Mengkritisi DPT Bukan untuk Mendelegitimasi Penyelenggara Pemilu

Mengkritisi DPT Bukan untuk Mendelegitimasi Penyelenggara Pemilu

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Kasus Daftar Pemilih Tetap (DPT) bukanlah masalah yang baru pertama terjadi dalam Pemilu 2019, tapi juga terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya. DPT ini dipersoalan bukan untuk melegitimasi penyelenggara pemilu dan mencurigai kecurangan manipulasi data.

"Artinya DPT itu dipersoalkan bukan mendeligitimasi penyelenggara Pemilu, mencurigai proses pemilu terjadi kecurangan manipulasi data. Tetapi hal ini penting dalam demokrasi elektoral. Untuk menyelamatkan hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh undang-undang bahwa setiap warga negara Indonesia punya hak untuk memilih dan dipilih," kata anggota Fraksi PAN MPR RI, Viva Yoga Mauladi dalam diskusi bertema "Mengawal Legitimasi DPT Pemilu 2019", di Media Center DPR/MPR, Jumat (15/3/2019).

DPT dalam pemilu sangat penting, karena itu harus dikritik, harus dibicarakan untuk peningkatan demokrasi elektoral. Proses untuk mencocokkan,  penelitian bukan hanya dilakukan oleh lembaga penyelenggara Pemilu dan Bawaslu. Tetapi oleh partai politik peserta pemilu.


Dia mencontohkan data DPT yang dikritis pasangan calon presiden nomor urut 2 Prabowo-Sandi yang meminta untuk dilakukan pengecekan validasi DPT tak wajar itu. seperti ada data pemilih dalam DPT yang bertanggal lahir 1 Juli sebanyak 9.817.003, bertanggal lahir  31 Desember sebanyak 5.377.401, yang bertanggal lahir 1 Januari sebanyak 2.359.304 serta yang berusia diatas 90 tahun sebanyak 304.782, usia di bawah usia 17 tahun sebanyak 20.475. Kemudian juga ditemukan satu KK ada 100 orang, ada yang 200  KK-nya. Di Kabupaten Banyuwangi yang tidak wajar ada 41.555 KK.

Temuan tersebut kata Viva Yoga, sudah dilaporkan ke KPU dan KPU menyambut baik sudah dilaporkan ke dukcapil,  dukcapil menyambut baik dan sebagian juga telah memberikan penjelasan bahwa sesuai dengan Permendagri nomor 19 tahun 2010,  tentang formulir dan buku yang digunakan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil , tentang lahir 1 Juli , 31 Desember melalui sistem SINDUK.

"Jadi sebenarnya tidak ada upaya untuk melegitimasi penyelenggara pemilu dan sikap ini adalah merupakan sikap yang baik dalam rangka agar kita masuk gelanggang, semuanya sudah bersih dan ada kesepahaman," kata Viva Yoga.

Sementara itu anggota MPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima mengatakan polemik DPT yang terjadi belakangan ini bisa diatasi dengan transparansi. KPU sudah menyediakan data untuk divalidasi. “Di era reformasi ini semua sangat transparan. KPU menyediakan data untuk divalidasi. Tidak mungkin ada DPT ganda. Semua sudah ada datanya,” katanya.

Dengan transparansi, lanjut Aria Bima, maka sangat mudah untuk men-trace data DPT. Aria mengajak semua pihak untuk buka-bukaan soal DPT secara transparan. “Karena sekarang semua data bisa diakses. Lewat gadget kita bisa buka DPT. Masing-masing parpol juga sudah mendapat softcopy DPT. Validasi tidak hanya dilakukan parpol dan penyelenggara pemilu, tapi seluruh peserta pemilu juga melakukan validasi,” katanya.

Direktur Para Syndicate Ari Nurcahyo menilai kasus DPT selalu terulang setiap pemilu. Tapi polanya makin ke sini itu makin kreatif. Sebelumnya ada kasus KTP elektronik yang berceceran dimana-mana, ada kasus berkarung-karung KTP elektronik ini.

Terkait kisruh DPT tersebut, diamemberi dua solusi. Pertama, solusi taktis atau jangka pendek untuk mengantisipasi Pemilu 17April 2019. Solusi taktis ini adalah untuk menjamin warga negara bisa menggunakan hak pilihnya secara konstitusional. Mereka yang sudah masuk DPT, atau non-DPT, atau pemilik e-KTP bisa menggunakan hak pilihnya.

Kedua, solusi strategis. Ini menyangkut kebijakan politik jangka panjang. “Kita harus memutus aktor atau pemain dalam mata rantai data kependudukan. Negara atau pemerintah harus membuat single identity number kependudukan. “Proyek e-KTP adalah proyek gagal. Negara harus membuat program KTP yang single number,” ujarnya. 

Reporter: Syafril Amir