolan. Ketika pemerintah mengalokasikan biaya bantuan ke lembaga vertikal, misalnya. Mereka melakukan pengawasan terhadap kebijakan politik eksekutif atau tidak," ungkap dia.

"Mereka malah bersuara sama dengan eksekutif. Yang begitu-begitu itu mereka harusnya menjadi anjing penjaga tu harus menggonggong terus kalau dana rakyat Riau digunakan peruntukannya untuk membangun gedung-gedung itu," lanjutnya.

Pembangunan dua kantor itu, sebut dia, bukan merupakan kewenangan Pemprov Riau. "Itu kalau dari aspek kewenangan, itu bukan kewenangan dan tanggung jawab APBD kita, nah itu dipaksakan," tutur Saiman.

Dengan paparannya di atas itu, Saiman berharap agar hal serupa tidak terjadi lagi dalam masa tugas anggota DPRD Riau akan dilantik hari ini. Mereka harus mampu bersuara menyampaikan aspirasi masyarakat.

"Kita berharap mereka itu tidak menjadi lembaga stempel di lembaga legislatif itu. Kalau jadi lembaga stempel itu ya ngesah-ngesahin aja kerjanya. Mereka itu harus punya kemampuan untuk ribut demi kepentingan rakyat dan konstituennya," harap Saiman.

Tidak hanya itu, dia juga berharap agar anggota Dewan yang baru ini, dapat mendukung seluruh kekuatan politik yang ada di Riau, salah satunya dengan pemerintah kabupaten/kota yang ada di Riau.

"Karena pemerintah daerah itu adalah instrumen untuk mengeksekusi semua kebijakan negara," pungkas Saiman Pakpahan.

Sementara itu, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Triono Hadi, juga memberikan penilaian yang sama terkait kinerja anggota DPRD Riau periode 2014-2019. 

"Sebagai refleksi, lima tahun sebelumnya menurut kami, hasil kinerjanya standar. Bahkan justru terdapat catatan-catatan buruk, seperti boros terhadap anggaran, rendah dalam keterbukaan dalam menjalankan kinerjanya," kata Triono saat dihubungi terpisah.

"Belum ada yang spesial hasil kinerja sejauh ini. Yang ada hanya menjalankan rutinitas legislasi yang menjadi fungsinya," sambungnya.

Menurut dia, DPRD itu sebagai lembaga perwakilan rakyat, harus memberikan teladan dalam menjalankan kinerjanya. Lembaga mesti harus lebih terbuka, dan orang-orangnya juga harus terbuka.

Triono juga menyoroti terkait besarnya anggaran yang disematkan di posko Sekretariat DPRD Riau. "Dalam 5 tahun terakhir, lebih dari Rp1 triliun anggaran yang diposkan pada Setwan, dengan rata-rata satu tahun anggaran yang dialokasikan untuk lembaga perwakilan rakyat tersebut Rp300 miliar," kata dia.

"yang lebih dari 70 persen digunakan untuk kegiatan perjalanan dinas dalam dan luar daerah," lanjutnya.

Ke depan, katanya, DPRD harus lebih hemat dalam menggunakan anggaran daerah, agar kinerja pengawasan dan budgeting yang dilakukan oleh DPRD benar-benar serius.

"Bagaimana ingin mengawasi pemerintah untuk berhemat anggaran, DPRD justru boros anggaran. Bagaimana mau mengevaluasi kinerja pemerintah dalam pembangunan yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat, jika DPRD justru  memberikan contoh yang sebaliknya," beber Triono Hadi.

Dia berharap, 65 orang anggota DPRD Riau yang akan dilantik, harus mampu merubah wajah lembaga perwakilan rakyat yang benar-benar berpihak kepada kepentingan masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi legislatif.

"Tentu kita mesti optimis dengan banyaknya wajah baru yang duduk di DPRD Riau ini 2019-2024 ini. Wajah baru tersebut yang mesti harus membawa perubahan dalam menjalankan kinerja anggota DPRD kedepan yang lebih inovatif. Diharapkan, jangan anggota DPRD yang baru ini justru memperburuk citra lembaga wakil rakyat," tandas Koordinator Fitra Riau, Triono Hadi.



Tags DPRD RIAU