Diskusi Jelang Debat III, Jokowi-Ma'ruf Fokus Basmi Stunting, Prabowo-Sandi Urus BPJS

Diskusi Jelang Debat III, Jokowi-Ma'ruf Fokus Basmi Stunting, Prabowo-Sandi Urus BPJS

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memaparkan visi misi paslon yang diusungnya terkait bidang kesehatan. Jokowi-Ma'ruf akan berfokus pada pengurangan angka stunting, sedangkan Prabowo-Sandi akan fokus memperbaiki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Hal tersebut diungkapkan dalam diskusi 'Menuju Debat III: Menakar Visi Kesehatan' di d'Consulate Resto and Lounge, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2019).

"Kami dari TKN tentu akan melanjutkan program kesehatan yang sudah berjalan, baik sudah mempunyai indikator peningkatan outcome seperti stunting turun 7 persen, jaminan kesehatan, pemerataan fasilitas kesehatan dengan mengirimkan tenaga kesehatan di wilayah untuk pemerataan," ujar anggota TKN Hasbullah Thabrany.


Hasbullah menyinggung program percepatan pembangunan infrastruktur di era Presiden Jokowi. Hal itu disebutnya akan lebih memudahkan pemerataan layanan kesehatan hingga ke pelosok daerah.

"Kami negara besar dan memang sudah sejak lama terjadi ketimpangan antara Barat dan Timur, maka upaya-upaya menyetarakan akses perlu waktu cukup lama. Tentu prioritas utama kualitas sumber daya manusia sekarang, kalau 5 tahun belakangan fokus infrastruktur fisik yang kita lihat sudah sangat bagus. Setelah infrastruktur berkembang bagus, barang-baramg manusia bergerak lebih cepat, pertumbuhan ekonomi lebih besar lagi," jelas Hasbullah.

"Mulai perbaikian gizi dan ibu hamil, kami akan menururkan lagi angka stunting lebih cepat, karena itu indikator gizi buruk. Sekarang sudah disiapkan program ke depan untuk pengendalian stunting. Kami akan produksi sumber daya alam 5 tahun kedepan," imbuhnya.

Hasbullah juga membahas program Jokowi-Ma'ruf tentang pengendalian tembakau. Ia menyebut pengendalian tembakau dapat dilakukan melalui pengendalian cukai rokok.

"Pertama, kami lakukan dengan promotif preventif. Kedua, kami lakukan upaya kawasan tanpa rokok untuk memperluas daerah yang bebas asap rokok. Dan tentu memang salah satu cara efektif adalah kami naikkan harga rokok dengan cukai. Cukai kami belum maksimal. Tapi pengendalian cukai bukan hanya kesehatan, tapi juga Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian," tutur Hasbullah.

Di sisi lain, anggota BPN Hermawan Syahputra menjelaskan definisi sehat menurut WHO bukan hanya terbebas dari penyakit, tetapi juga sehat secara fisik dan sosial. Menurut Hermawan, Indonesia belum berdaya dalam mencari solusi jaminan kesehatan nasional.

"Pemerintah selalu berusaha mengambil momen dan tidak pernah kita sadari. Quality of life, level of happiness. Contoh saja, BPJS yang diklaim meningkat anggarannya dari tahun ke tahun, 2014 defisi Rp 3,3 triliun, 2015 Rp 5,9 triliun, 2016 meningkat drastis jadi Rp 9,7 triliun, dan 2018 Rp 9,8 triliun. Itu belum mampu mendongkrak. Masyarakat tidak terlayani dengan baik, rumah sakit mandek. Kualitas tidak meningkat jauh. Angka kematian ibu dan bayi tinggi," ungkap Hermawan.

Hermawan menegaskan Prabowo-Sandi akan melakukan perhitungan kembali BPJS dan bagaimana keberpihakan pada masalah kesehatan, bukan hanya soal akses. "Sekarang yang masih jadi persoalan besar kita adalah BPJS. Kami lihat BPJS ada yang jebol. Ada primary health care. Sekarang ini jebol semua. Karena primary healrh care itu 80 persen pelayanan kesehatan jebol karena tidak dikedepankan primary health care," ucapnya.

Terkait dengan persoalan tembakau, menurut Hermawan, Prabowo-Sandi akan membahagiakan dan memberikan ruang bagi para petani tembakau untuk mempunyai alternatif mata pencaharian lain. Hendrawan menyinggung kebocoran anggaran Rp 11 ribu triliun untuk memperbaiki hal ini.

"Harus punya alternatif dan mata lencaharian. Kalau manusianya tidak pernah disentuh, maka jangan harap ini bisa dikendalikan. Manusia yang beririsan dengan rokok harus diberdayakan. Konkretnya, kita punya kebocoran Rp 11 ribu triliun, kalau ini tertangani, tidak sulit," pungkasnya.