Korupsi Alkes di RSUD AA, Jaksa Bakal Hadirkan Yulwiriati Moesa ke Persidangan

Korupsi Alkes di RSUD AA, Jaksa Bakal Hadirkan Yulwiriati Moesa ke Persidangan

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menghadirkan semua saksi yang terdapat di dalam berkas perkara dugaan dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di RSUD Arifin Achmad (AA) Riau. Termasuk, Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan UMKM Provinsi Riau, Yulwiriati Moesa.

Kehadiran Moesa itu nantinya sebagai saksi untuk perkara yang terjadi tahun 2012-2013. Adapun terdakwa yang duduk di kursi pesakitan yaitu dr Kuswan Ambar Pamungkas, SpBP-RE, dr Weli Zulfikar, SpB(K)KL dan drg Masrial, SpBM. Ketiganya adalah dokter yang bertugas di RSUD AA Riau.

Selain ketiganya, terdapat dua terdakwa lainnya. Mereka adalah Direktris CV Prima Mustika Raya (PMR), Yuni Efrianti, dan seorang stafnya, Mukhlis.


Dikatakan Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Yuriza Antoni, menyatakan saat ini proses persidangan masuk ke tahap pembuktian.

"Dalam tahap ini, kita menghadirkan saksi-saksi untuk membuktikan dakwaan," ujar Yuriza saat dikonfirmasi Riaumandiri.co, Minggu (3/2/2019).

Sejauh ini, kata Yuriza, pihaknya telah menghadirkan belasan saksi. Mereka berasal dari pihak RSUD AA Riau.

Pemeriksaan saksi-saksi ini masih berlanjut. Dia menegaskan semua pihak yang terdapat di dalam berkas perkara akan dihadirkan di persidangan, termasuk Yulwiriati Moesa. "Iya, (Yulwiriati Moesa) akan dihadirkan juga. Keterangan yang bersangkutan juga ada di dalam berkas," tegas mantan Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Lingga, Kepulauan Riau (Kepri) itu.

Untuk diketahui, saat perkara itu terjadi, Yulwiriati Moesa menjabat selaku Direktur Utama (Dirut) RSUD AA Riau. Mengingat jabatannya kala itu, Yulwiriati Moesa dianggap mengetahui perkara tersebut.

Sebelumnya, dalam dakwaan JPU dinyatakan perbuatan para terdakwa terjadi pada tahun 2012 hingga 2013 silam dengan cara membuat Formulir Instruksi Pemberian Obat (FIPO) dengan mencantumkan harga yang tidak sesuai dengan harga pembelian sebenarnya dalam pengadaan alat kesehatan spesialistik Pelayanan Bedah Sentral di RSUD AA Riau. 

Dalam pembelian itu, pesanan dan faktur dari CV PMR disetujui instansi farmasi. Selanjutnya dimasukkan ke bagian verifikasi untuk dievaluasi dan bukti diambil Direktris CV PMR, Yuni Efrianti  Selanjutnya dimasukkan ke Bagian Keuangan.

Setelah disetujui pencairan, bagian keuangan memberi cek pembayaran pada Yuni Efrianti. Pencairan dilakukan Bank BRI, Jalan Arifin Achmad. Setelah itu, Yuni Efrianti melakukan perincian untuk pembayaran tiga dokter setelah dipotong fee 5 persen.

Pembayaran dilakukan kepada dokter dengan dititipkan melalui staf SMF Bedah, saksi Firdaus. Tindakan terdakwa melanggar peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah.

Menurut JPU, CV PMR diketahui bukan menjual atau distributor alat kesehatan spesialistik yang digunakan ketiga dokter. Kenyataannya, alat tersebut dibeli langsung oleh dokter bersangkutan ke distributor masing-masing.

Alat kesehatan juga tidak pernah diserahkan CV PMR kepada panitia penerima barang dan bagian penyimpanan barang di RSUD AA Riau sebagaimana ketentuan dalam prosedur tetap pengadaan dan pembayaran obat, gas medis dan alat kesehatan pakai habis BLUD AA Riau.

Selama medio 2013 dan 2013, Direktris CV PMR dibantu stafnya Muklis telah menerbitkan 189 faktur alat kesehatan spesialistik. Harga alat kesehatan yang tercantum dalam faktur berbeda-beda dengan harga pembelian yang dilakukan terdakwa dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial.

Dari audit penghitungan  kerugian keuangan negara ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp420.205.222. Jumlah itu diterima oleh CV PMR dan tiga dokter dengan jumlah berbeda.

Perinciannya adalah CV PMR sebesar Rp66.709.841. Sementara selisih harga alat kesehatan atau mark up harga yang diterima oleh ketiga dokter adalah dr Welly Zulfikar sebesar Rp213.181.975, dr Kuswan Ambar Pamungkas Rp8.596.076 dan dr Masrizal Rp131.717.303.

Akibat perbuatan itu, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1)  jo  Pasal 3, jo Pasal 18 ayat (1) b  Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP.

Reporter: Dodi Ferdian