Fahri Hamzah: Indonesia Perlu Kembangkan Teknologi Antariksa untuk Mitigasi Bencana

Fahri Hamzah: Indonesia Perlu Kembangkan Teknologi Antariksa untuk Mitigasi Bencana

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyoroti sistem mitigasi bencana dan peralatan peringatan dini tsunami (early warning system) yang dimiliki Indonesia saat ini. Karena teknologi yang digunakan sudah tidak mampu melakukan pemantauan menyeluruh karena letaknya yang terputus-putus.

"Hampir dari 200 pusat pemantauan, saya mendengar hanya 50 lebih yang masih aktif. Yang lain itu sudah tidak aktif lagi. Padahal sebenarnya tema mitigasi bencana itu harus menguat sebelum terjadinya peristiwa itu sendiri," kata Fahri Hamzah dihubungi wartawan, Rabu (26/12/2018).

Fahri beralasan karena sejumlah bencana alam besar telah menerpa Indonesia sepanjang 2018 ini. Mulai dari gempa bumi Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada sekitar Agustus 2018, gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng) pada bulan September 2018 dan terakhir bencana tsunami di Selat Sunda yang menerjang Banten dan Lampung pada 22 Desember 2018.


Menurut, Fahri Hamzah, setelah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan yang disampaikan oleh pemerintah pada zaman SBY disahkan, maka Indonesia berkemungkinan mengembangkan teknologi antariksa untuk melakukan mitigasi bencana dalam bentuk mengembangkan satelit yang memantau pergerakan kerak bumi, maupun aktivitas gunung berapi secara lebih masif dan komprehensif.

Menurut pengakuan Fahri, dia dulu pernah mengusulkan adanya satelit yang memantau perjalanan kerak bumi. Jangankan pergerakan kerak bumi, satelit untuk memantau penebangan kayu saja itu ada di dunia sekarang ini, yang memantau deforestrasi, sehingga setiap pohon yang ditebang jadi nampak dalam satelit dan bisa dipantau berapa pohon yang ditebang setiap hari diseluruh dunia.

"Menempatkan teknologi pemantauan dan mitigasi bencana di Indonesia adalah sesuatu yang sangat mutlak dan darurat. Itu pertama yang saya katakan sebagai pandangan terakhir tentang bagaimana cara mengatasi bencana," ujarnya.

Fahri juga memandang aneh terkait institusi di Indonesia ketika terjadi bencana. Pasalnya, ketika bencana terjadi berturut-turut dan begitu besar akibat kelalaian melakukan mitigasi dan early warning system kepada rakyat, hingga menimbulkan banyak korban nyawa manusia, namun tidak ada satu pun lembaga yang memiliki kapasitas bertanggungjawab.

"Seharusnya ada lembaga yang bertanggungjawab dan ada orang yang harusnya dihukum, karena kegagalan dalam melakukan tugas mitigasi dan early warning system, apapun ini adalah telah jatuh korban dan kita nggak boleh hanya mengatakan itu murni kehendak alam atau kehendak Tuhan. Padahal kita menyiapkan Undang-Undang dan kelembagaan serta orang-orang yang bertanggungjawab atas mitigasi ini," tegas Anggota DPR dari dapil Nusa Tenggara Barfat (NTB) itu lagi.

Bahkan menurut Fahri Hamzah, presiden harus bertanggungjawab, apa proposalnya yang dilakukan sehingga itu tidak jalan. Apalagi, di Indonesia yang jelas-jelas daerah ring of fire dan memiliki peluang bencana yang sangat besar, kalau tidak punya alat yang memadai, maka bencana bisa mengintai dari hari ke hari.

Karena itu, ia menyarankan presiden melakukan langkah konkret. Tapi karena Jokowi sudah diujung kepemimpinannya, maka Fahri berharap kiranya calon presiden (capres) harus punya proposal yang memadai untuk menghadapi bencana ini dan harus menjadi bahan perdebatan bagi para capres.

"Jangan sekedar basa basi dan janji yang tidak dipenuhi. Tapi janji itu harus dipenuhin untuk menjamin keselamatan bangsa Indonesia. Bukan kah amanah dari pembukaan UUD yang utama adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia," tutup Fahrti Hamzah. 

Reporter: Syafril Amir