Kredit Fiktif Rp43 M di BRK Dalu-dalu, Nasib Dhuha Bakal Ditentukan Jaksa Peneliti

Kredit Fiktif Rp43 M di BRK Dalu-dalu, Nasib Dhuha Bakal Ditentukan Jaksa Peneliti

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Muhammad Dhuha, salah seorang tersangka dugaan kredit fiktif di Bank Riau Kepri (BRK) Cabang Pembantu (Capem) Dalu-dalu, Rokan Hulu (Rohul) dinyatakan mengalami gangguan jiwa berat. Nasibnya akan ditentukan oleh Jaksa Peneliti yang tengah menelaah berkasnya.

Selain M Dhuha, perkara ini juga menjerat Ardinol Amir, mantan Kepala BRK Capem Dalu-dalu. Lalu, Zaiful Yusri, Syafrizal, dan Heri. Sama halnya dengan M Dhuha, dua nama yang disebut terakhir adalah bawahan Ardinol saat itu dengan jabatan Analis Kredit.

Sebelumnya, kelimanya telah dimintai keterangan dalam statusnya sebagai tersangka. Saat itu, kelimanya dalam keadaan sehat, termasuk M Dhuha.


Belakangan, M Dhuha dinyatakan mengalami gangguan jiwa berat. Hal itu sebagaimana surat keterangan yang dikeluarkan pihak RSJ Tampan, Pekanbaru, beberapa waktu lalu. Surat tersebut juga diterima penyidik pada Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dari keluarga M Dhuha.

Dari informasi yang diperoleh, M Dhuha pernah mengalami kecelakaan pada tahun lalu. Hal itu dimungkinkan menjadi penyebab gangguan jiwa yang dialaminya.

Terkait kondisi itu, penyidik telah meminta keterangan dari dokter yang memeriksa kejiwaan M Dhuha. Dia adalah Dr Maysarah Sp.KJ. Pemeriksaan terhadap Maysarah dilakukan pada medio Februari 2019 lalu.

"Dokter kejiwaan itu (Maysarah, red) sudah dimasukkan sebagai ahli. Dia yang menyatakan yang bersangkutan (M Dhuha, red) mengalami gangguan kejiwaan berat," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Muspidauan, Senin (22/4/2019).

Terkait berkas perkara M Dhuha itu, katanya, telah dilimpahkan Jaksa Peneliti, bersama berkas 4 tersangka lainnya. Pelimpahan berkas itu diketahui kali kedua yang yang dilakukan penyidik. 

"Berkas sudah diserahkan ke Jaksa Peneliti, termasuk berkas tersangka MD (M Dhuha,red)," sebut dia.

Saat ini, katanya, penyidik masih menunggu sikap dari Jaksa Peneliti untuk memastikan kelengkapan berkas perkara. "Jika lengkap maka dinyatakan P21 dan dapat dilanjutkan ke tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum,red). Jika belum, tentu akan dilengkapi kembali," imbuhnya seraya mengatakan, nasib M Dhuha juga akan diputuskan, apakah bisa dilanjutkan atau tidak.

Dalam perjalanan perkara ini, satu persatu saksi menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan terhadap Kepala BRK Cabang Pasir Pengaraian, Yudi Asdam. Dia diperiksa terkait tugasnya dalam pengawasan terhadap capemnya.

Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan terhadap Kepala BRK Capem Dalu-dalu saat ini, Dadang Wahyudi, Pimpinan Seksi (Pimsi) di bank itu, serta empat orang analis kredit. Lalu, dua orang analis kredit. Sementara dari pihak debitur, sebagian besar sudah menjalani pemeriksaan.

Tidak sampai di situ, penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Rohul, Syaiful Bahri. Dan, 5 orang kepala desa (Kades) yang ada di Rohul, yaitu Kades Rambah Muda, Rian Deni Setiawan, Kades Pasir Intan Sudarman Susilo, Kades Rambah Jaya Gumono, Kades Rambah Hilir Tengah Sereger, dan Kades Rambah Hilir Romi Juliandra

Juga, para pesakitan juga dilakukan pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Selain itu, penyidik juga telah menyita sejumlah alat bukti. Termasuk dokumen terkait dugaan rasuah itu.

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik juga telah mendapatkan keterangan ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pusat. Dengan telah didapatkannya keterangan ahli tersebut, proses penyidikan akan segera rampung. Pendapat ahli itu merupakan petunjuk yang diberikan Jaksa Peneliti yang menelaah syarat formil dan materil perkara.

Perbuatan tersangka terjadi dalam rentang waktu 2010 hingga 2014. Dimana kredit berupa kredit umum perorangan itu dicairkan sekitar Rp43 miliar kepada 110 orang debitur. Umumnya para debitur itu hanya dipakai nama dengan meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). 

Sejumlah debitur ada yang dijanjikan plasma atau pola kerjasama dalam pembentukan kebun kelapa sawit. Hal itu dilakukan karena ada hubungan baik antara debitur dengan Kacapem BRK Dalu-dalu saat itu.

Kenyataanya, para debitur tidak menerima pencairan kredit. Mereka hanya menerima sekitar Rp100 ribu hingga Rp500 ribu karena telah meminjamkan KTP dan KK guna pencairan kredit. Kuat dugaan ada oknum BRK yang menggunakan nama para debitur untuk pengajuan kredit.

Saat pihak bank melakukan penagihan, baru diketahui bahwa sebagian besar debitur tidak pernah mengajukan dan menerima pencairan kredit. Kerugian negara diduga mencapai Rp32 miliar, dimana sejauh ini diketahui belum ada pengembalian kerugian negara.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Reporter: Dodi Ferdian