Petugas KPPS Banyak Meninggal, KPU Perlu Minta IDI Lakukan Investigasi

Petugas KPPS Banyak Meninggal, KPU Perlu Minta IDI Lakukan Investigasi

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua Umum Perkumpulan Swing Voters Indonesia, Adhie Massardi mengungkapkan keprihatinannya sehubungan banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia dan jatuh sakit pasca pemungutan suara Pemilu 2019.

Dia menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pelaksana pemilu untuk melakukan investigasi mengapa banyaknya anggota KPPS yang meninggal dan jatuh sakit tersebut. Apakah mereka itu meninggal karena kelelahan fisik atau depresi.

"Seharusnya KPU segera meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk melakukan investigasi. Saya tidak tahu dan mungkin terpikir juga tidak, karena selama ini hanya mengumumkan dengan santai suara naik, meninggal naik, sakit naik. Menurut saya kurang etis sebab ini menyangkut orang yang ingin berpartisipasi dalam demokrasi," ujarnya.


Kemudian yang harus diteliti itu kalau ada otopsi, sehingga kumpulan penyebabnya jelas. Kemudian apakah betul yang meninggal karena usianya 50 tahun. Kemudian ada kemungkinan besar, depresi karena tekanan psikis.

"Itu yang terjadi di lapangan kalau kita baca berita-berita. Bagaimana setelah tutup TPS dan kotak suaranya dibawa, dicuri. Kemudian saya baca lagi ada korban meninggal disampaikan istrinya bahwa sebelum meninggal, suaminya ini depresi kenapa harus ada pemilu ulang di TPS-nya. Padahal menurutnya baik-baik saja dan berjalan dengan lancar. Bahkan juga ada yang meninggal dengan menggantung diri," ujar Adhie.

Sebenarnya menurut mantan jubir Presiden Gus Dur itu, kalau lelah saja biasa. Sebab ada banyak temannya yang lain. Persoalannya kalau depresi kemudian kita cek depresinya karena apa, sehingga kemudian bisa dicari siapa yang bertanggung jawab atas kematian banyak orang ini.

Dokter Benny Oktavianus SPP (spesialis paru-paru) mengatakan, usia sangat berpengaruh dan banyak faktor lainnya. "Yang jelas ini adalah akibat suatu beban. Kalau sesuatu tubuh dipaksa melebihi kekuatannya, kebetulan saya ahli paru, jadi sangat mengerti bagaimana tubuh manusia itu," jelasnya.

Menurut prakiraan dia, hampir pasti 90% ini meninggal karena jantung. Akibat kelelahan karena jantung ini sudah punya masalah jantung sebelumnya tetapi belum terlihat karena belum terkena beban. Pada waktu terkena beban itulah gangguan itu dirasakan.

"Bayangkan orang datang jam 06.00, jam 07.00 mulai siap-siap kemudian sampai jam 1. Kemudian mulai proses hitung dan ada saya lihat di Tebet, selesainya jam 2 pagi. Padahal di Jakarta hanya 4 kertas suara, berbeda dengan daerah yang 5 surat suara. Bisa bayangkan kalau mereka ini, bapak atau ibu ini umur 55-60 tahun, sudah ada masalah hipertensi, gangguan jantung sedikit, kemudian terkena beban dan pastinya ada faktor stresnya," ujarnya.

Prinsipnya kata dia, apa yang terjadi sehingga orang yang banyak meninggal, karena beban itu menyebabkan oksigen berkurang ke jantung. Faktor stres juga menyebabkan penyempitan sementara beban tubuh manusia itu hidup karena oksigen. Suplai oksigen kurang akibatnya terjadi serangan jantung dan hipertensi tinggi yang mengakibatkan stroke dan sebagainya.

Sedangkan dr Patrianef, SPB.Kv (ahli bedah pembuluh darah) mengatakan, tidak ada keseimbangan antara kerja dan istirahat maka menimbulkan stres. 

"Jadi orang meninggal itu terindikasi karena stres kemudian jantungnya berhenti mendadak. Stres ini waktunya cukup berat, dengan mencontohkan hewan pindah lokasi tempat maka kemudian dia stres dan mati," kata Patrianef.

Menurut dia, stres bisa ditangkal, yaitu pada orang-orang muda. Orang-orang ini harus dipersiapkan usianya, berapa orang yang bisa bekerja seberat ini. 

"Bayangkan orang-orang yang berusia lanjut 50 sampai 60 tahun, pasti tidak kuat ditambah dengan tekanan-tekanan," jelasnya. 

Reporter: Syafril Amir