Kasus Pencabulan Marak di Kampar, Hafis Tohar: Aktifkan Kembali Fungsi Masyarakat Adat

Kasus Pencabulan Marak di Kampar, Hafis Tohar: Aktifkan Kembali Fungsi Masyarakat Adat

RIAUMANDIRI.CO, TAMBANG - Sejumlah kasus pencabulan terjadi di Kabupaten Kampar di awal tahun 2019. Berdasarkan rangkuman Riaumandiri.co, setidaknya ada tiga kasus pencabulan yang ditangani jajaran Polres Kampar dalam seminggu terkahir.

Kasus pertama terjadi di salah satu pondok pesantren di Desa Tarai Bangun Kecamatan Tambang, pelaku berisial MH (31) yang berprofesi sebagai pengajar tersebut ditangkap saat akan melarikan diri ke Malaysia melalui Bandara SSQ II Pekanbaru pada Selasa (15/1/2019) sore.

MH ditangkap aparat kepolisian atas laporan Sri Munayah, orangtua dari korban DN (15) yang merupakan santri di Ponpes tempat pelaku mengajar.


Kasus kedua, seorang pemuda belia warga Desa Pulau Payung Kecamatan Rumbio Jaya berinisial YG (18), harus mendekam di sel tahanan Polsek Kampar. Pasalnya ia nekat mencabuli korban MJ (16) dan juga melarikan HP-nya. 

Pelaku ditangkap pada Sabtu dinihari (19/1) sekira pukul 01.00 WIB di rumahnya, setelah dilaporkan ke Polsek Kampar pada Jumat (18/1) sore oleh SS (37) selaku ibu korban. 

Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti antara lain sehelai kaos warna hitam putih, celana panjang warna dongker, jilbab warna merah jambu serta sepasang pakaian dalam yang dipakai korban saat kejadian. 

Kasus tindakan pencabulan ketiga dilakukan oleh seorang remaja berusia 14 tahun yang berhasil ditangkap Unit Reskrim Polsek Tambang pada Senin (21/1/2019) siang.

Pelaku berinisial RI alias IT ini ditangkap atas laporan Sabar (42) Warga Desa Kualu Tambang atas aduan anak gadisnya RZ (14) yang mengaku telah dicabuli oleh pelaku.

Maraknya kasus pencabulan akhir-akhir ini yang melibatkan remaja sebagai korban dan pelaku di Kabupaten Kampar ditanggapi serius oleh Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kampar Hafis Tohar.

Menurut Hafis, untuk mengatasi persoalan ini sangat diperlukan peran semua pihak, baik itu orangtua, masyarakat, alim ulama, tokoh adat serta  pemerintah daerah melalui dinas terkait agar kasus seperti ini tidak terulang kembali minimal bisa dikurangi.

"Dari pantauan kami, kasus-kasus pencabulan yang terjadi selama ini banyak dikarenakan pelaku sering menonton atau melihat video porno, karena kita sudah mempunyai regulasi yang berbentuk Perda, jadi kita mengimbau Pemerintah Daerah bisa melakukan pengawasan terhadap warung-warung internet yang sering disalahgunakan oleh anak-anak," kata Hafis.

Ditambahkan Hafis, selain itu Pemda harus sesegera mungkin membuat regulasi (Perbup) sebagai penjabaran dari Perda yang sudah ada. Dan juga ada beberapa pokok dalam Perda tersebut belum dijalankan seperti, pembentukan Satgas perlindungan anak sampai ke tingkat desa, serta belum ada regulasi teknisnya.

"Selain itu, juga dibutuhkan perlindungan bagi anak, pelaku maupun korban berupa rumah rehalibitasi karena sesuai aturan di PP 65 bagi anak-anak yang dijatuhi hukuman di bawah 7 tahun boleh dilakukan  penyelesaian perkara di luar pengadilan atau secara kekeluargaan, terkecuali yang 7 tahun ke atas ini wajib menjalani hukuman," jelasnya.

Di samping itu, kata Hafis, Kampar perlu kembali mengaktifkan fungsi masyarakat adat yang bertujuan untuk bersama-sama memberikan pengawasan terhadap anak yang selama ini sudah tidak dilakukan lagi.

"Dan kepada orangtua awasilah anak-anak kita semaksimal mungkin, mengingat kuatnya pengaruh teknologi saat ini, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita ingini," katanya.


Reporter: Ari Amrizal