Setelah Nusron Wahid, Kini Bowo Sidik Pangarso Seret Nama Seorang Menteri

Setelah Nusron Wahid, Kini Bowo Sidik Pangarso Seret Nama Seorang Menteri

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Bowo Sidik Pangarso kembali bermanuver. Tersangka kasus suap terkait amplop 'serangan fajar' yang sebelumnya menyebut nama Nusron Wahid itu kini menyeret sosok menteri.

Dalam dua hari terakhir Bowo menjalani pemeriksaan di KPK. Dalam dua hari terakhir itu pula Bowo membuat kejutan.

Pada Selasa, 9 April kemarin, Bowo yang menuntaskan pemeriksaan di KPK tiba-tiba menyebut sosok Nusron sebagai orang yang memintanya mengumpulkan uang demi 'serangan fajar' itu.


"Saya diminta oleh partai menyiapkan 400 ribu.... Nusron Wahid meminta saya untuk menyiapkan 400 ribu (amplop). Diminta oleh Nusron Wahid untuk menyiapkan itu," kata Bowo, kemarin.

Bowo terus berjalan ke arah mobil tahanan yang menunggunya. Ketika dicecar wartawan mengenai kaitan amplop-amplop itu dengan Pilpres 2019, Bowo tidak menjawab gamblang.

"Yang jelas, partai kita dukung 01," kata Bowo menjawab pertanyaan soal tujuan menyiapkan amplop.

Selepas itu pengacara Bowo, Saut Edward Rajagukguk, memberikan penjelasan. Dia menyebut Nusron turut menyiapkan amplop sebanyak 600 ribu demi kemenangan sebagai anggota legislatif dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Tengah II. Bowo dan Nusron memang diketahui tercatat sebagai caleg dari dapil tersebut.

"Bahkan katanya yang 600 ribu yang menyiapkan Wahid. Dia (Bowo Sidik) 400 ribu amplopnya," kata Saut Edward.

Selain itu dia menyebutkan tentang 'cap jempol' pada amplop yang telah diungkap KPK sebelumnya sebagai penanda semata. Sebab, menurut Saut Edward, ada pengalaman dari Bowo dan Nusron bila amplop 'serangan fajar' tidak sampai pada tujuan.

"Cap jempol memang dibuat karena supaya tahu bahwa amplop ini sampai atau nggak nanti. Sebagai tanda saja. Mereka punya pengalaman bahwa amplop itu tidak disampaikan kepada yang bersangkutan. Nah, untuk menghindari itu (tidak sampai), dibuat tanda cap jempol," imbuhnya.

Dari pengakuan itu, Nusron langsung membantahnya. Nusron mengaku tidak tahu menahu tentang urusan tersebut.

"Tidak benar," kata Nusron singkat.

Keesokan harinya, Rabu (10/4), Bowo kembali menjalani pemeriksaan di KPK. Usai pemeriksaan Bowo tidak banyak berbicara. Dia hanya menanggapi bantahan Nusron tentang tuduhan sebelumnya.

"Gimanalah seorang muslim ya, seorang muslim harus beriman ya," kata Bowo.

Setelah Bowo memasuki mobil tahanan, lagi-lagi pengacaranya memberikan keterangan pada wartawan. Saut Edward menyebut uang yang disita KPK dalam perkara Bowo itu diduga berasal dari menteri.

"Sumber uang yang memenuhi Rp 8 miliar yang ada di amplop tersebut dari salah satu menteri yang sekarang lagi menteri di kabinet ini," ujar Saut Edward.

Namun Saut Edward tidak membeberkan siapa menteri yang dimaksudnya. Dia hanya menegaskan keterangan dari Bowo itu pasti ditelusuri KPK. Meski saat ini nama diduga menteri itu belum disebut Bowo ke penyidik KPK.

"Menterinya itu masuk di TKN atau tidak saya kurang mengetahui ya. Partainya juga belum disebut. Kita kasih kesempatan kepada penyidik untuk mendalami," terang Saut Edward. 

Bowo dijerat KPK sebagai tersangka karena menerima uang dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti melalui orang kepercayaannya yang bernama Indung. Asty dan Indung juga telah berstatus sebagai tersangka.

Bowo diduga menerima Rp 1,5 miliar dalam 6 kali pemberian dan Rp 89,4 juta dari Asty. KPK menyebutkan bila Rp 1,5 miliar yang diterima Bowo itu disita bersama dengan Rp 6,5 miliar lainnya dalam wadah 400 ribu amplop yang diduga untuk 'serangan fajar' mengingat Bowo kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif lagi.

Nah, Rp 6,5 miliar lainnya itu diduga KPK sebagai gratifikasi yang diterima Bowo berkaitan dengan jabatannya. Sejauh ini KPK sudah mengidentifikasi siapa pemberi gratifikasi itu pada Bowo meski belum mengungkap siapa sosoknya.