Kepala BNPT Sebut Mahasiswa Baru Incaran Radikalisme

Kepala BNPT Sebut Mahasiswa Baru Incaran Radikalisme

RIAUMANDIRI.CO, Bandung -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius meminta civitas akademika mewaspadai gerakan radikalisme di dalam kampus. Ia meminta rektorat mendata civitas akademika yang terpengaruh atau terlibat.

“Salah satu contohnya mahasiswa baru adalah entry point,” katanya pada kuliah umum di Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis, 29 Agustus 2019.

Suhardi mengatakan telah meminta Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk bertindak menghadapi gerakan radikalisme di dalam kampus. BNPT akan turun tangan jika kampus tidak sanggup menanganinya.


Menurut dia, kalangan yang rentan terpengaruh dan terlibat gerakan radikalisme adalah anak muda yang banyak ingin tahu, namun kondisi mereka belum stabil. Mereka telah jadi sasaran untuk didekati.

Beberapa aksesnya lewat kegiatan agama, aktivitas di tempat ibadah, juga lewat Internet. “Tolong berikan mentor yang moderat,” ujarnya.

Meski begitu, Suhardi enggan mengungkap kampus mana saja yang jadi sasaran. “Saya tidak pernah merilis, kalau saya declare orang tua akan sekolahkan anaknya dimana,” kata dia.

Pelaksana Tugas Rektor Universitas Padjadjaran Rina Indiastuti mengatakan pihaknya sengaja mengundang Suhardi untuk memberi kuliah umum kepada lebih dari seribu mahasiswa baru soal gerakan radikalisme. Tujuannya untuk membekali mereka hidup bermasyarakat, cinta Tanah Air, punya wawasan kebangsaan, dan meyakini sebagai bagian dari bangsa Indonesia. “Kalau sifatnya mengganggu keutuhan NKRI mereka bisa action,” kata Rina.

Selain itu di Unpad ada mata kuliah tentang prinsip dan pilar kebangsaan, Pancasila, pemahaman Undang-undang Dasar 1945, negara kesatuan, keragaman. “Dosen-dosen juga sebagai pengajar ada internalisasi itu supaya toleransi dan kebhinnekaan tumbuh di kampus,” ujarnya.

Seorang mahasiswa baru Mohammad Rifky mengatakan pernah mendengar di kampus lain ada yang terpengaruh gerakan radikalisme. “Cara masuknya lewat pendekatan untuk cuci otak,” kata mahasiswa Kearsipan Digital itu. Menurutnya terorisme membuat ngeri karena tindakannya di luar batas normal manusia.**