Bamsoet dan Fahri Minta Kasus Surat Suara Tercoblos di Malaysia Diusut Tuntas

Bamsoet dan Fahri Minta Kasus Surat Suara Tercoblos di Malaysia Diusut Tuntas

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA – Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendesak pihak terkait untuk mengusut tuntas dan transparan kasus surat suara Pilpres dan Pileg 2019 tercoblos yang ditemukan Selangor, Malaysia. 

"Saya minta Panwaslu Luar Negei dan Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) Luar Negeri untuk mengusut secara tuntas dan transparan guna menjaga integritas pemilu yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat pada proses dan hasil pemilu," respon terulis Bamsoet, Jumat (12/4/19).

Dia juga mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan evaluasi, termasuk Standar operasional yang dilakukan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). "Jika berpotensi tidak melaksanakan tugas sesuai aturan, maka KPU harus segera memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku," tegas Bamsoet.


Kepada Bawaslu dimintanya untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan Pemilu 2019, baik di luar negeri maupun di Indonesia, agar pelaksanaan Pemilu 2019 berlangsung sesuai dengan asas luber dan jurdil.

Bamsoet juga meminta Polri untuk memastikan keaslian kertas surat suara yang sudah dicoblos sebagaimana fakta di lapangan. 

"Saya mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi hingga penyidikan dan penyelidikan selesai dilakukan, serta menunggu informasi resmi yang disampaikan oleh pihak KPU maupun Kepolisian," serunya.

Secara terpisah, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah juga mendesak penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu untuk mengusut tuntas asal kertas suara tercoblos tersebut. 

"Pertanyaan saya, kenapa ada pihak yang bukan panitia pemilu punya akses, kenapa dan siapa Davin Kirana, dan kenapa 01 yang dicoblos?. Jawabannya saya sudah tahu, tapi mereka nggak mau tahu," cetus inisator Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu.

Dijelaskan Fahri bahwa kertas suara itu adalah dokumen negara, sesuatu yang berharga dan harus dijaga dengan segala cara. Kasus Malaysia ini, lanjut dia, menjelaskan adanya kertas suara liar.

"Yang jadi pertanyaannya, siapa yang mencetak? Menurut saya, ini bagian dari pemanfaatan data invalid,” kata Anggota DPR RI dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu lagi.

Efek langsung dari diakuinya ada “data invalid” dalam 192 juta pemilih, menurut penilaian Fahri adalah terjadinya pencetakan kartu suara lebih.

"Siapa yang mencetak, di mana, dan distribusi untuk apa? Terjawab dengan kasus Malaysia. Tapi yang jadi pertanyaan, beranikah kita mengusut tuntas?" pungkas Fahri Hamzah.

Reporter: Syafril Amir