Ini Riwayat Gempa dan Tsunami di Calon Ibukota Indonesia

Ini Riwayat Gempa dan Tsunami di Calon Ibukota Indonesia

RIAUMANDIRI.CO, BANDUNG – Kalimantan Timur disebut-sebut sebagai calon wilayah Ibu Kota baru yang akan menggantikan DKI Jakarta. Namun ternyata wilayah ini tidak bebas dari potensi gempa dan tsunami. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat beberapa riwayat kegempaan dan tsunami di Kalimantan Timur. Wilayah itu disebut-disebut pemerintah sebagai calon ibukota baru pengganti Jakarta.

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menyebut ada tiga struktur sesar atau patahan di sana. “Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, dan Sesar Paternoster,” katanya, seperti dilansir Tempo.co, Sabtu (24/08/2019).

Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat berada di wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur dan masih sangat aktif. BMKG mencatat aktivitas kegempaanya cukup tinggi dan membentuk klaster sebaran pusat gempa yang berarah barat-timur.


Berdasarkan hasil kajian Pusat Studi Gempa Nasional pada 2017, Sesar Mangkalihat memiliki potensi magnitudo mencapai M=7,0. Intensitas atau guncangan gempanya berskala VI-VII MMI. “Artinya gempa yang terjadi dapat menimbulkan kerusakan tingkat sedang hingga berat di Semenajung Mangkalihat dan sekitarnya,” kata Daryono.

Adapun Sesar Paternoster yang jalurnya berarah barat-timur melintasi wilayah Kabupaten Paser. Meskipun termasuk kategori sesar berusia tersier, BMKG mencatat di jalur sesar ini masih sering terjadi gempa.

Catatan gempa di Kabupaten Paser cukup banyak. Diantaranya yang paling kuat adalah Gempa Paser berkekuatan M=6,1 pada 26 Oktober 1957.

Peristiwa gempa tektonik yang terbaru adalah Gempa Longkali, Paser, pada 19 Mei 2019 bermagnitudo 4,1. “Guncangannya sempat menimbulkan kepanikan masyarakat,” ujar Daryono.

Seluruh gempa yang bersumber di wilayah Kalimantan Timur dipicu oleh aktivitas sesar aktif. Sehingga meskipun magnitudonya tidak sebesar yang bersumber di zona megathrust kata Daryono, tetap dapat berdampak merusak bangunan jika tidak diantisipasi dengan sebaik-baiknya.

Potensi bahaya gempa bumi di Kalimantan Timur, terkait calon Ibu Kota baru harus diantisipasi dengan menerapkan building code dengan ketat dalam membangun struktur bangunan.

Banguan tahan gempa bumi wajib diberlakukan. Alternatif lain bagi mereka yang belum memungkinkan membagunan bangunan tahan gempa maka dapat membangunnya dari bahan ringan seperti kayu atau bambu yang dirancang menarik.

 

Sejarah Gempa

Daryono menyebutkan ada catatan sejarah gempa signifikan dan merusak yang pernah terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Bencana itu terkait dengan aktivitas Sesar Maratua dan Sesar Sangkulirang.

Gempa dan Tsunami Sangkulirang pernah terjadi 14 Mei 1921. Dampak gempa Sangkulirang dilaporkan menimbulkan kerusakan memiliki skala intensitas VII-VIII MMI. “Artinya banyak bangunan mengalami kerusakan sedang hingga berat,” ujarnya.

Gempa kuat ini diikuti tsunami yang mengakibatkan kerusakan di sepanjang pantai dan muara sungai di Sangkulirang. Selain itu ada Gempa Tanjung Mangkalihat berkekuatan magnitude 5,7 pada 16 November 1964.

Gempa Kutai Timur berkekuatan magnitude 5,1 pada 4 Juni 1982, lalu Gempa Muarabulan di Kutai Timur ber magnitude 5,1 pada 31 Juli 1983. Berikutnya Gempa Mangkalihat bermagnitude 5,4 pada 16 Juni 2000, Gempa Tanjungredep bermagnitude 5,4 pada 31 Januari 2006, dan Gempa Muaralasan, Berau, bermagnitude 5,3 pada  24 Februari 2007.

Catatan gempa di Kabupaten Paser di antaranya yang terkuat dengan magnitude 6,1 pada 26 Oktober 1957. Lindu terbaru yaitu Gempa Longkali, Paser, pada 19 Mei 2019 bermagnitude 4,1.

Keberadaan pantai timurnya yang berhadapan dengan megathrust Sulawesi Utara berpotensi tsunami. Hasil pemodelan BMKG dengan gempa bermagnitude 8,5 dari zona gempa besar itu menunjukkan status awas. “Tinggi tsunami di pantai timur Kalimantan Timur bisa di atas tiga meter,” kata Daryono.

Mitigasi tsunami menurutnya bisa dengan menata ruang pantai yang aman tsunami seperti membuat hutan pantai. Masyarakat pantai pun perlu memahami konsep evakuasi mandiri. “Gempa kuat di pantai sebagai peringatan dini tsunami,” ujarnya.**