Sidang Dugaan Pemalsuan Akta Notaris

gVonis Onsla, JPU Ajukan Kasasi

gVonis Onsla, JPU Ajukan Kasasi

PEKANBARU (HR)- Jaksa Penuntut Umum akan menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung pasca majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru melepaskan terdakwa Neni Sanitra dari segala tuntutan hukum atas perkara dugaan pemalsuan akta perjanjian.

Hal itu dikatakan Jaksa Penunut Umum (JPU), Silpia Rosalina kepada Haluan Riau, Minggu (22/3). Diungkapkannya, putusan majelis hakim tersebut bukanlah putusan yang menyatakan terdakwa bebas murni, melainkan onslag van recht vervolging, yakni ada perbuatan terdakwa yang melanggar, namun bukan perbuatan pidana. "Untuk itu, kita akan menempuh upaya kasasi. Itu memang sudah ketentuan," ujar Silpia Rosalina.
Dalam waktu dekat, kata Silpia, pihaknya akan menyampaikan hal itu ke pihak pengadilan. "Untuk memori kasasinya, setelah kita mendapat putusan lengkapnya," tukasnya.
Terpisah, terdakwa Neni Sanitra usai persidangan yang digelar di PN Pekanbaru, Kamis (19/3) kemarin, menyatakan rasa syukurnya atas putusan majelis hakim yang diketuai Isnurul S Arif tersebut. "Saya sangat bersyukur. Karena apa yang saya lakukan itu benar. Dan saya percaya kalau keadilan itu pasti ada," ujar Notaris Neni Sanitra.
Sementara, Penasehat Hukum Neni Sanitra, Yusril Sabri dan Tomi Karya, berencana akan mengajukan gugatan secara perdata, terhadap pihak yang telah merugikan Neni Sanitra. "Apabila putusannya sudah inkrah, kita akan mengajukan gugatan secara perdata," ujar Yusril Sabri.
Menurutnya, selama proses persidangan, kliennya sangat merasa dirugikan. Untuk itu, upaya gugatan yang akan ditempuh tersebut, merupakan salah satu upaya untuk memulihkan harkat martabat sesuai profesinya sebagai notaris.
Untuk diketahui, pada sidang putusan yang digelar di PN Pekanbaru, Kamis (19/3) kemarin, majelis hakim yang diketuai Yuzaida, menyatakan melepaskan terdakwa Neni Sanitra dari tuntutan hukum. Selain itu, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabat.
Sementara, pada persidangan sebelumnya, JPU Silpia Rosalina dan Minda, menuntut terdakwa Neni Sanitra dengan pidana penjara selama dua tahun. Menurut JPU, perbuatan terdakwa yang merupakan notaris di Pekanbaru tersebut, yang mengubah isi perjanjian secara terpihak, bertentangan dengan Pasal 264 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Seperti dirilis sebelumnya, kasus ini berawal saat PT Bonita Indah (BI) dengan direkturnya bernama Daniel Freddy Sinambela (38), akan mengikuti tender jasa penyediaan kendaraan (Mobil) tanpa jasa pengemudi di PT CPI.
Karena modalnya terbatas, Daniel pun mencari pemodal agar dapat mengikuti lelang itu. Sebab, salah satu syaratnya adalah harus memiliki uang sedikitnya Rp5 miliar di bank. Daniel akhirnya pun menemui dua pengusaha yakni Bonar Saragih dan Mangapul Hutahaean. Keduanya bersedia menjadi pemodal pada proyek PT BI.
Keduanya sepakat bekerja sama dan membuat perikatan dalam Akta Perjanjian Kerjasama Nomor 149 dan 150 tanggal 30 Maret 2014 di Kantor Notaris dan PPAT Neni Sanitra. Lalu, PT BI pun menang dalam lelang di PT CPI itu.
Namun, usai lelang dimenangkan, Bonar berselisih dengan Daniel. Akibatnya, perselisihan pun terjadi, Bonar menarik uang Rp5 miliar dari bank secara sepihak. Atas tindakan itu, Daniel pun mengutus kuasa hukumnya untuk meminta salinan akta perjanjian dari notaris Neni. Namun saat itu, Neni tak bersedia memberikan salinannya.
Setahun kemudian, PT BI curiga ada kejanggalan dalam isi perjanjian itu. Daniel merasa, isi perjanjian yang dijadikan Bonar saat menggugatnya, tak sama dengan isi perjanjian semula ketika sama-sama menghadap Notaris Neni. Daniel akhirnya meminta salinan Akta itu kepada Neni.
Ternyata, dari akta itu terungkap bahwa isi perjanjian itu memang diubah sepihak. Sebab, sesuai aturan, untuk mengubah akta harus dilakukan bersama-sama oleh kedua belah pihak di hadapan notaris (renvoi). Akta yang diubah itulah yang diduga dijadikan Bonar menggugat PT BI di peradilan perdata.
Atas temuan itu, pada 10 Juli 2012, PT BI pun mengadukan aksi Neni itu kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW) Notaris Provinsi Riau. Dan Neni dinyatakan telah melanggar Pasal 48 ayat 1 UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
MPW menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada Neni karena menghapus, menindih dan mengganti dengan yang lain terhadap Pasal 4, 6, 7, 8 dan 9 pada Akta Perjanjian nomor 149 tanggal 30 Maret 2011 itu. Hingga akhirnya PT BI mengajukan gugatan secara pidana, dan pada 12 Desember 2013 lalu Polda Riau menetapkan Neni Sanitra sebagai tersangka.***