Ini Komentar Pengamat Soal Pidato Prabowo

Ini Komentar Pengamat Soal Pidato Prabowo

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyoroti pesan berapi Calon Presiden Nomor Urut 02, Prabowo Subianto saat menyampaikan visi misinya melalui pidato kebangsaan, pada Senin (14/1/2019) malam. 

Diketahui, sebagian pihak menuding konten pidato Prabowo kental muatan kritik, cair dalam menghadirkan solusi.

Siti Zuhro menilai apa yang disampaikan Prabowo tidak terlepas dari pikiran yang berkecamuk tentang beragam persoalan bangsa dari berbagai aspek. Prabowo, kata Siti, telah melakukan perannya dalam pemilu: koreksi atas pemerintahan yang berjalan.


"Ada dua sisi berbeda antara Prabowo dan Jokowi. Pada posisinya sebagai penantang, maka ideal Prabowo menyampaikan kritik yang tajam, sebab serangkaian pemilu merupakan tahapan dalam koreksi atas pemerintahan yang ada," kata Siti kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (15/1/2019).

Hujan kritik yang disampaikan Prabowo, kata Siti, tak lebih karena ada sisi yang berbeda dengan Joko Widodo. Sebagai petahana, Jokowi terbilang memiliki otoritas yang cukup untuk menyampaikan sejumlah gagasan maupun capaian kerja. Jokowi juga punya ruang yang nyaris tipis untuk tampil sebagai presiden ataupun kontestan pilpres.

"Maka di sisi lain Prabowo mengantarkan hal-hal yang bersifat gloomy (sedih-suram). Berangkat dari otak yang berkecamuk, dan punya niatan untuk mengubah indeks kesengsaraan menjadi indeks kebahagiaan," kata Siti.

Dengan memaparkan soal kemiskinan, hingga seorang warga gantung diri di Jawa Tengah, kata Siti, Prabowo mencoba melempar kritik yang menukik. Adapun dalam gaya pidatonya yang berapi-api dan terkesan menuding kegagalan pemerintah, menurut Siti itu merupakan bagian dari gaya politik.

Siti Zuhro

"Sebab tidak mungkin pidato linier. Pidato Prabowo dibangun sedemikian rupa, ada penekanan, sehingga memberikan efek wake up ke masyarakat," tegas Siti.

Siti pun menanggapi banyak kesan yang muncul bahwa Prabowo tak banyak menghadirkan solusi dalam pidatonya. Siti menilai, sebagai sebuah proses, pengenalan politik butuh waktu yang tidak cepat. Prabowo disebut baru ingin 'membangunkan orang yang sedang tidur'.

Namun demikian, Siti menggarisbawahi, dengan sejumlah langkah kampanye cawapresnya Sandiaga ke sejumlah titik di grassroot, serta tim kampanye daerah yang telah bergerak masif, maka kemudian bukan kemestian bagi Prabowo kembali memaparkan mendetail rencana-rencana program kerjanya.

"Sebab visi memang bersifat abstrak, tapi visi tetap dalam perannya untuk memberikan edukasi ke masyarakat," kata Siti menegaskan.

Siti memprediksi solusi-solusi serta rencana program akan disampaikan paslon 02 tersebut pada debat capres-cawapres 17 Januari mendatang. 

Pemaparan visi-misi yang telah dilakukan paslon dua hari terakhir dinilai telah cukup ampuh menjadi momentum pemeriah materi debat nanti.

Prabowo perluas ceruk pemilih non-idealis

Pakar politik Universitas Diponegoro, Teguh Yuwono menilai model pidato yang dilakukan Prabowo Subianto berusaha untuk mempengaruhi pilihan politik masyarakat di segmen-segmen tertentu.

Menurutnya, apa yang dilakukan Prabowo memang wajar dilakukan calon nonpetahana. "Ketika petahana bicara soal kerja-kerja-kerja dan buktinya ada, maka Prabowo bermain di rencana program," kata Teguh, Selasa (15/1).

Dengan mengkritik segala kebijakan pemerintah, salah satunya infrastruktur, Prabowo, kata Teguh, mencoba hadir dalam pertarungan yang sangat kuat mendominasi wacana publik. Targetnya, Prabowo ingin merebut ceruk suara pemilih di kalangan menengah ke bawah yang empiris.

"Banyak pemilih menengah ke bawah dalam kategori empiris, artinya, dia mendukung pemerintahan Jokowi karena berkat Jokowi banyak tol terbangun, gampang pulang kampung. Prabowo hadir dalam pertarungan itu untuk menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur dibangun dengan utang," kata dia.

Di kalangan idealis, Prabowo dinilai punya nilai lebih. Pada segmen inilah Prabowo memperkuat basisnya. Adapun komposisi antara pemilih menengah ke bawah empiris dan idealis yakni 60:40. Perbandingan itu pula, kata Teguh, yang kerap muncul dalam sejumlah rilis segi survei.

"Maka dari pidato Prabowo tersebut, semua bergantung pemilih. Apakah terpesona fakta atau positivitas (kemungkinan kebijakan)," kata Teguh menegaskan.