Temuan BPK senilai Rp1,7 T Tidak Ditindaklanjuti, Kajati Riau: Otomatis Itu Korupsi

Temuan BPK senilai Rp1,7 T Tidak Ditindaklanjuti, Kajati Riau: Otomatis Itu Korupsi

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Sudah bertahun-tahun, lima pemerintah daerah (Pemda) di Riau belum menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI senilai Rp1,7 triliun. Ini tentunya menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara yang berpotensi mengarah ke tindak pidana korupsi.

Temuan itu sebelumnya disampaikan Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI kala menggelar rapat bersama lima daerah yang mendapatkan catatan BPK tersebut. Di antaranya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak, Bengkalis, dan Indragiri Hulu (Inhu). Lalu, Pemerintah Kota (Pemko) Dumai dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. 

Dari pertemuan yang digelar di Kantor Gubernur Riau pada Rabu (30/1) kemarin itu, terungkap angka sebesar Rp1,7 triliun berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2018 dan tahun-tahun sebelumnya. Temuan tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti pemerintah daerah tersebut.


Jika dirincikan, total kerugian negara tersebut, yakni Pemprov Riau Rp972,4 miliar, Pemkab Bengkalis Rp271,2 miliar, Inhu Rp 240,8 miliar, Dumai Rp71,7 miliar dan Siak Rp145,8 miliar.

Atas temuan BPK itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Uung Abdul Syakur, angkat bicara. Dikatakan Uung, aparat penegak hukum (APH) bisa menindaklanjuti temuan tersebut ke proses hukum. 

"Selama ada bukti, pasti kita tindaklanjuti. Tapi (temuan) itu kan global (secara umum,red). Kita kan gak bisa global. Makanya nanti kita tunggu. Kalau memang ada kasus per kasus, kita tindaklanjuti lah," ujar Uung Abdul Syakur kepada Riaumandiri.co, Rabu (13/2).

Untuk tindak lanjutnya, kata Uung, biasanya BPK mengirimkan data ke APH. Berdasarkan data tersebut, APH akan melakukan analisa. 

"Kalau mau ditindaklanjuti ke hukum biasanya juga BPK mengirimkan ke kita (Kejati,red), ke Polda juga bisa. Jadi kita tunggu lah," kata Kajati. 

"Kita analisa lah, jika ada (laporan dari BPK)," sambungnya.

Sebenarnya, kata Uung, temuan BPK itu bisa tidak menjadi persoalan jika segera ditindaklanjuti oleh pihak terkait. Menurutnya, pihak terkait diberi waktu selama 60 hari setelah terbitnya LHP. 

"Temuan itu kan (bisa ditindaklanjuti dalam) 60 hari. Kembalikan  (ke kas daerah), selesai. Terus ada TGR (Tuntutan Ganti Rugi, red)," sebut dia.

Namun jika telah lewat 60 hari atau bertahun-tahun seperti ini, Uung menduga itu ada potensi kerugian negara. "Tapi kalau sudah bertahun-tahun, otomatis lah itu korupsi, kalau tidak ada tindak lanjutnya. Penyelesaian kan ada aturannya," pungkas Kajati Riau Uung Abdul Syakur.

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengatakan perlu ada telaahan untuk  memastikan apakah temuan BPK tersebut masuk ranah korupsi atau tidak.

"Kalau temuan BPK itu belum linear dengan identifikasi korupsi. Perlu dipelajari lagi," ujar Gidion belum lama ini.

Untuk menelaah hal itu, diperlukan data terkait dengan temuan tersebut. Tentu saja datanya diperoleh dari pihak BPK Riau. "Bagaimana cara dapat bahan dari BPK?," tanya Gidion seraya memastikan jika hingga kini BPK RI belum memberikan data tersebut kepada pihaknya.

"Belum (diserahkan BPK)," tegas mantan Wakil Direktur (Wadir) Reserse Narkoba (Resnarkoba) Polda Metro Jaya itu.

Sebelumnya, Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Dwi Agus Arfianto, mengatakan, aparat penegak hukum (APH) bisa menindaklanjuti temuan tersebut, jika melewati masa 60 hari setelah terbitnya LHP. Jika masih dalam waktu tersebut, bisa dilakukan upayan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TP-TGR).

Reporter: Dodi Ferdian



Tags Korupsi