Mengoreksi Arah Pemberdayaan Perempuan

Mengoreksi Arah Pemberdayaan Perempuan

Oleh: Alfira Khairunnisa 
Pemerhati Sosial Masyarakat

RIAUMANDIRI.CO - Isu kesetaraan gender hingga kini masih hangat untuk terus di perbincangkan. Bagaimana tidak? Sebagaimana biasa pada setiap tahunnya diperingati  hari Perempuan Internasional.

Tepat pada 8 Maret lalu adalah bertepatan dengan International Women's Day atau Hari Perempuan Internasional dengan mengusung tema 'Balance for Better'.


International Women's Day, dalam situs resminya,   mengungkapkan alasan tema tersebut diangkat. Bahwa tema ini ditujukan untuk kesetaraan gender, kesadaran yang lebih besar tentang adanya diskriminasi dan merayakan pencapaian perempuan.

Tema ini pun diusung melihat bahwa belum adanya keseimbangan atau kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan antara laki-laki dan perempuan. Khususnya dalam dunia kerja, di mana perempuan dibayar lebih rendah dari laki-laki.

Di lain sisi, fakta mencengangkan menunjukkan bahwa, 7,5 juta perempuan Indonesia menjadi tulang punggung keluarga karena kemiskinan. Kemudian, lebih dari 2,5 juta menjadi TKW meninggalkan keluarga mereka, padahal ancaman kekerasan bahkan pembunuhan berada di depan mata.

Dan jika kita perhatikan kembali bahwa kondisi yang sama juga dirasakan oleh perempuan di seluruh belahan dunia. Sungguh kemiskinan, pelecehan, penindasan, dan eksploitasi sangat menghimpit kaum perempuan.

Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?

Hal ini terjadi tak lain adalah dikarnakan sistem Kapitalisme. Sistem Kapitalisme adalah  sistem yang diterapkan oleh kebanyakan negara di dunia, termasuk Indonesia, yang memiliki cara pandang yang khas dan hal ini sangat mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.  Hal ini terjadi tidak lepas dari sistem yang diemban dan diterapkan.

Saat ini, perempuan juga tak henti diperlakukan dan dipandang sebagai komoditas dan "mesin pencetak" uang. Oleh karena itu, tidak heran kini kasus trafficking serta pelecehan perempuan kian marak dimana-mana. Miris bukan?

Sistem kapitalisme juga turut memelihara kondisi lingkungan yang materialistik dan konsumtif. Agar sistem ini tetap bertahan, kluncurkan gempuran serangan propaganda yang mendukung sistem melalui berbagai media.

Contoh kecilnya saja, perempuan Indonesia yang notabene memiliki kulit berwarna kuning langsat atau coklat diserbu dengan propaganda bahwa cantik itu jika perempuan memiliki kulit berwarna putih. Dengan propaganda ini maka berlomba-lombalah wanita Indonesia membeli produk-produk pemutih kulit. Bisa kita lihat juga dengan maraknya produk-produk pemutih kulit yang beredar.

Nah, untuk dapat membeli produk pemutih kulit tersebut tentu perlu uang bukan? Sehingga apa yang terjadi? Para perempuan pun akhirnya banyak yang ikut ambil bagian untuk bekerja sebagaimana laki-laki bekerja, demi untuk membeli berbagai barang dan jasa yang telah dipropagandakan oleh para kapitalis.

Ya, inilah cara para kapitalis membuat orang terbius dengan propaganda dan akhirnya membentuk kondisi lingkungan yang materialistik di samping konsumtif. 

Tidak berhenti di situ saja. Kapitalisme pun membuat kemolekan tubuh dan kecantikan perempuan dijadikan sebagai aset iklan, model, film, video porno, penghibur, maupun pekerja seks yang dapat menyumbangkan pajak yang besar bagi negara. Hal ini sungguh membuat kita makin miris.

Kapitalisme pun terus berusaha untuk mengeksploitasi waktu, tenaga, pikiran, bahkan tubuh perempuan agar menjadi uang. Sehingga apapun akan dilakukan demi untuk bagaimana cara agar menghasilkan dan mendapatkan uang. Hingga akhirnya makin tumbuh suburlah materialis di dunia. Termasuk Indonesia sendiri.

Kemudian, jika kita lihat dari segi standar kebahagiaan pun kapitalis mengartikan bahwa bahagia itu jika mempunyai banyak uang, gelar, kedudukan yang tinggi, dan hal lain yang berstandar pada materi.

Sekilas hal ini mungkin terkesan biasa, namun disebalik  propaganda ini, ada dampak yang begitu besar bagi para perempuan, anak-anak, keluarga hingga masyarakat.
 
Dampak dari propaganda tersebut adalah para perempuan akan semakin banyak yang meninggalkan keluarganya untuk bekerja, baik dalam keadaan terpaksa maupun secara sukarela.

Dan akhirnya akan makin banyak anak-anak yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua, terutama ibu. Sehingga apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah akan semakin marak kenakalan anak-anak atau remaja. Pergaulan bebas, seks bebas, narkoba dan lain-lain nya pun tak dapat dihindarkan.

Broken home akhirnya tak dapat dihindarkan. Angka perceraian pun semakin meningkat karena timbulnya konflik dalam keluarga, yang mana salah satunya adalah penghasilan istri yang lebih besar dibandingkan suaminya.

Inilah buah dari Kapitalisme yang mendefinisikan keberdayaan perempuan hanya dari aspek materi belaka. Sayangnya, pemerintah justru terkesan mengabaikan fenomena ini.

Terlebih lagi bagi TKI yang mereka katakan adalah aset negara. Pendapatan bagi negara. Meskipun, pendapatan negara ini banyak dinodai dengan penganiayaan dan kekerasan terhadap kaum perempuan.

Perempuan Dalam Kacamata Islam

Islam merupakan satu-satunya agama dan sistem yang mempunyai solusi tuntas atas permasalahan ini, karena ia berasal dari sang Pencipta yang menciptakan manusia beserta alam semesta dan isinya.

Sesungguhnya Islam sangat memuliakan perempuan di tengah penghinaan terhadap perempuan. Islam memerintahkan manusia untuk menghormati ibu (perempuan) tiga kali lebih dulu dibandingkan ayah. Melalui lisan Rasulullah Saw, diterangkan bahwa perempuan yang taat kepada suami, pahalanya menyamai orang yang berjihad di jalan Allah. Masyaa Allah.

Peran perempuan di keluarga, masyarakat, bahkan bernegara sangat besar dan berpengaruh. Terutama dalam mendidik anak yang merupakan jembatan masa depan, penentu masa depan dunia.

Islam pun tidak mewajibkan perempuan untuk bekerja, dan tidak pula ada larangan dalam Islam bagi perempuan untuk bekerja. Hanya saja, kini perempuan yang bekerja identik sebagai "alat komoditi" yang justru menguntungkan pihak kapitalis. 

Islam mengizinkan perempuan bekerja, namun tidak dalam kondisi perbudakan, penghinaan, dan penindasan seperti sekarang. Melainkan, dalam kondisi yang terjamin keamanan dan bermartabat sehingga statusnya di masyarakat pun senantiasa terjaga. Inilah bentuk penjagaan Islam terhadap perempuan.

Islam memberikan kewajiban untuk mencari nafkah pada kaum pria, bukan perempuan. Ini sangat jelas bahwa Islam sudah mengaturnya. Islam juga memberikan kewajiban bagi kerabat dekat untuk membantu saudaranya yang kekurangan, jika kerabat tidak ada yang bisa membantu maka Amirul Mukminin akan membantunya dengan bantuan baitul Mall. 

Maka, Islam mendefinisikan perempuan berdaya dengan optimalisasi peran dan fungsinya sebagai ummun wa rabbatul bayt (Ibu dan pengatur rumah tangga) dan ummu ajyal (ibu generasi) yakni pengokoh bagi peradaban Islam yang cemerlang dan penebar rahmat bagi seluruh alam.

Tak hanya sampai di situ, Islam juga menetapkan kesejajaran derajat laki-laki dan perempuan pada ketaatan mereka terhadap aturan Allah, bukan pada bentuk fungsi dan peran. Dan hanya bisa dilaksanakan jika syariah kaffah ditegakkan. Maka sudah saatnya kaum perempuan yakni Muslimah wajib dan sangat urgen terlibat di dalamnya.

Wallahu’alam bish shawab.