Penipuan dan Penggelapan Buah Sawit

Dua Kali Mangkir, MPRR Desak Polda Riau Jemput Paksa Sari Antoni

Dua Kali Mangkir, MPRR Desak Polda Riau Jemput Paksa Sari Antoni

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU -Puluhan massa yang mengatasnamakan dirinya Mahasiswa Pejuang Rakyat Riau (MPPR) kembali melakukan aksi unjuk rasa di Mapolda Riau, Kamis (20/12/2018). Mereka mendesak agar pihak kepolisian menjemput paksa Sari Antoni.

Menurut mereka, oknum anggota DPRD Rokan Hulu (Rohul) itu terlibat kasus dugaan penipuan dan penggelapan buah sawit di Kecamatan Pujud, Rohil. Dua kali surat panggilan polisi, tak satupun diindahkan oleh Ketua DPD I Partai Golkar Rohul itu.

Dalam aksi tadi siang, selain mahasiswa turut hadir sejumlah masyarakat Pujud. Mereka membawa spanduk tuntutan dan sejumlah karton yang bertuliskan desakan agar Polda Riau melakukan upaya jemput paksa terhadap Sari Antoni.


Satu persatu peserta aksi menyampaikan orasinya di depan gerbang masuk Mapolda Riau, di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru. Aksi tersebut mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian.

Selang beberapa lama menyampaikan aspirasinya, beberapa perwakilan massa diterima pihak kepolisian. Mereka dibawa ke ruangan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Riau.

Usai pertemuan, Wahidin salah seorang perwakilan massa memberikan penjelasan terkait pertemuan tersebut. "Tadi bertemu dengan Kasubdit dan Kanit (yang menangani perkara tersebut). Mereka mengatakan bahwa akan tetap menegakkan hukum di negara ini," kata Wahidin yang merupakan Ketua Koperasi Sejahtera Bersama (KSB).

Kepada pihak kepolisian, perwakilan massa menyampaikan tuntutan mereka. Salah satunya, desakan agar polisi segera melakukan pemeriksaan terhadap Sari Antoni. "Apabila tidak ada dalam tiga hari ini gerakan dari pihak Polda ini untuk menangkap Sari Antoni, maka kami akan melanjutkan perkara ini ke Mabes Polri untuk ditindaklanjuti," ujar Wahidin.

Baca Juga: 

Atas desakan itu, Wahidin mengatakan pihaknya tidak ada menerima penjelasan yang memuaskan dari perwakilan polisi. "Mereka tidak bisa menjelaskan. Bahkan mereka menyampaikan 'kita perlu lagi alat bukti yang lain (dalam menyidik perkara  ini)', katanya," terang Wahidin.

Di tempat yang sama, Koordinator Lapangan (Korlap) MPRR, Daniel Saragih, mengaku telah mengawal kasus ini sejak pertama kali melakukan aksi pada beberapa bulan yang lalu. Dalam aksi sebelumnya, dia mengatakan pihak kepolisian melalui Direktur Reskrimum (Dir Reskrimum) Polda Riau Kombes Pol Hadi Poerwanto berjanji akan menindaklanjuti kasus ini.

"Nyatanya setelah saksi-saksi dan bukti-bukti telah kami serahkan, setelah PT Torganda dipanggil, seharusnya Sari Antoni dipanggil. Setelah dilayangkan surat panggilan 2 kali, seharusnya sesuai KUHAP itu, dia (Sari Antoni,red) dipanggil paksa," kata dia.

"Tapi sampai detik ini, Polda Riau belum ada menjemput paksa Sari Antoni. Oleh sebab itu, kami meminta polisi menjemput paksa Sari Antoni," sambungnya.

Senada Wahidin, Daniel juga menegaskan akan membawa kasus ini ke Mabes Polri. Langkah itu diambil jika Polda Riau tak kunjung merampungkan proses penyidikan perkara jni.

Dalam kesempatan itu, Daniel mengaku mendapat informasi jika Sari Antoni berada di Medan, Sumatera Utara (Sumut). "Sari Antoni dari informasi yang saya dapat, dia sedang berada di Medan. Seandainya jika kepolisian sudah tahu, seharusnya sudah bisa dipanggil. Kenapa (hingga kini) tidak dipanggil?," pungkasnya.

Dikonfirmasi hal ini, pihak kepolisian belum memberikan tanggapannya. Dir Reskrimum Polda Riau, Kombes Pol Hadi Poerwanto saat dihubungi mengaku tengah mengikuti suatu kegiatan. " Saya lagi rapat," singkat Hadi saat melalui sambungan telepon.

Kasus ini terjadi sejak tahun 2009 lalu. Bermula dari kerjasama antara Koperasi Sejahtera Bersama (KSB) dengan Koperasi Karya Perdana (KKP) dalam mengelola buah sawit. Lahan tersebut seluas 7.000 hektare lebih, dan hanya bisa dikelola 1.000 hektare.

Saat itu, Sari Antoni adalah mitra KSB dalam pengelolaan kebun sawit milik koperasi seluas 1.102 hektare. Namun, Sari Antoni hanya memberikan beberapa kali hasil kebun itu kepada koperasi, terhitung sejak Juni 2009 hingga 2018. Sehingga koperasi dinilai telah mengalami kerugian senilai Rp298 miliar.

Namun seiring berjalannya waktu, Sari Antoni melakukan kerjasama kembali dengan pihak lainnya, yakni PT Torganda.

Saat panen, ternyata KKP diduga tidak menyetorkan uang seperti yang diberikan perusahaan sebagai bapak angkat. Sementara penjelasan PT Torganda, uang sudah diberikan seluruhnya. Artinya KKP tidak menyetorkan uang tersebut kepada KSB.

Dalam proses penyelidikan kasus ini, polisi telah memeriksa sejumlah saksi dari pihak pelapor. Sementara itu, Sari Antoni sendiri sebagai terlapor diketahui belum dimintai keterangan.

Reporter: Dodi Ferdian