RUU KKS Perlu Pendalaman dan Libatkan Seluruh Pemegang Kebijakan

RUU KKS Perlu Pendalaman dan Libatkan Seluruh Pemegang Kebijakan

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Undang-undang siber (cyber) dinilai sangat dibutuhkan, apalagi melihat dinamika saat ini. Ancaman cyber bukan merupakan masalah yang kecil tetapi masalah besar yang harus difokuskan pemerintah ke depan.

"Ke depan ini adalah perang cyber, bukan lagi perang tradisional. Beda perang tradisional dengan perang cyber, kalau perang tradisional itu kan dideklarasikan, tetapi kalau perang cyber ini tidak ada deklarasinya, tiba-tiba kita sudah diserang," kata anggota Komisi I DPR, Evita Nursanty dalam diskusi bertema "Progres Percepatan Pengesahan RUU Keamanan dan Ketahana Siber" di Media Center DPR, Selasa (13/8/2019). 

Menurut dia, RUU KKS masih perlu pendalaman secara komprehensif, karena RUU ini sangat penting sebagai payung hukum bagi institusi TNI, Polri, Kejagung, BIN, BNPT, Kominfo RI, Kemenlu RI, dan lembaga lainnya.


“RUU KKS ini penting untuk menjadi payung hukum bagi seluruh instansi negara. Tapi masih perlu pendalaman dan harus melibatkan seluruh pemegang kebijakan. Selain agar tidak terjadi tumpang-tindih, juga menjadi payung bagi institusi terkait saat ada ancaman siber di Indonesia,” ujar Evita.

Dia mencontohkan soal kasus pemadaman listrik pada Minggu (4/8/2019) lalu. Menurutnya, tak ada yang mengetahui apakah pemadaman listrik yang diikuti pemutusan jaringan telkomunikasi itu apa ada serangan siber atau tidak. 

“Tragisnya lagi, siapa yang harus berada di depan untuk menghadapi kasus itu jika ada serangan siber? Apalagi, kini ada alat elektromagnetic, benda kecil yang bisa mematikan seluruh jaringan listrik,” katanya menambahkan.

Karena itu, kata Evita, dalam RUU KKS harus diatur, siapa yang paling bertanggungjawab ketika ada serangan siber tersebut. Bahkan TV ikut mati, sehingga tidak bisa mengikuti perkembangan berita nasional maupun internasional. “Apakah TV juga tak punya genset untuk listrik?” tanya Evita.

Perang siber sangat membahayakan dan mengancam negara. Dimana perang siber dilakukan tanpa harus deklarasi, tapi secara diam-diam bisa menghancurkan negara lain. Seperti Georgia oleh Rusia, listrik Rusia diserang siber Amerika, Iran – AS saling perang siber, fintech (transaksi teknologi keuangan/TM), yang bisa menguras keuangan negara, dan lain-lain.

“Kalau dengan terorisme lahir BNPT, Narkotika lahir BNN, cyber muncul Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), maka RUU KKS yang terdiri dari 24 pasal ini harus ada badan yang paling bertanggungjawab ketika ada serangan siber tersebut. Apakah BIN, TNI, Kepolisian, dan lain-lain,” pungkasnya.

Ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber & Komunikasi CISSReC, Pratama Persadha sependapat jika RUU KKS ini masih perlu pembahasan yang mendalam agar RUU ini mampu menjadi payung hukum seluruh kejahatan siber termasuk media sosial di dalam maupun luar negeri. 

“Bayangkan seorang anak bisa mengkoordinasikan 17 ribu anak dalam kejahatan pornografi dan perlu kerjasama internasional,” katanya.

Reporter: Syafril Amir