GBHN Diperlukan Agar Pembangunan Terarah dan Berkesinambungan

GBHN Diperlukan Agar Pembangunan Terarah dan Berkesinambungan

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Keinginan untuk menghidupkan kembali pola pembangunan model Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sudah dilakukan kajian mendalam selama MPR periode 2014-2019.  Pola pembangunan model GBHN merupakan representasi dan implementasi Pancasila yang ingin perencanaan dan pelaksanaan terarah dan legitimasinya kuat.

"Badan Pengkajian MPR sudah melakukan kajian dan diskusi panjang dengan berbagai pihak, seperti perguruan tinggi. Dari aspirasi yang diserap dari masyarakat pun menginginkan dihidupkan kembali rencana pembangunan ala GBHN," kata anggota MPR dari Fraksi PKS, Andi Akmal Pasludin, saat menjadi narasumber dalam ‘Penataan Kewenangan MPR dalam Perumusan Haluan Negara', di Media Center, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (26/7/2019).

Andi mengatakan, bangsa ini memiliki GBHN mulai tahun 1969 hingga 1997. Ketika era reformasi, produk dari Ketetapan MPR itu dihilangkan atau tak diperlukan lagi. Namun seiring perjalanan, menurut Andi, masyarakat menginginkan haluan negara agar bangsa ini mempunyai arah dalam pembangunan.


Arah pembangunan nasional disebut sangat penting sebab dengan adanya Pemilu, baik pilpres maupun pilkada, sistem pembangunan yang ada tak terintegrasi. Meski ada UU Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah, dan Panjang namun diakui legitimasinya tak kuat. Karena hanya dibuat oleh DPR dan Presiden. Seharusnya dibuat oleh MPR sebagai representasi kekuatan politik dan daerah.

Selama era reformasi, pembangunan yang berjalan hanya berlandas pada visi dan misi presiden dan kepala daerah. Arah pembangunan yang terjadi mengakibatkan tidak berkesinambungan. “Di sinilah perlu GBHN yang bisa menjadi pedoman semua”, tuturnya. 
Untuk itu, dirinya berharap dalam rencana amandemen UUD NRI Tahun 1945 kelima, salah satu produknya adalah menghasilkan pola pembangunan model GBHN. Karena kajian dan rekomendasi di MPR sudah kuat, tinggal kemauan politik saja.

Anggota MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsudin, menyebut bahwa amandemen UUD yang menghasilkan pola pembangunan model GBHN mempunyai dampak plus minus. 

Semua pendapat yang ada, diakui mempunyai tujuan agar pembangunan ke depan menjadi lebih terarah. Diakui, posisi partainya belum menentukan sikap dalam masalah ini. Bila ingin melakukan amandemen UUD perlu memperbanyak kajian yang lebih mendalam.

"Jangan tergesa-gesa melakukan perubahan, sebab akan membawa implikasi yang luas. Dengan adanya amandemen menjadikan MPR seperti masa lalu atau perlu ada batasan-batasannya”, ucapnya. 

Pengamat politik dari Lembaga Analisis Politik Indonesia, Maksimus Ramses menilai amandemen yang dilakukan dengan menghadirkan pola pembangunan model GBHN akan membawa banyak impplikasi. 

Disebutkan, pola pembangunan yang menjadi pedoman pembangunan nasional itu akan berbenturan dengan UU Otonomi Daerah. Produk dari MPR tersebut juga akan menuntut pertangunggjawaban Presiden kepada MPR.


Reporter: Syafril Amir